Ping..
Sebuah suara berdenting membuyarkan keheningan karena perdebatan perihal wanita diantara Dilan dan Rama, pada jam dua dini hari. Kemudian Dilan dan Rama segera mengecek ponsel masing-masing.
Deg..
Dilan terkesiap melihat pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Rama yang penasaran melihat respon Dilan ketika menerima pesan ponsel, segera menggeser tubuhnya dan ikut melihat ke arah layar ponsel milik sahabatnya itu. Rama pun terkesiap dan menutup mulutnya karena syok.
"Ini..??!" Rama menatap Dilan dengan mata membelak. "Kamu..?!"
Dilan meremas ponselnya dan mengumpat. "Keparat! Brengsek!" geramnya sambil melemparkan ponsel itu ke arah kakinya.
Rama meraih ponsel itu. Rama merasa penasaran dengan sebuah foto yang dikirimkan oleh seseorang. Rama kembali menahan nafas ketika mengamati foto itu sekali lagi dengan teliti. Itu adalah sebuah foto...
Kemudian Rama mengalihkan pandangan penasaran nya dari layar ponsel, dan melirik pada Dilan yang terus mengumpat lirih tanpa henti gara-gara foto itu. Rama menyentuh bahu Dilan yang tegang.
"Are you okey?" tanya Rama hati-hati.
Dilan meminta ponselnya, lalu jarinya meraba foto di layar ponselnya. "Sebelum aku datang kemari, aku melakukan inspeksi mendadak ke bengkel. Instingku mengatakan bahwa akan ada pencurian lagi."
"Lalu?" tanya Rama heran. Penjelasan Dilan tidak ada hubungannya dengan foto itu, namun Rama menahan diri untuk tidak mengomentari nya.
"Lalu aku menemukan ada banyak stok sparepart bengkel di salah satu loker karyawan. Aku tidak mengerti mengapa barang-barang itu ada di loker Didik. Tapi aku juga tidak percaya bahwa senior ku itu yang melakukan pencurian," jelas Dilan berapi-api.
"Oke, lalu?" desak Rama sambil menarik nafas panjang, menahan kesabaran. Sampai detik ini, Rama masih belum menemukan keterkaitan antara penjelasan Dilan dengan foto di ponsel itu. Well, memang jalan menuju Roma itu banyak belokan, tanjakan, juga lampu lalu lintas yang berjibun, tidak ketinggalan polisi tidur yang tidak terhitung banyaknya. Jadi tidak perlu heran, jika perjalanan untuk tiba di Roma menjadi sangat lambat karena harus berputar-putar terlebih dahulu.
"Kejadian inilah yang aku maksudkan. Aku ingin meminta pendapatmu mengenai kejadian yang terjadi di bengkel. Ada rekaman CCTV di laptop bos yang berhasil menampilkan sosok hitam yang mengambil stok bengkel. Hanya ada satu rekaman, dan lady bos sudah mengamankannya. Lady bos tidak ingin kehilangan satu-satunya bukti. Besok pagi, aku akan mengumpulkan rekan kerjaku untuk melihat reaksi ketika aku menginspeksi loker mereka."
"Lalu?"
"Aku percaya bahwa ada keterlibatan orang dalam. Karena itulah aku ingin meminta bantuanmu untuk segera menangkap pencuri ini," tegas Dilan.
"Lalu?"
Dilan memiringkan kepala, memandang Rama dengan bingung. "Lalu apa?"
"Lalu apa hubungannya ceritamu yang puanjang itu dengan foto ini, dodol!" sembur Rama kesal.
Mendadak raut wajah Dilan menjadi memerah, entah itu karena marah atau malu. Jari telunjuk Rama mengetuk-ngetuk kayu pinggiran ranjangnya, menunggu penjelasan Dilan perihal foto yang menampilkan sosok sahabatnya yang sedang menindih seorang wanita di sofa.
"Seseorang pasti berada disana, bersembunyi disudut yang gelap. Kemudian saat aku berada di ruangan lady bos, dia mengambil foto itu," jawab Dilan pelan. Kemudian Dilan bertepuk tangan, sesuatu yang terlintas dalam benaknya. "Kurang ajar!"
"Ada apa?" tanya Rama bingung.
"Ini berarti, lagi-lagi lady bos berada di waktu yang sama dengan pencuri itu. Ini tidak bisa dibiarkan, Rama," seru Dilan tegang sambil mengguncang lutut sahabatnya. "Dia juga pernah memergoki sosok hitam itu beberapa hari sebelumnya. Untung saja tidak terjadi apa-apa padanya."
"Lalu?" balas Rama polos. Badannya maju mundur perlahan karena ulah Dilan yang mengguncangnya.
"Begini saja," kata Dilan sambil mencubit pangkal hidungnya. "Kamu dalam beberapa hari ini harus sempatkan datang ke bengkelku. Tapi usahakan jangan mengenakan seragam polisi atau atribut polisi yang mencolok apalagi membawa senjata. Aku tidak ingin terjadi keributan di bengkel," lanjut Dilan dengan mata serius memandang Rama, sahabatnya.
"Baiklah. Aku bisa membawa mobilku ke bengkel untuk service bulanan," jawab Rama dengan nada datar. Dirinya masih menunggu dan menunggu dengan sangat penasaran, kapan Dilan akan mulai bercerita tentang foto dua tubuh yang bertumpuk di sofa itu.
"Bagus," sahut Dilan seraya menepuk paha Rama. "Sekarang lebih baik kita segera tidur. Besok kita harus pikirkan apa yang akan kita lakukan selanjutnya."
"Eh tunggu.. tunggu," sela Rama sambil meraih bahu Dilan yang berbaring membelakanginya. Rama berdecak kesal pada sahabatnya yang memberikan wajah polos bin lugu padanya.
"Apa?"
"Kamu belum memberikan penjelasan padaku."
"Penjelasan? Penjelasan apa?" tanya Dilan bingung. Karena semua penjelasan yang berkaitan dengan kejadian pencurian di bengkel sudah disampaikannya dengan jelas pada Rama. Jadi.. Rama meminta penjelasan apa lagi?
"Tentang foto itu," geram Rama dengan mata melotot dan bibir yang dimoncongkan ke arah ponsel sahabatnya. "Aku penasaran soal foto itu."
"Foto?"
Rama berdecak sebal melihat Dilan yang lemot. Direbutnya ponsel sahabatnya itu dan dibukanya pesan yang berisi sebuah foto. Kemudian dikembalikan ponsel itu pada Dilan.
"Foto itu," tunjuk Rama tidak sabar. "Aku ingin penjelasan lengkap dan akurat serta detail tentang foto hot itu."
Dilan menunduk menatap ponselnya. Matanya memandang posenya yang sedang berada di atas tubuh lady bos yang berbaring di sofa. Kepala keduanya saling berdekatan. Foto itu tidak menampilkan kejadian yang sesungguhnya, karena tertutup kepala Dilan. Untung saja, foto itu tidak diambil ketika dua bibir sedang bertemu dan saling menikmati. Tapi bagaimana pun, Dilan tetap merasakan amarah di dalam dada, karena lady bos tertidur di kantor, sementara ada seorang penjahat berkeliaran di bengkel.
"Bro, are you okey?" tanya Rama pelan. Rama bingung dengan reaksi Dilan. Rama mengharapkan sikap malu-malu dari sahabatnya yang kepergok sedang bercumbu dengan wanita, yang kemungkinan besar adalah atasan Dilan. Namun, yang dilihatnya sekarang, sahabat baiknya sedang muram. "Apakah... eng.. coba aku tanyakan deh," gumam Rama sambil mengangguk.
"Rama," bisik Dilan mendahului Rama yang hendak bertanya sesuatu.
"Eng.. ya?"
"Coba kamu bantu aku menelaah perasaanku," ucap Dilan dengan melamun. "Aku tidak tahu mengapa hatiku selalu gelisah jika memikirkan lady bos. Aku selalu mengkhawatirkan dirinya yang gila kerja dan sering mengabaikan kesehatannya. Aku merasakan amarah yang tidak terkendali ketika melihat kekasih lady bos memperlakukannya dengan acuh. Aku terbakar cemburu ketika keduanya berciuman di depan mataku. Aku tidak bisa menahan diri untuk menciumnya. Aku..."
"Aku mengerti Dilan. Aku mengerti," sela Rama sambil menaikkan tangannya untuk menghentikan sahabatnya yang terlalu melankolis.
"Benarkah?" ucap Dilan linglung.
"Penjelasannya hanya satu," kata Rama yakin dengan jari membentuk angka satu. "Kamu sudah jatuh cinta pada atasanmu, si lady bos itu."
Bersambung...