"Kang, tadi ibu di antar sampe rumah kan?!" tanya Salma, memicingkan mata ke arah Supri.
"Kalau gak sampe rumah, nanti kepala aku di tebas sama juragan bakmi dong, enggak mungkin lah aku tinggal ibu di jalanan, ngeri sama Pak Rahman," jelas Supri, sambil menikmati setiap suap kuah racikan Salma.
"Oohh, kalau Kang Supri berani tinggal ibu di jalanan, bukan Bapak aja yang nebas kepala akang, Salma juga pasti ikut nebas dong, Hahaha ...."
"Wah, ngerii juga ya keluarga Bapak Surahman ... Hahaha, Uhuk uhuk uhuk." Ledekan Supri membuat nya tersedak kuah pedas, yang level pedes nya melebihi ibu-ibu lagi ngidam.
"Hahaha, Nah kan! keselek deh .. minum dulu nih." Salma memberikan minum pada Supri.
**
Supri dikenal sebagai kepala ojek pangkalan ditempatnya, dan sejak kali pertama Salma dan ibunya berdagang, Supri yang menolong dari palakan preman sekitar.
Supri berbadan tinggi besar, dengan headband selalu menempel di ikatan kepalanya. Serta beberapa kalung dengan ukuran besar selalu menempel di leher.
Supri pun terkenal tegas dalam melawan aksi para preman, sehingga sampai sekarang kegiatan berjualan Salma selalu aman.
Namun demikian, Karna sejak pandangan pertama Supri suka dengan Salma, ia pun selalu menuruti perkataan Salma.
Walaupun badaNnya yang tinggi besar di takuti oleh para preman dan supir ojek, tapi untuk masalah perasaan, tak pernah sekalipun Supri mengungkapkan perasaan sukanya pada Salma.
Namun Salma menganggap Supri sebagai kakak yang selalu menjaganya dalam keadaan berbahaya.
Supri adalah anak pertama dari Pak Lurah, Namun karna pemikirannya tak pernah sama dengan Pak Prapto, ayah Supri, maka dari itu Supri mengambil keputusan untuk ngojek, dan hal itu membuat kehidupannya menjadi lebih sering berada dijalan atau di pangkalan ojek, daripada dirumah.
Kuliah Supri pun hanya berjalan 2 semester, sisanya Supri sering terlibat baku hantam dengan teman atau dosen, dan membuat Supri di DO dari beberapa universitas unggulan.
Tentu hal itu membuat Pak Prapto kehabisan akal untuk merubah kebiasaan buruk Supri. Dan akhirnya membiarkan Supri bertindak sesuka hatinya.
"Kalau bukan karna ibumu, Aku malu mengakuimu sebagai anak ku lagi!" Ucapan ini yang selalu terngiang di pikiran Supri, saat kaki nya ingin melangkah pulang. Sehingga menjadikan nya tetap berada di luar rumah.
**
Lalu Asep adalah Office Boy, yang selalu setia menjadi pelanggan sejak kali pertama Asep membeli Bakso, hati dan lidahnya berkomitmen untuk tetap setia dengan sajian Salma.
Masalah hati, Asep memiliki kesamaan dengan Supri.
Sama-sama suka, Namun takut untuk mengungkapkan, Entah itu takut pada Supri, Atau memang takut pada Salma..
Hanya saja, untuk postur tubuh, Asep memiliki perawakan jauh lebih kecil dari Supri, ketika Asep melihat Supri mendekat, Asep langsung membuat jarak pada Salma.
Hanya saja, dari cara Asep memandang Salma, membuat Supri tau, bahwa bukan Supri satu-satu nya orang yang punya rasa suka, kagum dan ingin memiliki pada gadis lugu nan ayu ini.
Keluguan Salma, tak hanya membuat Asep ataupun Supri tak berani mengungkapkan, tetapi mampu membuat orang menjadi nyaman dan bahagia saat berada di dekatnya.
**
"Kang, kang Supri enggak pengen pulang?" tanya Salma perlahan, takut-takut salah berucap.
Tatapan tajam Supri pun melayang di langit-langit kios, Supri diam sesaat lalu menjelaskan "Bukan enggak pengen, Sal. tapi belum tepat waktunya," jawab Supri.
"Kapan nunggu waktu yang tepat, kang?"
"Yah, nunggu akang sukses-lah Sal. Lagi pula kenapa tiba-tiba ngomongin rumah sih!" matanya menyipit, wajahnya menegang.
"Maaf kang, akang udah seperti abang Salma sendiri, ini sih sekedar masukan Salma ya kang. Kalau akang enggak pulang, gak minta restu ibu dan ayah. Rejeki pun enggak mau menghampiri akang lho." Tutur kata Salma yang santun menyejukan hati Supri.
"Aku juga rindu sama ibu, Sal. tapi bapak ngeliat aku penuh kebencian, jadi bikin aku males menginjakan kaki kerumah lagi."
"Jangan gitu, gak boleh begitu! rumah dan orang tua yang menyebalkan itu, sudah membesarkan akang dengan seluruh kasih sayang nya. yang harus nya berubah sih akang, belajar untuk mengerti apa yang di mauin sama ibu dan bapak dong."
"Akang hebat, Salma bangga sama akang, disini semua orang takut dan segan sama akang, tapi Salma sangat menyesali, akang enggak bisa mengalahkan ego." tatapan Salma dalam menembus ke dinding hati, membuat mata Supri mengeluarkan setitik linangan air dari pelupuk mata.
"Udah ah, Sal. akang mau nyari penumpang dulu." Supri memutus pembicaraan secara sepihak, Dan mengeluarkan dompet untuk membayar, "Berapa nih Sal?" obrolan ini membuat Supri salah tingkah, dan bertindak bodoh.
Padahal Supri tau harga bakso atau bakmi dagangan Salma, Namun ia bertanya seperti orang baru kenal.
"Udah kang, kan tadi akang antar ibu pulang, anggap aja ini bayar ongkos ya," jawab Salma, dengan manis ia tersenyum pada Supri.
"Makasih ya, Sal. yauda akang pergi dulu ahh.." Supri mengedipkan sebelah mata, dan membentuk lingkaran dengan ibu jari dan telunjuk yang menempel. Lalu Salma membalas dengan mengangkat ibu jari tinggi-tinggi seraya berucap "Okee kang, Semangat yaa!"
**
Mentari sudah menenggelamkan cahayanya perlahan, Salma pun sudah membereskan seluruh peralatan dagang, sudah mencuci dan merapihkan kios.
"Saat nya menutup kios, Lalala lalala," ia bergumam dan bersenandung saat melakukan penutupan kios.
**
Gadis itu pulang dengan setumpuk sisa semangat, Kakinya yang kuat berjalan bagai patriot tak kenal lelah, rambut yang tersanggul nyaris teruai, semrawut kusut.
Wajahnya basah berminyak bercampur dengan tetesan keringat, Tak membuatnya berlemas-lemas saat pulang, dan menampakan diri dirumah.
"Sore Pak, Bu," sapa Salma sumringah, saat masuk kedalam rumah.
Dan meletakan tas berisikan uang dagangan, di meja bapak, Serta plastik kresek besar berisikan sisa bakso dan bakmi mentah untuk masuk ke mesin pendingin.
Sedangkan bakso sisaan selalu di habiskan sendiri, atau di bagi pada tetangga.
Karna untuk dijual esok hari, Pak Rahman selalu memberikan Bakso baru, menjaga kualitas rasa bakso tetap maksimal.
"Rame enggak, Sal?" tanya Pak Rahman, berdiri di depan kompor masih memproduksi bakso.
"Lumayan, Pak." Salma duduk bersimpuh pada lantai.
"Ibu masih sakit? kok bukan istirahat, malah ngebantuin bapak, ngebuntel-buntel bakso?" tanya Salma memicingkan mata, melihat dengan tatapan tajam.
"Iya, ibu enggak terbiasa rebahan lama-lama, Bapak juga kan kasian, enggak ada yang bantu, Sal." jelas Bu Yani, yang mentah-mentah di tampik oleh Salma, "Ahh, aku juga dagang sendiri, kok enggak kasian sama aku? Ibu gitu deh!!" Salma mengerucutkan ujung bibir, dan mengerutkan dahi.
"Hahahaha, kan tadi kamu bilang, kamu bisa sendiri dan tidak seperti Salwa, ya jadi Ibu percaya sama kamu dong!" ujar bu Yani berbisik, disambut tawa oleh Pak Rahman.