Di depan lobi apartemen lady bos.
Dilan menghentikan mobilnya tepat di depan pintu lobi apartemen lady bos. Dilan melirik ke arah lady bos yang sepertinya enggan untuk turun dari mobil miliknya. Lady bos hanya duduk diam dan termangu. Kedua tangannya meremas kuat sabuk pengaman masih melintang erat di depan dadanya.
"Bos, sudah sampai," ucap Dilan pelan.
"Aku tahu," jawabnya tak bersemangat. Kemudian lady bos menarik nafas panjang sambil melepas sabuk pengamannya. "Terima kasih sudah mengantarku pulang. Aku senang hari ini."
"Sama-sama," jawab Dilan sambil setengah memeluk setir mobil dan memandang lady bos yang sedang meraih tas miliknya di lantai mobil.
Cup... Mata Dilan tiba-tiba membelak ketika mendapati pipinya menerima serangan lembut dari lady bos. Dilan tertegun dan menatap lady bos dengan pandangan tidak percaya. "Aku... dicium?" batin Dilan takjub.
"Good night," salam lady bos sambil menjauhkan tubuhnya dari Dilan, lalu membuka pintu mobil dan turun. "Hati-hati di jalan," katanya sambil melambaikan tangan.
Dilan mengangguk kaku bak robot. Matanya mengikuti langkah lady bos yang memutari mobil Jeep miliknya, lalu masuk ke dalam lobi apartemen. Tangan Dilan menyentuh pipinya yang dikecup lady bos. Sesuatu yang hangat mengalir dari pipi menuju ke hati. Wow, sebuah kecupan yang spesial sebagai upah mengantarkan lady bos pulang ke apartemen. Dilan terpesona.
Traktiran pizza dan kopi yang dijanjikan sebelumnya, tidak bisa dikatakan sebagai 'upah', karena Dilan sama sekali tidak bisa menikmati sajian tersebut. Bagaimana bisa menikmati, jika punggung Dilan terasa panas dan berlubang akibat tatapan sinar laser mata Dyra yang menghujamnya tanpa jeda. Sedangkan lady bos terus mengoceh tentang spesifikasi mobil keluaran terbaru dari pabrik keluarganya, yang membuat Dilan menyengir iri, menginginkan mobil tersebut. Dilan bak duduk di kursi panas.
"Hei pak, ayo cepat jalankan mobilnya," tegur pak satpam yang mengetuk kaca mobilnya. "Dilarang berhenti terlalu lama di depan lobi!"
"Ah, baik.. baik. Aku akan pergi," gagap Dilan yang segera melajukan mobilnya meninggalkan halaman depan lobi apartemen.
Senyum mengembang di bibirnya. Sesekali Dilan menyentuh pipinya yang masih bisa dirasakan betapa lembutnya bibir lady bos yang menyentuh pipinya. "Well, mimpiku bakal indah malam ini," lamun Dilan sambil menerawang bahagia.
Drrrtt.. drrrt... drrrtt.. drrrt... drrrt...
Dilan meraih ponselnya dan melihat siapa yang meneleponnya, namun sedetik kemudian dilemparkannya ponsel itu ke kursi penumpang. Dilan membiarkan ponselnya yang berkedip nyala dan mati beberapa kali. Itu nomer Dyra. Dilan tetap mengabaikan ponselnya yang berdering tanpa henti. Tapi akhirnya... aarrggghhh... Dilan tak tahan lagi.
"Halo!"
"Jemput aku!"
"Aku sudah tidur!"
"Bohong!" teriak Dyra kencang hingga Dilan harus menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Beneran.. Dyra," bantah Dilan sambil menjepit ponsel diantara telinga dan bahunya, karena tangan yang satu memegang kemudi dan yang lain mengoper gigi persneling.
"Aku sudah telpon rumah. Dan you.. masih keluyuran," sembur Dyra penuh emosi. "Aku tidak mau tahu. Jemput aku sekarang!" Klik.
Dilan mengumpati ponselnya yang layar sudah menjadi gelap. Dilan memutar balik arah mobilnya, kembali ke kafe pizza, sambil menggumamkan nama semua hewan di seantero kebun binatang.
Sementara itu, Dyra menunggu kedatangan Dilan di depan kafe yang sedang sepi pengunjung, sambil mengetuk-ngetukkan sepatu kets nya. Seharusnya jam kerja Dyra sebagai orang kepercayaan pemilik kafe, adalah sampai dua jam ke depan. Namun, sebuah insiden menyebalkan itu membuat Dyra harus meminta izin untuk pulang lebih cepat.
Dyra berkacak pinggang, memandang marah pada mobil Jeep usang yang berhenti di depannya. Tanpa banyak bicara, Dyra membuka pintu mobil. Seketika aroma parfum wanita bossy itu menguar di dalam mobil Dilan, menerjang hidungnya. Dyra membanting pintu dan langsung mendapat decakan jengkel dari pemilik mobil. Dyra juga bergegas membuka kaca mobil agar polusi udara di dalam mobil segera menghilang.
"Ah segarnya.."
"Masuk angin baru tau rasa," balas Dilan sewot sambil menghidupkan lampu sein kiri untuk mobilnya kembali masuk ke jalan raya.
"Parfum membuat udara menjadi sesak," cibir Dyra sambil meraih kerah kemeja Dilan ke arahnya sehingga badan condong ke samping dan membuat pria itu berteriak sebal....
"Dyra, apa-apaan kamu," amuk Dilan sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Dyra dari kemejanya. "Lepaskan tanganmu! Aku sedang menyetir."
"Kamu keluyuran kemana?"
"Perjalanan pulang."
Kali ini, Dyra menarik telinga Dilan dengan kuat. "Sejak kapan kamu pandai berbohong, Dilan??! Pasti gara-gara bosmu itu kan??!"
"Sakit telingaku, Dyra.. Lepaskan tanganmu," protes Dilan yang menarik paksa telinganya. "Addduuuuh sakit. Sialan kamu, Dyra," rutuk Dilan sambil mengelus telinganya yang perih. "Jadi cewek jangan kasar-kasar!"
Dyra mengabaikan komentar sinis itu. "Kamu... mengantarnya pulang?"
"Lady bos? Tentu saja aku akan mengantarnya pulang."
"Ck, lady bos?" komentar Dyra sinis. "Terlalu bagus namanya," lanjut Dyra tidak suka. Kemudian mata Dyra menemukan sesuatu yang samar berwarna pink, di pipi Dilan. Itu..? Dyra terkesiap dan mengerjapkan mata beberapa kali untuk memperjelas apa yang dilihatnya. Bekas lipstik pink di pipi Dilan.
"Apa!" seru Dilan sewot, karena merasakan tatapan Dyra yang tajam, seakan hendak melahapnya bulat-bulat.
"Menepi sebentar."
"Apa?"
"Menepi sebentar, Dilan. Ada yang ingin aku bicarakan."
"Bicara yang tinggal bicara saja. Kenapa harus menepi?" bantah Dilan sambil menekan gasnya semakin kencang. Jalanan mulai lengang karena sudah mulai masuk ke area ke perumahan yang sunyi. Dilan ingin segera tiba di rumah panti asuhan. Tubuhnya capek sekali. Seharian heboh sana heboh sini. Dilan lelah fisik dan mental.
"Berhenti Dilan," perintah Dyra sambil membuka sabuk pengamannya dan menggeser duduknya semakin mendekati kursi pengemudi. Tubuh Dyra duduk menyamping karena kakinya terganjal tongkat persneling.
"Tidak," sungut Dilan kesal karena Dyra terus mengatakan hal yang aneh-aneh. "Sebentar lagi kita tiba di rumah, untuk apa berhenti di tengah jalan?"
Tiba-tiba..
Dyra kembali menarik kemeja Dilan dan langsung mencuri ciuman di bibir laki-laki itu. Ckriitt.... Dilan refleks menginjak rem karena mendapatkan serangan lembut di bibirnya.
"Aduh," pekik Dyra kesakitan karena badannya terlempar ke dasboard depan, akibat rem mendadak itu.
"Apa-apaan kamu, Dyra," omel Dilan sambil mengusap bekas ciuman Dyra di bibirnya. "Sudah kubilang berapa kali, huh??! Jangan suka menciumku sembarangan!"
Dyra tertegun melihat Dilan menjadi kesal. "Apa.. kamu juga marah ketika atasanmu mencium pipimu?" tanya Dyra lirih sambil mengerjapkan mata agar air matanya tidak jatuh. Dyra melihat Dilan terkesiap lalu terdiam mendengar pertanyaannya.
Hening.
Dilan tidak menjawabnya. Dilan kembali menjalankan mobilnya. Satu blok berikutnya adalah blok rumah panti asuhan dimana keduanya dibesarkan. Dilan melirik Dyra yang memandang ke arah luar jendela. Raut wajah Dyra yang nampak muram. Dilan menghembuskan nafas panjang. Mimpi apa semalam hingga dirinya mengalami hal super heboh sepanjang hari?
"Dilan," panggil Dyra lirih, ketika mobil telah berhenti di halaman depan rumah panti asuhan.
"Apa?" jawab Dilan tanpa memandang sahabatnya. Dilan menyibukkan diri dengan meraih tas kerjanya dan memasukkan ponsel ke dalamnya.
"Apa kamu menyukai atasanmu?"
Deg.
"Itu... bukan urusanmu," jawab Dilan lirih sambil membuka pintu mobil dan keluar.
"Tunggu... tunggu Dilan," panggil Dyra buru-buru keluar dari mobil.
Dilan berhenti melangkah, namun tidak berbalik. Dilan memunggungi Dyra. "Apa?"
"Aku... aku menyukaimu, Dilan."
Bersambung...