Aku dapat melihat seorang lelaki dewasa tengah duduk di singgasana, yang berada di ujung sana. Aku melihat ke arah singgasana itu.
Lelaki itu bertelanjang kaki, dan rambutnya berwarna perak tergerai menutupi telinganya. Dia melihat padaku tanpa sepatah kata, tapi aku bisa mendengar dari mata sebening kristalnya, dia berkata.
"Apakah kau yang menjadi wajah jiwa bagi putraku?"
Darahku terasa berdesir saat mendengar kalimat yang diucapkan lelaki itu. Entah ia salah bicara atau pendengaranku yang mulai terganggu, akibat tubuhku yang semakin melemah karena tidak memiliki Hoshi no Tama lagi.
Tapi ... apa lelaki itu sungguh-sungguh menyebutku dengan sebutan 'Wadah bagi jiwa putranya' tadi?
Apa maksudnya itu? Siapa memang putranya?