Flashback off.
Setelah kejadian itu aku dan Desi bermusuhan. Hingga membuatku selalu dapat masalah saat di sekolah, dan akhirnya dikeluarin dari sekolah.
Kenapa Dini ikut-ikutan sih, harusnya hanya aku yang dikeluarin dari sekolah. Ini masalahku dengan Desi, tapi Dini malah ikut terlibat didalamnya.
Aku kasihan sama Dini, untung Desi mau mencabut tuntutannya agar tak memperbesar masalah. Kalau enggak, pasti Dini ikut terseret kedalam masalahku. Dini emang benar-benar bestfriend forever.
"Ra, gue ketoilet dulu ya." Pamit Dini yang membuatku tersadar dari lamunan, aku hanya menanggapinya dengan anggukan.
Sekilas dilihat Ferdi ternyata tampan juga ya.
Padahal udah beruntung banget loh bedak tebal bisa mendapatkan Ferdi yang cool begini. Tapi masih aja ganjen sama calon suami aku. *ngarep hihi
Setelah kepergian Dini, aku hanya mengobrol berdua dengan Ferdi. Karena kantin juga lagi sepi. Entah pada kemana penghuninya.
Dari jauh kulihat Arkan berjalan ingin menuju kantin. Saat dia melihatku tiba-tiba langkah kakinya berhenti dan berbalik arah.
Aku berlari mengejarnya.
"Pak Arkan.. Pak... tunggu." Aku berjalan beriringan dengannya. "Pak Arkan tadi kayaknya mau ke kantin. Kenapa malah balik?" Tanyaku.
"Nggak jadi." Jawabnya datar.
"Kenapa?" Lagi-lagi kubertanya.
"Takut ganggu orang pacaran." Jawabnya cuek sambil mempercepat langkahnya.
Kuikuti dengan sedikit berlari. Hingga aku mendahuluinya dan berjalan mundur didepannya. Jadi kita saling pandang sambil berjalan.
"Ciiee.. Pak Arkan cemburu ya?" Kukedipkan sebelah mata untuk menggodanya.
Dia hanya diam tanpa menanggapi ucapanku. Kuhentikan langkahku dan Arkan pun ikut berhenti.
"Ayok ke kantin. Pak Arkan pasti lapar kan?" Tanyaku dengan senyum.
"Iya tadi. Tapi sekarang sudah kenyang." Ucapnya sambil kembali berjalan dan meninggalkanku. Lagi-lagi aku mengejarnya dan berjalan mundur didepannya. Bisa bebas melihat wajah Arkan kalau kayak gini. Tiba-tiba ide muncul dalam fikiran.
Sengaja kupercepat langkahku kebelakang hingga akhirnya...
"Aaoooo"
Yeeessss berhasil.
Arkan menangkap tubuhku saat aku hampir terjungkal kebelakang. Padahal cuma pura-pura.
Hhmmmm. Aroma tubuhnya begitu harum. Aku sangat nyaman dalam pelukan Arkan. Pertahankan Arkan, jangan melepas pelukanmu.
"Pak Arkan sama Amaira ngapain?"
Bugghhhh.
"Aoooo"
Jatuh beneran ini, nggak dibuat-buat. Aku mendongak keatas sambil memegangi pinggangku yang terasa sakit.
Si Bella berdiri disamping Arkan dengan menutup mulutnya.
Dasar bedak tebal, ganggu orang aja.
"Kamu nggakpapa? Maaf ya aku nggak sengaja." Tanya Arkan merasa bersalah sambil berusaha membantuku.
"Jangan pegang-pegang, aku bisa sendiri." Aku berdiri dan berjalan sambil memegangi pinggangku.
Aku duduk dibangkuku sambil sesekali meringis karena menahan sakit.
Nyebelin banget sih tu Bella, Arkan juga. Isshhhh semua nyebelin.
Tiba-tiba Dini datang sambil marah-marah.
"Ra, lo kenapa ninggalin gue. Tega banget sih lo." Ucapnya.
Aku tak merespon.
"Ra, lo kenapa?" Tanya Dini dengan kawatir.
"Pinggang gue sakit Din. Gue habis jatuh." Ucapku lemah.
"Kok bisa? Emg lo jatuh dimana?" Tanya Dini lagi.
"Awalnya gue jatuh dipelukan Arkan, rasanya nyaman banget. Tapi setelah itu gue jatuh dilantai, rasanya sakit banget, Din."
"Sukurin, lagian ngapain sih lo masih ngejar-ngejar Arkan. Udah tau Nenek lo nggak setuju." Ucap Dini sambil duduk dibangkunya.
"Terserah, emang gue pikirin. Yang gue pikirin sekarang tu gimana caranya ngilangin rasa sakit dipinggang gue." Ucapku lantang.
Aku udah terlanjur jatuh cinta sama Arkan, setelah Irfan dulu.
Rasanya aku nggak bisa jika harus melupakan Arkan.
***bel pulang sekolah berbunyi***
Aku dan Dini berjalan beriringan menuju parkiran.
Di parkiran aku melihat Arkan sama Bella sedang berdua di pojok parkiran disebelah toilet pria.
Ngapain mereka berduaan disana? Expresi wajah mereka seperti maling ketangkap basah. Emang apa yang mereka perbuat? Mencurigakan.
Tak peduli dengan keberadaan mereka, aku dan Dini sengaja melewatinya dengan terus memandang kearah Arkan.
Kulihat dari jauh Arkan meninggalkan Bella dengan terburu-buru. Sedangkan Bella berusaha mengejar Arkan, tapi tak dipedulikan oleh Arkan. Sebenarnya apa yang terjadi diantara mereka.
Arkan.. kenapa kamu begitu misterius?
Sampai rumah aku melihat Nenek sedang duduk di teras rumah. Mungkin Nenek sengaja menungguku. Setelah turun dari motor, aku ikut duduk disebelah Nenek, sedangkan Dini masuk duluan. Tak berselang lama, Arkan pun tiba di kosannya. Nenek gegas berdiri dan masuk kedalam rumah. Seperti sengaja menghindari Arkan. Sebenarnya ada apa antara Arkan dengan Nenek?
Kulangkahkan kakiku menuju kamar, ganti baju, dan merebahkan tubuhku diatas kasur. Tak berselang lama aku pun tertidur.
****
Entah aku tidur sudah berapa jam. Hingga terdengar ketukan pintu dari luar.
Males bangun rasanya.
Ceklek pintu kamar kubuka perlahan.
"Ada apa Nek?" Tanyaku pada Nenek yang berdiri didepan pintu kamarku.
"Cepat mandi, habis itu makan." Ucap Nenek dingin.
Nggak biasanya Nenek bersikap dingin seperti ini.
"Tapi Amaira nggak lapar Nek. Amaira tadi sudah makan di kantin sekolah." Ucapku sambil sesekali menguap karena ngantuk.
"Itu makan siang, sekarang makan malam. Buruan mandi, setelah itu keluar makan. Nenek tunggu, jangan cari alasan apapun untuk pergi berdua dengan Arkan. Dia itu buaya darat." Ucapan Nenek membuatku melototkan mata. Nenek melenggang pergi tanpa menghiraukanku yang mematung ditempat. Aku nggak percaya dengan ucapan Nenek.
Masa iya Arkan seperti itu? Aku nggak percaya jika Arkan seperti itu. Dia sama cewek aja begitu dingin, mana mungkin bisa jadi buaya darat.
Nenek lucu deh, mana ada cowok cuek dan jutek gitu banyak ceweknya.
Selesai mandi aku segera keluar kamar menuju dapur untuk makan malam. Takut jika Nenek semakin marah kalau nggak menuruti perkataannya.
Nenek itu sebenarnya sangat baik, tapi kalau sudah marah dia bisa ngamuk seperti orang kesurupan. Hihi dasar Nenek.
"Dini sudah makan Nek?" Tanyaku pada Nenek yang masih setia menungguku untuk makan.
"Sudah, habis makan langsung kembali kedalam kamar." Jawab Nenek datar.
"Nenek juga sudah makan?" Tanyaku lagi sambil menyendok nasi kutaroh keatas piring.
"Sudah." Jawabnya cuek.
Buset jawabnya satu kata doang. Hemat kata kali ya.
"Kenapa Nenek nggak istirahat?" Tanyaku sambil mengunyah makanan.
"Sengaja nungguin kamu disini agar nggak keluar lagi sama si Arkan." Jawab Nenek judes.
"Nenek kenapa sih kayak benci banget sama Arkan, padahal kemarin-kemarin Nenek antusias banget nyeritain tentang Arkan didepan Papa. Amaira kira Nenek bakal jodohin Amaira dengan Arkan, ehhh ternyata..." belum sempat kulanjutkan ucapanku, aku melihat Nenek melototkan matanya.
Langsung kincep deh jadinya.
Segera kulanjutkan makanku sambil menunduk. Karena takut menatap expresi wajah Nenek yang menakutkan.
Setelah makananku habis, aku pamit pada Nenek untuk kembali kedalam kamar dan lanjut tidur.
Kubaringkan tubuhku diatas ranjang sambil bermain handpone.
Kira-kira Arkan sekarang lagi ngapain ya?
Lagi-lagi fikiranku hanya dipenuhi oleh pesona Arkan, Guru muda yang begitu tampan dan mempesona.