Entah apa yang dilakukan Bu Bidan, tapi aku merasakan kalau anakku sudah keluar.
Aku ingin bangun untuk melihat anakku, namun tubuhku terasa sangat lemas.
Tak berselang lama, suara tangis anakku menggetarkan seisi ruangan, karena suara tangisnya yang sangat kuat.
Setelah itu Bu Bidan menengkurapkan anakku di atas dadaku dan menyuruhku untuk menyusuinya.
Bayi mungilku menyusu dengan sangat kencang, membuatku terasa geli dan tertawa sendiri, karena ini baru pertama kalinya aku menyusui seorang bayi.
"Selamat ya, Mbak Amaira. Bayinya laki - laki." Ucap Bu Bidan memberiku selamat.
"Terima kasih, Bu Bidan." Jawabku dengan senyum mengembang, tapi senyum itu kembali sirna saat aku mengingat Arkan yang tidak ada di sampingku saat ini.
Aku mengelus pucuk kepala anakku, merasa sangat kasihan dengannya karena tidak bisa bertemu dengan Papanya.
Anakku benar - benar sangat mirip dengan Arkan. Hidung mancung, wajah tirus, bibir belah tengah, semuanya punya Arkan.