Maudy melirik ke arah Primus sambil mengerucutkan bibirnya. Setelah tiga puluh menit berlalu, pesanan Primus telah dibungkus rapi, dan dimasukkan ke dalam dua kantong plastik ukuran besar. Maudy membawakan satu kantong menuju parkiran, tapi laki-laki itu merebutnya kembali.
"Aku bantu bawakan," kata Maudy.
"Jangan. Aku kasihan sama kamu. Tanganmu bisa patah nanti," goda Primus.
"Cuma membawa nasi bungkus, masa sampai patah tangan. Berlebihan sekali," gerutu Maudy. Ia melangkah mengikuti laki-laki itu. "Kenapa tidak membawa motor?"
"Biarkan saja. Aku sudah biasa menitipkan motor itu di sana. Kamu belum pernah jalan-jalan sore bareng aku, kan," godanya sambil mengedipkan mata.
"Ngeledek. Kemarin, aku mengikutimu sampai malam. Itu jalan kaki, tau," protes Maudy.
Tentu saja Primus tahu. Dia bahkan memergoki wanita itu dan mengantarnya pulang kemarin. Namun, ia hanya mengantar sampai jalan raya dan menunggu sampai wanita itu mendapatkan taksi.