Bruk!
"Ah! Kamu apa-apaan, sih?"
"Apa-apaan? Kamu yang apa-apaan? Kenapa kamu tidak membicarakan masalah proyek itu padaku terlebih dulu? Kamu malah lebih dulu memberitahu Joshua. Kamu mulai tergoda dengan ketampanan kakak sepupuku?"
"Apa?! Ter … goda …." Mentari membelalak. Bibirnya kelu, sulit untuk berbicara. "Ak …."
"Tidak bisa menjawab?" William mencibir kesal.
"Aku baru akan pergi ke kantormu untuk membicarakan hal ini. Kamu berlebihan jika menuduh seperti itu," ketus Mentari dengan mata membulat. Ia tidak tergerak bahkan saat tinggal serumah dengan Ryota. Jadi, apa artinya kehadiran Joshua yang tidak pernah serumah dengannya?
"Jika aku ingin berpaling, mungkin sejak aku tinggal dengan Ryota, aku sudah berpaling darimu." Mentari menuntaskan ucapannya, menumpahkan rasa kesal yang sudah di ubun-ubun.
"Jadi, kamu merasa Ryota lebih baik dariku? Kau ingin pergi padanya? Pergi! Pergi saja sana!" bentak William.
"Oke! Aku pergi!" balas Mentari, tidak kalah kencang.