Keisha memandang ke sekitar lagi, ia terkejut dengan adanya kehadiran Shintya, seorang gadis asing di matanya. "Dia siapa?" tanya Keisha seraya menunjuk dan menatap Shintya dengan samar-samar.
"Dia?!" ucapan Marvin terpotong oleh Revan.
"Menurut lo dia siapa?" tanya Revan seraya menatap Keisha.
Shintya menyadari semuanya, ia tersenyum seraya mengulurkan tangan ke arah Keisha. "Gue Shintya."
Keisha tidak mengubris sedikit pun uluran tangan dari Shintya itu. Matanya beralih menatap Marvin dan Revan secara bergantian, bermaksud meminta penjelasan.
Revan membalas tatapan adik kesayangannya itu. Kemudian, mendekat dan memegangi tangan adiknya. "Gue juga gak tahu dia siapa!" jawab Revan seraya menatap Shintya sekilas. "Mungkin selingkuhannya Marvin!" lanjut Revan dengan sinis seraya menatap Marvin tajam.
Marvin yang berada di dekat Keisha, menoleh dan membalas tatapan Revan dengan tajam. Kemudian, beralih menatap sang kekasih. "Semuanya bisa aku jelasin, Sayang," jawab Marvin dengan lembut.
Keisha menatap Marvin, ia berusaha untuk duduk seraya memegangi kepalanya yang masih terasa pusing. Dengan sigap Marvin, Revan, dan Shintya membantu Keisha. "Sekarang jelaskan dengan gue dia siapa?!" tanya Keisha seraya menatap Shintya sekilas.
"Namanya Shintya, tadi dia nolong gue membawa lo untuk sampai ke rumah. Karena, waktu lo pingsan tadi tiba-tiba ponsel gue lowbat dan jalanan sangat sepi. Kebetulan hanya ada dia dan ayahnya yang lewat. Jadi, gue meminta bantuan dia untuk memegangi lo di atas motor," jelas Marvin seraya tersenyum kepada Keisha.
"Jangan percaya! Bisa saja kan itu cewek selingkuhannya Marvin!" celetuk Revan. "Lagian, kok lo bisa pingsan sih? Semua ini pasti gara-gara Marvin kan?" lanjut Revan lagi seraya menatap Keisha.
Keisha menghela napas. "Kakak jangan bicara gitu dong dengan Marvin. Gue tadi memang pingsan gara-gara Yuda, tadi tiba-tiba Yuda menghadang gue dan Marvin dan akhirnya membuat gue seperti ini. Marvin itu sudah nolongin gue. Seharusnya kakak berterima kasih dengan Marvin," jawab Keisha seraya menatap Revan.
Revan menatap Marvin masih dengan pandangan tidak suka. Sedangkan, Marvin menatap Revan dengan tersenyum meremehkan karena sudah mendapat pembelaan dari Keisha.
"Btw, dia siapa sih? Kok bisa lewat di jalanan itu kan padahal di sana sepi?" tanya Keisha dengan datar.
"Dia penjual bakso keliling dengan ayahnya!" jawab Marvin seraya tersenyum.
"Whats?!" teriak Keisha. Kemudian, ia menatap Shintya dengan tatapan jijik. "Dia hanya penjual bakso keliling? Bearti tadi kan dia pegang-pegang gue! Nanti, kulit gue malah iritasi kayak merah-merah gitu!" Keisha memegangi tangannya dengan panik.
Shintya menatap Keisha dengan tajam, ia menghela napas. "Gue memang hanya penjual bakso keliling tetapi gue juga tahu tentang bagaimana cara menjaga kebersihan!"
"Itu sih gue bodoh amat. Itu semua urusan lo, gue juga gak peduli! Yang gue peduliin sekarang hanyalah nasib kulit gue yang sudah dipegang oleh lo!" jawab Keisha dengan sinis.
Shintya menghela napas, ia mengatur emosinya untuk lebih bersabar. Kemudian, ia beralih menatap Marvin. "Gue cuma mau nolongin lo karena kasihan melihat kekasih lo yang tergelatak di jalanan. Namun, ternyata kekasih lo itu orangnya tidak tahu berterima kasih dan malah sibuk merendahkan orang. Tolong ajarin lagi kekasih lo tentang caranya berterima kasih dan menghargai orang!" ucap Shintya kemudian berlalu tanpa pamit dari rumah Keisha.
Keisha menatap kepergian Shintya dengan tersenyum. "Hush! Hush! Pergi sana!"
Marvin terdiam setelah mendengar semua ucapan Shintya barusan. Ia hanya bisa menatap kepergian Shintya tanpa berniat ingin mengejarnya sedikit pun.
Revan yang masih berada di tempat menyaksikan semuanya. Ia langsung mengejar Shintya.
Keisha menatap Marvin yang masih terdiam seperti patung. "Sayang, sini dong!" pinta Keisha dengan manja.
Marvin tersadar dari lamunannya. Ia segera mendekati Keisha. "Iya, Sayang. Ada apa?"
"Kepala gue masih sedikit pusing nih. Tolong dong kamu pijitin kepala gue sebentar!" perintah Keisha dengan manja.
"Iya, Sayang," jawab Marvin tersenyum seraya memijit kepala Keisha.
Keisha tersenyum karena mendapatkan perhatian yang sangat besar dari sang idola sekolah, Marvin. Ia bangga bisa mendapatkan Marvin karena banyak sekali para gadis di sekolahnya yang ingin mendapati posisi Keisha ini. Tiba-tiba ia menaikkan salah satu alisnya melihat wajah Marvin yang penuh dengan lebam dan membiru. "Kenapa wajah lo, Sayang?"
Marvin menghentikan aktivitasnya memijit kepala Keisha. Ia memegangi pipinya. "Ini tadi gara-gara Revan, Sayang. Kakak lo pikir, gue sudah berbuat yang jahat gitu ke lo sampai membuat lo pingsan!"
Keisha memegangin pipi Marvin dengan lembut. "Jadi, ini semua gara-gara Kak Revan bukan Yuda?!"
Marvin tersenyum. "Kalau dengan Yuda sih, gue menang. Gak ada sedikit pun memar di wajah gue."
"Yaudah, Sayang gue obati dulu ya!" jawab Keisha seraya mau beranjak mau mengambil P3k.
Marvin dengan cepat menahan keinginan Keisha. "Gak perlu, Sayang. Gue juga sudah gak apa-apa kok. Lebih baik lo istirahat saja dulu agar keadaannya bisa lebih cepat membaik."
Keisha mengurungkan niatnya. "Makasih, Sayang sudah pengertian banget dengan gue!" ucap Keisha seraya tersenyum.
"Sama-sama, Sayang. Sayang, gue izin pulang dulu ya soalnya sekarang sudah malam nih nanti malah dicari oleh nyokap!" pamit Marvin dengan lembut.
"Iya, Sayang gak apa-apa kok. Lagian, gue juga sudah lumayan enakan sih," jawab Keisha seraya tersenyum.
"Sayang di rumah hati-hati ya dan langsung istirahat lagi!" saran Marvin dengan lembut.
"Pasti itu, Sayang," jawab Keisha seraya mengantarkan Alvin sampai ke depan rumahnya.
***
"Sini, biar gue anterin lo pulang!" ucap Revan dari atas motor. Ia mengikuti seorang gadis yang sedang berjalan kaki di sampingnya.
"Gak perlu! Gue bisa pulang sendiri!" jawab Shintya dengan sewot.
"Sekarang sudah malam loh! Gak baik anak gadis pulang malam-malam sendirian," jawab Revan dengan lembut.
"Biarin! Apa pedulinya lo dengan gue!" jawab Shintya seraya masih terus berjalan kaki.
"Iya, gue peduli dengan lo. Karena, lo sudah bantuin adik gue tadi!" ucap Revan lagi.
"Hanya karena itu?" tanya Shintya yang tiba-tiba berhenti berjalan dan menatap Revan.
Revan berusaha mengendalikan motornya karena tiba-tiba mengerem mendadak. "Iya. Memangnya mau karena apa lagi?" tanya Revan datar. "Eh, lo mau minta yang lebih ya? Jangan mikir kalau gue suka dengan lo gitu!" lanjut Revan seraya meremehkan.
Shintya menghela napas. "Ternyata, lo dan adik lo sama saja ya. Sama-sama sering merendahkan orang lain!" jawab Shintya seraya menatap Revan dengan tajam.
Revan mengernyitkan keningnya. "Maksudnya lo apaan sih? Gue gak paham sama sekali!"
"Sudah! Kalau lo gak paham, gak perlu di bahas lagi!" jawab Shintya. Kemudian, memulai melangkahkan kaki kembali.
"Eh, tunggu!" teriak Revan dan kembali mengejar Shintya. "Gue cuma mau berterima kasih dengan lo. Karena, tadi lo udah bantuin adik gue. Ya, jadi gue harus bertanggung jawab atas keselamatan lo, apalagi ini sudah malam!" lanjut Revan yang sudah berada di samping Shintya kembali.
Shintya tetap diam saja dan terus melangkahkan kakinya.
"Sekarang gue mau tanya dengan lo. Lo mau ikut gue atau gue tinggal sekarang?" tanya Revan yang sepertinya sudah mulai kesal.
Next?