Chereads / Ice Cream Windy / Chapter 15 - Bujukkan

Chapter 15 - Bujukkan

Sekarang waktunya untuk beraksi menjalankan idenya Sharla. Kuhampiri Joanna dan Jesselyn yang sedang becermin di bangkunya. Kemudian aku duduk di depan mereka. Jesselyn mengernyitkan dahi melihatku menghampiri mereka.

"Hai kembar. Apa yang sedang kalian lakukan?" tanyaku mencoba bersikap ramah.

Joanna dan Jesselyn saling menatap saat melihatku menyapa mereka dengan ramah. Wajar saja jika mereka keheranan, sikapku agak berbeda dari biasanya. Joanna meletakkan punggung tangannya ke jidatku seperti sedang mengecek suhu tubuhku.

"Kukira kau sedang tidak sehat," ucap Joanna yang kubalas dengan senyuman.

"Camping, yuk," ajakku.

"Hah?" Joanna dan Jesselyn makin menatapku aneh.

"Aku ingin mengajak kalian. Aku juga akan mengajak Lusi dan Amber," ucapku.

Tiba-tiba Alex datang dan duduk di sampingku. Jangan bilang kalau Alex ingin ikut bersama kami. Hidupku tidak akan tenang jika Alex sampai ikut. Niatku untuk memantau dua anak kembar itu akan terganggu. Alex akan selalu menjahiliku setiap saat.

"Skuyyy…" Alex bersemangat.

Aku memutar bola mata dengan malas. Sudah kuduga kalau Alex akan ikut. Mengapa cobaan harus datang secepat ini? Ini juga salahku. Aku terlalu terburu-buru hingga tidak mempertimbangkan yang lainnya.

"Sharla keluarkan seluruh kekuatanmu untuk menahan Alex," batinku sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa? Kesurupan?" tanya Alex yang membuatku ingin menangis saja.

"Aku sudah cukup lelah dengan semua ejekan kalian, karena itu aku ingin mencoba hal baru dengan kalian. Mau ya," ucapku dengan penuh harap.

Joanna membisikkan sesuatu pada Jesselyn. Di sini aku hanya bisa menunggu keputusan mereka. Semoga keberadaan Alex tidak memengaruhi mereka. Alex menunjukka ponselnya padaku. Senyuman langsung terukir di bibirku saat mengetahui jumlah tayangan videoku di youtube Alex. Aku tidak menyangka jika mendapat perhatian sebesar ini. Lima puluh ribu tayangan bukanlah jumlah yang sedikit untuk orang yang sedang merintis karier sepertiku. Kukira Alex hanya youtuber abal-abal yang memiliki jumlah subscriber sedikit, tetapi ternyata lumayan juga.

"Ajak aku ya," ucap Alex sambil mengerlingkan mata.

Aku spontan menjauhkan tubuhku. Ujung-ujungnya juga minta diajak. Bukannya tidak mau balas budi pada Alex, tetapi aku punya misi tersendiri. Lagipula di dalam hati aku sudah berterima kasih padanya. Aku juga berencana ingin mentraktir Alex makan sebagai tanda terima kasihku.

"Kenapa? Kok gitu?" Alex terlihat tidak senang dengan reaksiku.

"Lain kali aja ya. Aku traktir bakso gimana?"

"Aku mengunggah videomu tanpa prokrastinasi, kenapa kau bersikap prokrastinasi padaku?" tanya Alex yang tidak terima.

Teman-teman Alex baru saja datang. Rasanya aku ingin menghilang sekarang juga. Mengapa mereka harus datang di saat yang tidak tepat. Aku butuh ketenangan dan usaha untuk merayu Joanna dan Jesselyn. Jangan sampai mereka mau ikut juga seperti Alex.

"Windy selamat untuk kemenanganmu," ucap Jay menjabat tanganku.

"Sama-sama, Jay. Tumben ke sini," ucapku.

"Akhir-akhir ini kau jarang gabung sama kita. Ke mana aja?" tanya Jay.

Teman-teman Alex memang temanku juga. Karena itu Jay merasa heran karena akhir-akhir ini aku jarang berkumpul dengan mereka. Mungkin karena aku sibuk memperisapkan lomba dan Sharla. Lama-lama kangen juga ingin main basket dengan Jay. Seseorang muncul dari balik tubuh berotot Jay. Sebelumnya aku tidak mengenalnya sama sekali. Bahkan aku baru tahu kalau Jay memiliki teman sepertinya.

"Siapa dia?" tanyaku melirik ke arah orang itu.

"Oh, dia Noah. Murid pindahan," jawab Jay.

Aku hanya mengangguk-angguk melihat ke arah Noah. Nambah teman baru nih. Kalau dilihat-lihat, Noah tidak menyebalkan seperti Alex. Namun siapa yang tahu kalau ternyata Noah juga menyebalkan. Kesan di pertemuan pertama bagus juga. Tiba-tiba Jay melemparkan bola basket ke arahku. Untung saja aku sigap menangkapnya.

"Keluar, yuk," ajak Jay.

Aku pasrah mengikuti Jay ke lapangan basket. Alex langsung berubah sumringah setelah ada Jay di sini. Anggap saja Jay sudah menyelamatkanku dari pertanyaan Alex.

"Lemparkan bolanya, Windy!"

Kulemparkan bolanya ke arah Jay. Permainan pun dimulai. Seperti biasa, aku satu-satunya perempuan yang ada di sini. Semua orang sudah biasa dengan pemandangan ini. Meski begitu, aku tidak seterkenal Jay, padahal dulu aku sering main basket dengannya. Dengan mengandalkan kemampuanku, aku berusaha merebut bolanya dari lawan. Namun saathendak merebut bolanya dari Noah, kakiku tersandung dan membuatku terjatuh. Sial, lututku berdarah. Noah mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. Noah kemudian memapahku ke pinggir lapangan dan menyuruhku duduk.

"Kenapa jatuh?" tanya Alex dengan berkacak pinggang.

"Kenapa? Ya jatuhlah. Jatuh kok kenapa," ucapku sedikit ngegas.

Alex justru tertawa melihatku yang terlihat kesakitan. Untung saja aku masih memiliki hati, kalau tidak sepatuku sudah melayang ke arahnya.

"Aw…"

Jay mengguyurkan air ke lukaku supaya bersih. Kemudian Jay menyerahkan obat merah dan perban luka padaku. Tanpa menunggu lama, kuteteskan obat merahnya ke lukaku, kemudian kutempelkan perbannya. Masih sedikit perih, tetapi akan membaik nantinya.

"Kelamaan nggak main basket jadi gini, deh," ucap Jay.

"Sorry," ucapku.

"Dia sibuk. Sibuk bikin vlog. Ha ha ha…" Alex tertawa puas.

"Setiap hari kalian seperti kucing dan tikus. Kenapa nggak pacaran aja sih," ucap Jay yang membuatku langsung merinding.

"Amit-amit. Jangan sampai," ucapku bergidik ngeri.

"Enggak dulu," ucap Alex.

Setelah dari lapangan aku mencari Joanna dan Jesselyn. Aku sudah was-was kalau usahaku gagal. Biasanya mereka ada di kantin. Benar saja, mereka sedang mengobrol dengan Anne. Apa? Anne? Tumben sekali mereka mengajak Anne. Jangan sampai deh Anne terkena pengaruh buruk mereka.

"Ngapain kau di sini?" tanyaku pada Anne.

"Jesselyn mengajakku," jawab Anne.

Saat ini aku tidak boleh marah. Justru aku harus bersikap lemah lembut untuk menarik perhatian dua anak kembar itu. Demi sebuah misi akan kulakukan segala cara untuk membuatnya berhasil.

"Gimana sama yang tadi? Kalian setuju, kan? Setuju dong."

"Enggak. Camping itu menyusahkan. Lagipula kenapa harus kita?" Jesselyn masih ragu.

"Ya karena kalian targetku," batinku gemas.

"Anne, Lusi dan Amber juga akan ikut. Mereka pasti akan setuju. Mau ya, biar rame," ajakku.

Selama beberapa menit aku terus bernegosiasi dengan mereka. Aku tidak tahu kalau baik Joanna maupun Jesselyn tidak suka camping. Sebenarnya kalau tidak terpaksa aku juga tidak mau. Kasurku sangat empuk dan aku tidak rela meninggalkannya. Namun aku terus menjelaskan bahwa niatku tulus, tulus ingin memantau maksudnya.

"Mau ya," bujukku sekali lagi.

Aku melirik ke arah Anne untuk mau membantuku membujuk mereka. Anne terlihat masih bingung karena aku belum memberitahunya secara pribadi.

"Cuma satu hari kok," ucap Anne.

"Emang kita mau camping ke mana?" tanya Joanna.

Kami akan berkemah ke suatu tempat yang nyaman. Seperti itulah bayanganku. Untuk yang lainnya biarkan Sharla yang mengatur semuanya. Intinya, hanya akan ada kami di sana. Anggap saja sekalian liburan untukku.