Chereads / The Real Husband(?) / Chapter 2 - Gelandangan

Chapter 2 - Gelandangan

Gedung-gedung tinggi berjejer rapi seolah hendak memenjarakanku. Orang-orang yang lalu lalang serasa hendak mengejek. Aku berjalan linglung tak tahu arah. Hanya mengandalkan langkah kakiku.

"Gue dimana? Sudah dua jam gue jalan dari tadi. Tapi hilal belum juga terlihat." Aku meratapi nasib sialku. Kakiku mulai tidak karu-karuan. Meskipun aku sudah terbiasa sebelumnya jalan dan menjalani militer dari Sekretaris Robert. Tapi ini tetap saja berbeda. Aku lapar setengah mati.

"Pak tua." Aku meratap-ratap memanggil kakekku itu. Aku merasa seperti kualat karena tak pernah bersahabat dengannya.

"Aku berada di kota asing di tengah keterasingan." Ucapan ku mulai ngawur. "Andai saja ada pangeran berkuda hitam yang datang menyelamatkan."

"Kok berkuda hitam ya? Biasanya kan kalau di cerita-cerita pasti pangeran berkuda putih."

"Ah, sudah lah. Kok jadi debatin kuda hitam sama kuda putih sih. Jangan ngayal lagi, Na!" Aku merutuk diri sendiri.

"Mana perut gue lapar lagi. Hua .. Gini amat sih nasib." Aku memegangi perut yang keroncongan seraya menatapinya dengan tatapan merana.

"Sepertinya gue harus duduk dulu. Berjalan hanya akan menguras energi." Aku segera menuju ke bangku taman terdekat.Aku berbaring dan tanpa sadar tertidur karena kelelahan.

***

Seperti biasa aku selalu menyempatkan diri untuk olahraga malam. Setelah beberapa kali putaran aku baru sadar jika ada orang yang tidur di taman di tengah cuaca dingin seperti ini. Saat aku mendekat, aku baru sadar sepertinya sosok itu adalah sosok yang aku kenal.

"Itu bukannya laki-laki yang di bandara tadi?"

"Ngapain dia tidur di sini saat udara dingin begini." Aku pun mendekat. Dia tampaknya tertidur. Aku segera membuka jaket yang memang selalu aku ikat di pinggang jika tengah berlari dan kemudian menyelimutinya. Kasihan juga kalau sampai dia mati kedinginan di sini.

"Aku hanya peduli kepadanya sebagai sesama manusia." Akupun meninggalkan taman menuju apartemen. Sepanjang perjalanan aku masih mengingat laki-laki tadi. Apa dia benar-benar laki-laki, ya? Kok kalau diperhatikan dari dekat dia seperti perempuan ya? Ah, sudahlah. Ngapain juga aku pikirin.

***

Aku bangun keesokan harinya dengan tenang. Setelah mengeliat sana sini aku pun berdiri menuju toilet taman untuk membersihkan diri. Tak terasa sudah seminggu aku di jalanan.

"Ternyata tinggal di jalanan tak seburuk itu. Aku bisa bebas untuk bangun dan tidur kapanpun aku mau. Asal tak ketahuan penjaga taman saja ataupun orang-orang yang tak menyukai gelandangan seperti kami."

"Keuntungan lain saat aku menjadi gelandangan adalah aku tak perlu mandi. Tak perlu kawatir ada orang yang protes jika aku tak mandi, karena dari awal orang-orang sudah menjauh terlebih dahulu." Aku terus mengoceh sendiri. Sekarang aku tengah berada di pelataran taman dekat sebuah gedung perkantoran.

Cho yang lewat di depan gedung kaget melihat Hana yang berbicara sendiri dari tadi. "Jangan-jangan laki-laki itu benaran gila." Cho bergedik ngeri sendiri karena dia sudah beberapa kali bertemu dengan Hana.

"JAMBREEET." Tiba-tiba ada wanita yang berteriak dari arah lain. Seorang laki-laki berlari sambil membawa tas ke arah Hana. Orang-orang mulai berkerumun dan mencoba menghadang jambret itu. Hana yang tak acuh dengan keadaan sekitar tak sadar jika penjambret itu mendekat ke arah nya. Dia yang memang dasarnya cuek hanya mengernyitkan kening saat jambret