"Bisa-bisanya lo menyuruh gue untuk berbohong sama orang tua lo sendiri," celetuk Geisha.
"Karena orang tua gue akan menurunkan jabatan gue kalau gue nggak mengenalkan lo sama mereka," sahut Kavin.
"Kenapa harus gue, cowok kayak lo tentu banyak punya cewek, kan? Lalu lo tinggal pilih saja, mana yang lo inginkan," cakap gadis di depannya.
"Gue nggak punya pacar dan gue juga ditolak sama cewek yang gue cintai," tutur Kavin.
"Oke. Gue turut prihatin, tapi jika memang lo nggak punya cewek, kenapa lo nggak coba jelasin aja sama orang tua lo. Gue yakin mereka akan mengerti."
Terlihat Kavin tersenyum. Namun seolah ucapan Geisha hanya lah omong kosong. Geisha tentu tidak tahu bagaimana Mahendra dan Elena, mereka sudah sering memberikan beban pada Kavin. Dan tanpa memberikan Kavin toleransi sedikit pun.
"Geisha, lo nggak tahu bagaimana orang tua gue. Gue harus memperkenalkan seorang wanita Minggu ini, dan dalam dua hari ini jabatan gue dipertaruhkan. Jabatan yang dengan susah payah gue miliki, karena dulu gue harus bekerja dari jabatan yang paling bawah. Hingga gue bisa sampai duduk di bangku wakil direktur utama," papar Kavin.
"Gue akan kehilangan jabatan itu jika elo tidak mau menolong gue," tandasnya lagi.
Terlihat Geisha menaruh bungkusan plastik yang dari tadi ditentengnya, bungkusan yang berisi mi instan itu ditaruhnya sembarang. Lalu dia tersandar di dinding rumahnya. Wajahnya tampak berpikir, memikirkan masalah yang seharusnya tidak dia pikirkan.
"Kenapa lo nggak cari cewek lain aja sih," cicit Geisha.
"Sudah gue bilang, gue nggak punya kenalan cewek lain dan cewek yang gue suka sudah menolak lamaran gue."
"Maaf, gue tetap tidak bisa. Karena ini bertentangan dengan hati nurani gue, gue nggak bisa berbohong."
Pernyataan Geisha membuat wajah Kavin sontak redup, harapan dia seperti hilang. Dan karena Geisha lah yang telah mematahkan hatinya, Geisha terdengar sangat jahat karena telah mengabaikan Kavin yang tampak sangat kesusahan. Walaupun dia baru saja mengenal Kavin. Namun dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa membantunya.
"Lo ingat kejadian saat gue menolong lo?" tanya Kavin mengingatkan.
Geisha mengangguk. Dia tidak mungkin melupakan hari terburuk dalam hidupnya itu. Bahkan hari itu akan menjadi awal penderitaan Geisha, dia merasa akan kehilangan kewarasannya. Jika saja laki-laki brengsek itu berhasil merenggut kehormatannya, mungkin lebih parahnya Geisha akan mengakhiri hidupnya. Sampai kini pun Geisha masih merasa trauma untuk bertemu laki-laki yang tidak dia kenal.
"Sekarang apa boleh gue yang minta tolong sama lo, Geisha?"
"Apa yang bisa lo harapkan dari cewek miskin kayak gue, gue nggak mungkin bisa berpura-pura menjadi pacar seorang yang kaya raya seperti lo."
"Justru cewek seperti lo yang bisa gue andalkan. Lo berbeda dengan cewek yang lain, mereka semua tergila-gila sama gue. Tapi lo anti sama gue."
Kavin berusaha meyakinkan Geisha. Karena memang benar, jika gadis itu lah yang tengah dia harapkan sekarang. Satu hal yang berbeda antara Geisha dan gadis di luaran sana. Geisha tidak menyukainya, tentu dia akan sangat berkomitmen dalam ke pura-pura-an ini.
*
*
"Mami, kok ke sini? Kalau mami pengen ketemu, aku bisa ke rumah besar," ujar Amora setelah melihat Elena di depan pintu.
"Mami sengaja ke sini mau bicara empat mata sama kamu."
"Silakan masuk mi."
Walaupun bingung dengan ucapan Elena, tentang bicara empat mata itu. Namun Amora lekas mempersilakan Elena masuk ke dalam rumahnya. Dan duduk di ruang tamu, lalu Amora memerintahkan pembantunya untuk menyuguhkan minuman. Hingga tidak lama minuman telah terhidang di depannya.
"Mana Athala?"
"Belum pulang, katanya ada meeting."
Athala adalah suami Amora. Mereka menikah sudah satu tahun lebih, dan sejak itu juga Amora tidak tinggal di rumah besar. Dia lebih memilih hidup dengan keluarga kecilnya sendiri, meskipun anak yang dinantikan belum hadir. Hingga Elena terpaksa mengizinkannya dan memutar otak kembali untuk menyusun rencananya.
"Oya, Mami bilang mau bicara. Mami mau bicara apa?"
Elena tampak melihat ke sekelilingnya, memastikan tidak ada siapa-siapa sebelum dia mulai bicara. Walaupun dia tahu di sini tidak ada siapapun selain mereka, dan karena itulah Elena sengaja mendatangi Amora di rumahnya.
"Rencananya Mami mau memberikan jabatan Kavin untuk Athala."
"Bener Mi, terus bagaimana Mas Kavin. Atau Mas Kavin diangkat Papi sebagai CEO Mi?"
Wajah Amora tampak senang, karena mendengar saudaranya telah dipercayai Mahendra untuk menjabat sebagai CEO. Hingga suaminya juga bisa naik jabatan.
"Tentu enggak dong Amora, kamu nggak perlu memikirkan Kavin. Dia akan diturunkan jabatannya jika dia tidak segera mengenalkan calonnya untuk menikah. Dan setelah Kavin lengser dari jabatannya, Mami akan merekomendasikan suami kamu untuk menempatinya."
"Tapi kenapa bisa begitu, Mas Kavin nggak punya pacar Mi. Dan aku rasa Mas Athala masih perlu banyak belajar untuk menempati posisi Mas Kavin."
Amora tampak tidak setuju dengan rencana maminya. Dia memang sering tidak mengerti kenapa maminya bersikap berbeda pada kakaknya. Dan sekarang maminya malah ingin anak laki-laki satu-satunya itu turun dari jabatannya. Bukannya mendukung Kavin untuk memegang kekuasaan sebagai CEO, tapi sebaliknya. Elena malah ingin Athala menggantikan jabatan wakil direktur utama yang sekarang Kavin duduki.
"Kamu kenapa sih, memangnya kamu nggak senang Athala naik jabatan!"
"Bukannya aku nggak senang, tapi Mas Kavin lebih jauh berpengalaman dibandingkan Mas Athala."
"Sudah lah, Amora. Kamu nggak tahu apa-apa, lebih baik kamu diam dan ikut perintah Mami."
Amora hanya terdiam, walaupun bertentangan. Namun Amora tidak ingin berdebat dengan Elena seperti biasanya dan berakhir sama saja. Elena tidak pernah mendengarkannya. Meski diakui Amora, jika maminya sangatlah menyayanginya.
Elena selalu menomor satukan dia, dia selalu mendapatkan perhatian yang berlebih darinya dibandingkan Kavin. Amora sudah pernah menanyakan itu pada Elena. Namun Elena selalu berkilah dan mengatakan itu hanya perasaan Amora saja.
Memang tidak ada yang tahu rahasia Elena yang dia simpan selama ini, bahkan Mahendra sekalipun. Mahendra tidak tahu jika wanita yang dia anggap sebagai malaikat penolongnya itu adalah yang telah membuat dia kehilangan dahulu. Jika wanita yang sangat dia cintai sekarang ternyata telah menyusun rencana untuk menggali lubang untuk dirinya.
Elena tentu akan melakukan itu, mengubur Mahendra. Jika rencananya untuk menguasai seluruh kekayaan Wijaya company tidak berhasil. Itu sebabnya dia tidak ingin Kavin menjadi CEO dan merebut semua yang harusnya menjadi miliknya. Itu sebabnya Elena malah ingin melengserkan jabatan Kavin, hingga perlahan Kavin benar-benar keluar dari perusahaannya.
Kavin yang notabennya adalah anak dari Mahendra dan Filia. Namun sesuatu telah terjadi hingga kedua orang yang sangat mencintai dan bahagia itu berpisah. Dan itu semua karena Elena. Ya, Kavin adalah anak tirinya. Tidak ada yang mengetahui itu selain dirinya dan Mahendra. Namun yang tidak pernah Mahendra ketahui, jika Elena adalah ular berkepala dua. Dia ingin semua kekayaan Wijaya company berada di tangannya.
Elena tidak ingin jika harta itu dimiliki oleh Kavin barang sedikitpun. Hingga selama ini dia selalu menghasut Mahendra untuk tidak mempercayai anaknya sendiri. Dengan berbagai alasan Elena selalu berusaha menjauhkan Kavin dari kekuasaan yang harusnya menjadi miliknya.
Bersambung ....