Dengan spontan Geisha me-lap bagian maskara yang luntur dengan lengan kemejanya. Namun dia malah membuat kemeja putihnya menjadi kotor. Terlihat laki-laki di depannya tertawa lalu menyodorkan Geisha tisu yang ada di meja. Dengan malu-malu Geisha lekas menyambutnya dan membersihkan noda hitam di bajunya hingga tidak terlihat lagi.
"Terimakasih," ucap Geisha.
Pangeran mengangguk sambil tersenyum manis pada Geisha. Lalu Geisha pamit pergi untuk kembali bekerja. Namun Pangeran mencegahnya membuat Geisha bingung kenapa dia memanggil Geisha kembali, sampai Pangeran menunjuk sesuatu yang ada di tangan Geisha. Baru lah Geisha paham jika dia lupa mengembalikan kacamata milik Pangeran.
"Maaf."
"Nggak apa-apa."
Geisha berlalu dari hadapan Pangeran setelah menaruh benda itu lagi di meja. Pangeran tampak tertawa memandang kepergian gadis itu.
*
*
"Bisakah kamu memayungi aku sampai parkiran?" tanya Pangeran sambil menunjuk beberapa payung yang ada di salah satu sudut toko.
"Bisa, Tuan."
Geisha langsung meninggalkan kesibukannya dan melangkah mengambil payung. Dia membuka payung itu dan berjalan menuju parkiran bersama Pangeran. Sesekali mereka berpandangan dan tersenyum di tengah gerimis hujan. Pangeran dapat melihat dari papan nama di bajunya, jika gadis itu bernama Geisha.
Hingga mereka sampai di sebuah mobil milik Pangeran. Pangeran mengucapkan terimakasih pada Geisha lalu menaiki mobilnya dan pergi. Geisha pun bergegas kembali untuk bekerja.
*
*
Geisha meraih tasnya mencari sesuatu di dalamnya, sebuah kunci. Lalu dia membuka pintu rumahnya. Seperti biasa tidak ada siapa-siapa karena Hana sudah berangkat bekerja dua jam yang lalu, dia pun tentu bertemu dengannya di Bread Moments tadi.
Geisha menggantung tasnya di pengait dinding lalu melangkah ke sofa dan menaruh bobotnya di sana. Dia beristirahat sebentar memulihkan penat badannya yang telah seharian bekerja. Sebelum melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Geisha melihat paper bag yang ada di meja, hingga mengingatkan dia pada seseorang. Seharusnya Geisha mengembalikan gaun itu pada Kavin. Dia tidak mungkin pernah memakainya lagi, kemana lagi dia bisa memakai gaun yang menurutnya super sexi itu.
Tiba-tiba Geisha teringat Kavin. Sejak malam pesta itu, itu lah terakhir dia bertemu dengannya, ternyata Kavin menepati janjinya. Dia tidak datang lagi dan memaksanya untuk membantunya. Bagaimana keadaan dia sekarang?
Geisha tampak menggeleng. Kenapa dia memikirkan Kavin, untuk apa dia mengingat laki-laki itu. Apapun yang terjadi dengannya sekarang bukanlah urusan Geisha.
Geisha menyudahi pikirannya, dia beranjak menuju kamar mandi. Namun baru dia berdiri dari sofa, seseorang mengetuk pintu dengan kasar. Sampai gedoran itu rasanya membuat telinga Geisha tidak nyaman dan sakit.
"Bayar utang-utang lo sekarang juga!"
Teriakkan itu lah yang Geisha terima saat membuka pintu. Dia disambut dengan tiga orang berpenampilan preman, mereka tampak sangar dan menatap Geisha seperti makhluk kecil yang mudah untuk dimakan.
"Si-siapa kalian?" tanya Geisha gugup.
"Lo kan yang namanya Hana? Cepat bayar hutang lo!" ujar preman berambut merah.
"Hana?" ulang Geisha menyebut nama temannya.
"Iya, lo lupa sama hutang lo ke Tuan Gian, ha?" gertak preman berbadan besar.
Geisha tampak terkejut tidak menyangka, saat pertama kali mendengar teriakkan dari ketiga preman yang tiba-tiba saja datang. Apalagi setelah mendengar nama Hana dan tentang hutang. Apakah temannya itu yang sudah berhutang pada orang yang bernama Gian, yang preman ini sebutkan.
Ya Allah, kenapa Hana sampai berhutang dan ditagih seperti ini karena tidak bayar. Dan dia tidak pernah menceritakan semua ini pada Geisha.
"Sejak kapan Hana berhutang dan berapa hutangnya?" tanya Geisha dengan gugup.
"Oh, jadi lo bukan Hana. Denger ya, sampaikan pada teman lo itu buat bayar hutangnya yang sudah mencapai dua puluh juta," terang preman bertato di lengan.
"Apa, dua puluh juta?"
Mata Geisha melotot saat mendengar nominal uang itu disebutkan oleh preman itu. Bagaimana mungkin Hana berhutang uang sebanyak itu dan untuk apa juga Hana dengan uang itu. Geisha benar-benar tidak mengerti sekarang. Dia sampai mengurut dadanya untuk mengurangi perasaan syok.
"Segera lunasi, oke," tegas preman itu.
Geisha hanya bisa terdiam sambil melihat para preman itu pergi. Geisha lekas menutup pintu rapat-rapat, lalu beranjak ke dalam.
*
*
Terdengar pintu dibuka, Geisha yang tidak tidur langsung bangun dari kasurnya. Terlihat Hana yang baru saja datang. Geisha berdiri dengan melipat kedua tangannya di atas perut. Dia menatap Hana, temannya itu tersenyum padanya seolah tidak terjadi apa-apa.
"Ada apa, Sha?" tanya Hana santai.
"Elo yang ada apa?" ujar Geisha dengan tampak serius.
Mendengar perkataan Geisha membuat senyum di bibir gadis itu memudar, dia menjadi tampak bingung dengan sikap Geisha. Karena tidak biasanya Geisha menatapnya seperti itu dan bicaranya juga sangat tidak biasa.
"Tadi preman-preman datang ke rumah ini, dia nagih hutang."
"Apa, datang ke sini?"
"Iya. Sejak kapan lo berhutang, Na?" tanya Geisha.
"Geisha, lo jangan khawatir. Gue akan segera melunasinya," cetus Hana.
Geisha mengernyitkan wajahnya, dia bingung pada Hana. Kenapa Hana masih saja menyimpan masalah itu sendirian. Dia tidak mungkin bisa menyelesaikan ini, bagaimana bisa dia melunasi hutang yang Geisha yakin Hana juga tidak pernah melihat uang segitu banyak nilainya.
"Lo pinjam-in gue uang kemarin, tapi ternyata lo malah pinjam ke orang lain. Untuk apa lo berhutang uang sebanyak itu, Na?"
Hana duduk lemas di sofa. Akhirnya rahasianya diketahui oleh Geisha. Karena preman-preman dari rentenir itu yang datang menagih hutang Hana. Uang yang Hana pinjam tiga bulan lalu, untuk keperluan orang tuanya dan juga dia. Namun Hana tidak tahu jika dia berhutang pada lintah darat. Setelah berhutang baru lah dia disuruh melunasi dengan cara yang benar-benar ingin mengisap darah sampai habis.
"Gue berhutang lima juta karena orang tua gue perlu uang buat adik gue sekolah. Katanya gue bayar perhari seratus ribu sampai lunas. Awalnya dia bilang masalah bunga soal gampang, tapi setelah sebulan ternyata dia baru bilang kalau seratus ribu itu hanya bunganya. Dan hutang gue yang lima juta itu harus gue lunasi full. Kalau nggak setiap bulannya hutang gue akan dilipatgandakan."
"Ya Allah, lo berhutang pada rentenir?" tanya Geisha.
"Gue harus melunasi hutang gue yang sudah tiga kali lipat, sementara untuk bayar perharinya saja gue sudah kalang kabut."
Hana meneteskan air mata. Dia sudah merasa bosan pada ini semua. Dia harus membayar hutang-hutangnya yang sudah berlipat menjadi dua puluh juta. Dia juga sudah tidak bisa berpikir untuk bayar uang bunga perharinya. Hingga preman itu datang untuk menagihnya.
Hana sudah berusaha menyembunyikan ini pada Geisha, agar dia tidak mengetahui masalahnya. Hana ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya. Namun Hana tidak tahu lagi bagaimana cara untuk menyembunyikannya dari Geisha. Karena dia juga tidak tahu bagaimana cara menyudahi masalah ini.