"Mas boleh ngak jika aku berkunjung kerumah mu, kangen juga udah lama ngak ketemu dengan Anisa." Terang Dina.
"Boleh dong, aku malah senang jika istri pertama dan calon istri keduaku akur." Terang Alan tersenyum bangga.
"Jika aku minta izin Anisa, untuk memberikan kita restu menikah bagaimana ya mas reaksinya nanti?" ucap Dina sambil menyandarkan kepalanya dipundak Alan.
Alan langsung terperanjat kaget, mendengar penuturan Dina yang tiba-tiba itu
"Din please, sebaiknya kita jangan beritahu Anisa dulu. Dia saat ini masih percaya dan aku belum sanggup melihat nya terluka nanti. Bagaimana jika kita bermain cantik dibelakangnya, sehingga tidak ada yang tersakiti oleh hubungan kita ini." Bujuk Arya.
"Tapi kita tetap nikah kan mas."
"Iya, tapi sabar dulu ya. sampai mas berhasil membujuk Anisa. Setelah itu kita bisa melegalkan pernikahan kita okey." Mengelus pipi Dina.
"Baiklah mas, yang penting nantinya kita berdua tetap nikah." Ucap Dina menatap Alan dengan penuh pengharapan, entah apa yang dia harapkan dari Alan, yang hanya laki-laki biasa.
**
"Dek masih ingat Dina ngak?" Alan mulai memancing obrolan mereka.
"Dina? maksud mas. Dina Florensia sahabat SMA ku dulu? Ucap Anisa antusias, mengingat dia sudah lama tidak bertemu dengan Dina lagi, setelah pertemuan terakhir mereka dipesta pernikahan Dina.
"Iya dek." Balas alan mengangguk mantap.
"Memangnya ada apa dengan Dina mas, tumben kamu ngomongin dia?"
"Dina sekarang jadi atasan mas di pabrik, dia pindahan dari vaba perusahaan yang di Bandung." Terang Alan.
Seketika Anisa ingat chat Alan dengan No nyasar yang mengatakan mengurus kepindahan ya dari kantor cabang Bandung. Apakah yang dimaksud itu Dina?.
Seketika Anisa mengurus pikiran tersebut, karena tidak mungkin sahabat baiknya itu tega menghianatinya, lagian Dina juga sudah menikah pikir Annisa.
pagi yang cerah, Alan terlihat sangat rapi dan bahagia. Bahkan dia tidak sungkan-sungkan membantu Dina beres-beres mainan Dilla yang berserakan. Menyingkirkan kecurigaan nya.
"Kok Dina bisa jadi atasan mu mas, bukannya dia dulu bilang tidak mau berkerja." Tanya Anisa.
"Semenjak bercerai dari suaminya, Dina mulai mencari kesibukan. Dan kebetulan pabrik tempat mas bekerja sudah diambil alih oleh keluarga Dina, yang sekarang dipimpinnya." Terang Alan.
"Jadi Dina sudah bercerai dari suaminya?"
"Katanya sih begitu, Oya mas hampir lupa, dia titip salam sama kamu dan Minggu besok jika dia tidak sibuk katanya sih mau kesini. Kangen pengen gobrol-ngobrol-ngobrol sama kamu katanya." Terang Alan yang begitu pintar bermain api sekarang.
"Boleh juga mas, berhubung aku juga udah kangen sama Dina." Ucap Anisa, dalam hatinya Alan berteriak kesenangan, Anisa tidak menaruh kecurigaan sedikit pun.
Sesuai waktu yang sudah ditunggu-tunggu Dina dan Alan, Minggu pagi yang cerah ini. Dina sudah terlihat sangat cantik dengan Pakaian ala remaja masa kini, penampilan nya yang modis dan dandanan make up yang sangat cocok dengan warna kulit nya yang putih bersih.
Dirumahnya yang sederhana, Anisa juga mulai merapikan mainan-mainan Della yang berserakan. Dia merasa tidak enak hati jika Dina melihat keseharian nya, yang jauh berbanding terbalik dengan Dina.
Alan juga terlihat begitu rapi, dia membatu istri beres-beres, sesuatu hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya.
"Mas, seperti suara pintu diketok dari luar. Jangan-jangan Dina sudah sampai disini." Ucap Anisa.
"Sepertinya Iya dek, sana bukain pintu. Biar mas yang ngurusin Della dulu." Ucap Alan, sementara hatinya jangan ditanya lagi, sudah seperti genderang mau perang..dag...dig...dug, begitu juga dengan Dina.
Ceklek... pintu terbuka perlahan, nampak wanita cantik berdiri sambil tersenyum lepas dan langsung merentangkan kedua tangannya begitu melihat Anisa.
"Anissa."
"Dina."
Mereka berpelukan erat, layaknya sahabat yang saling menyayangi dan merindukan sama lain.
"Dina, aku sempat pangling loh melihat penampilan mu yang bertambah cantik dan seksi lagi." Puji Nisa tersenyum senang.
"Kamu itu ya Nisa, dari dulu sampai sekarang emang pintar buat nyenengin hatiku." Balas Dina.
"Yuk masuk Din, yah. Beginilah kehidupan ku sederhana, namun aku sangat bahagia menjalani nya sambil mengasuh Putri kecilku ini." Menunjuk Della dalam pangkuan Alan yang berjalan mendekati mereka berdua.
"Aku ngak nyangka lho Nisa, ternyata aku dan suami mu satu perusahaan loh." Ucap Dina sambil tersenyum dan menyapa Alan dan Della.
"Iya lho Dina, mas Alan sudah sempat cerita jika kalian sekarang satu kantor. Terimakasih juga kamu salah atasa mas Alan dikantor tidak sungkan mengunjungi kami disini." Ucap Anisa.
"Kamu itu Nisa, paling suka merendah. Dari duku sampai sekarang tetap tidak pernah berubah." Canda Dina sambil sesekali saling lirik-lirikkan mata dengan Alan.
Mereka ngobrol-ngobrol banyak tentang kehidupan masing-masing, hingga tangisan Dilla yang pengen minum susu dan bibok siang membuyarkan obrolan hangat mereka.
"Din sorry banget ya Della mulai rewel, aku Kekamar bentar ya. Kamu ngob dulu sama mas Alan, ntar jika Della sudah bibok aku balik lagi ke sini." Terang Anisa.
"Ya ngak papa kok Nisa, santai saja." Balas Dina.
Setelah Nisa masuk Kekamar untuk menidurkan Della, kedua insan yang sudah dibutakan hati dan pikiran nya oleh cinta sesaat itu langsung tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dina menghambur kepelukan Alan, dan berciuman dalam yang begitu memabukkan. dambil sesekali melirik kamar, untuk berjaga-jaga jika Nisa tiba-tiba keluar dari kamar itu.
"Mas pokoknya besok kita harus menikah, aku iri melihat nisa yang sudah menjadi istri mu."
"Iya sayang." balas Alan.
Cukup lama Dina menghabiskan waktu dirumah Nisa, sore menjelang dia baru pamit pulang departemen mewahnya.
Besoknya, dengan berbagai alasan yang sengaja dibuat-buat Alan. Yang mengatakan jika tiga hari ini dia tugas keluar kota atas perintah Dina. Meskipun berat Nisa memberikan izin suaminya itu pergi selama tiga hari.
Sampai di kota yang dituju, Alan dan Dina langsung memanfaatkan moment tersebut, untuk bercinta Dan menikmati hubungan terlarang penuh dosa, yang tidak pernah puas, karena sesuatu yang haram akan tersa begitu manis dan indah.