Chereads / BEYOND MARVEL / Chapter 31 - Unexpected Love

Chapter 31 - Unexpected Love

Saat Enricko terlelap, dua orang datang dengan hoodie dan masker yang tertutup rapat hingga tak menampakkan rupa wajah mereka. Dua orang itu datang membawa makanan dan minuman lalu meletakkannya di meja samping Enricko, secarik kertas nampak di atas makanan tersebut dan bertuliskan,

'Semoga lekas sembuh :D'

Kedua orang itu pergi begitu saja.

DeLeon menatap kearah Marseille. Marseille yang tengah berfikir kini menatap Watcher.

"Percepat waktunya."

Ruangan yang tadinya cerah oleh sinar mentari kini berganti dengan langit senja. Enricko masih terlelap disana, hingga bunyi kunci yang tertutup membangunkan Enricko dari tidurnya.

Ia bangun dengan badan yang penuh memar dan terasa sakit. Kemudian ia menengok ke sebelahnya mendapati sekotak makanan yang entah ditujukan untuk siapa. Ia yang terasa lapar dan sadar kalau sekolah telah ditutup kini mengambil makanan tersebut dan berusaha keluar dari ruang UKS.

Ia dobrak ruang UKS sampai pintu tersebut rusak. Ia berlari ke arah kelasnya dan mendapati kelasnya telah dikunci. Ia bingung, matahari sudah tidak menampakkan wujudnya dan ia masih disana terduduk mencoba berfikir bagaimana ia bisa mengambil tas nya yang tertinggal. Seorang penjaga kebersihan yang ada disana lewat begitu saja di sebelah Enricko.

"Paman! Tunggu!"

Sang paman kebersihan menoleh, lalu wajahnya menjadi ketus saat yang ia lihat adalah Enricko.

"Mau apa kau? Kelas sudah bubar. Pulanglah."

"Tas saya tertinggal di dalam kelas, dimana saya bisa menemukan kunci kelas?"

Paman itu langsung melemparkan kunci tepat ke wajah Enricko.

"Ambil sendiri barangmu."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Ma.. pa.. hari ini Enricko dipukuli lagi oleh Billy." Ucap Enricko pada dua buah foto yang merupakan kedua orang tua Enricko. Enricko berada di sebuah apartemen lusuh di ujung kota. Ia tengah duduk bersila di ruang tamu dengan pencahayaan rembulan malam. Ia dari tadi belum mengganti bajunya. Ia hanya menatap kosong kedua foto ayah dan ibunya.

"Enricko nggak tahu salah Enricko apa..."

"Kenapa orang-orang mengasingkan Enricko hanya karena Enricko berbeda??"

"Apakah ayah ibu dapat perlakuan seperti ini juga saat masih hidup?"

Enricko bangun dari duduknya dan mengambil sebuah botol obat serta sebuah bong. Ia mengambil dua butir obat tersebut dan meminumnya. Dalam keadaan remang-remang bisa mereka lihat Enricko terkapar karena ngefly akibat obat dan isapan ganja.

"Seandainya kalian nggak mati karena dibunuh, Enricko nggak bakalan kayak begini..."

"Wait- dia bilang apa?!" DeLeon menyerngitkan dahi.

Lalu waktu beralih menjadi pagi. Enricko yang habis merenung malamnya kini tertidur di sofa. Namun sesuatu telah menggedor-gedor pintunya.

"BUKA WOY! MANA SARAPAN GUE!" Terdengar suara Billy yang sudah mengetuk pintu di depan apartemen Enricko. Karena Enricko tak kunjung bangun dihempaskannya lah pintu itu hingga hancur.

Billy melihat Enricko yang masih belum sadar dengan bong ganja di telapak tangannya

*Snap!*

Billy menjepret pemandangan mengenaskan tersebut tanpa Enricko sadari. Lalu Billy pergi dengan membawa seplastik makanan yang ada di meja Enricko dengan bertuliskan,

'Jangan Lupa Makan :D'

Beberapa jam setelah Billy pergi, Enricko baru bisa membuka matanya. Ia terkejud melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Ia terlambat sekolah.

Dengan cepat ia meloncat dari tangga dan berlari menuju sekolah.

Suasana berganti menuju kelas, Enricko yang telat dihukum oleh sang guru merangkum buku di perpustakaan. Ia baru merangkun 2 halaman rasanya sudah sangat pegal. Karena ia belum sarapan dari tadi pagi, perutnya bergejolak ria membuat Enricko tak nyaman.

Sebuah tangan terulur padanya memberikan sebungkus roti. Nampak wanita blonde dengan iris caramel mengamatinya sembari duduk berseberangan dengan Enricko.

"Thomasin?"

"Lo udah makan belum? Gue bawain roti. Soalnya jam makan siang sudah lewat."

Enricko menerima rotinya dengan wajah tersipu.

"Ma-ma-makasih.."

Thomasin tertawa dan mencubit pipi kanan Enricko, "Lo lucu banget sih!"

Tangan yang tadinya mencubit pipinya kini mengelus wajah tersebut. "Badan lo luka-luka, mau gue obatin?"

"Nggak usah repot-repot!"

Thomasin menggelengkan kepalanya. Ia menyeret Enricko ke UKS.

Sesampainya di UKS, Thomasin memberikan beberapa perban di tubuhnya sembari bersenandung ria, Enricko jadi gelagapan karena jarak mereka sangatlah dekat sekarang.

"Anu.. lo nggak sama yang lain?" Tanya Enricko penasaran.

Thomasin menghela nafas sembari berucap,"gue sebenernya nggak begitu suka sama mereka.. jadi kalau ada sela waktu gue-" Thomasin tersenyap tanpa meneruskan kalimatnya.

"lo?"

"Gue.. ngasih bekal ke lo.."

Iris Enricko melebar. Demi apa? Thomasin.. gadis geng 4Kings bela-belain sembunyi untuk membawakan makanan untuknya. Enricko makin tersipu saat melihat semburat yang sama terlihat di wajah Thomasin.

"Enricko.. gue sebenernya suka sama-"

"Lo di sini ternyata."

Rigel menyilangkan tangan di hadapan mereka. Thomasin yang melihat Rigel menatapnya tajam.

"Kenapa emang? Suka-suka gue ada di mana."

"Lo itu bagian dari geng kita Thomasin, kenapa lo malah sama si jelek ini?"

"Biarin Thomasin, lo nggak berhak ngatur dia." Ujar Enricko.

*BUKKK!!*

"Enricko!!!"

Enricko terkapar di lantai perpustakaan. Darah mulai mengucur dari hidungnya. Thomasin yang melihat itu langsung mengepalkan tangannya.

*WOOSHH!!*

*BRAKK!!*

Rigel terlempar begitu saja di rak buku perpustakaan. Rak tersebut sampai hancur yang membuat seisi perpustakaan jadi ricuh. Penjaga perpustakaan berjalan kearah mereka.

"Keluar kalian dari sini. Sekarang juga!"