"Huhh!" Corea menghela napas panjang. Dia mencoba untuk bangun dan kembali melihat ke sekeliling.
Masih pada genggaman, dia akan membawa semua barang bawaannya itu kalau-kalau dia membutuhkannya di waktu yang akan datang.
Hidugnya masih mencium aroma semacam daging panggang yang tidak begitu nyaman.
Dari tempatnya berdiri mengamati sekitar, pandangannya menangkap sosok hitam tergeletak agak jauh. Besar dan semakin ia yakini kalau itu adalah sumber dari aroma tidak sedap yang ia cium.
Corea perlahan mendekati makhluk itu. Untuk kesekian kalinya dia kembali terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapannya.
Seekor kucing sihir berukuran besar tergeletak mati dengan keadaan yang mengenaskan. Tubuhnya tersayat juga terbakar di banyak bagian. Bahkan sebagian sayapnya nyaris terpisah dari tubuhnya akibat serangan yang sangat hebat.
Disaat yang bersamaan dengan dirinya yang masih memperhatikan bangkai itu, suasana di sekitarnya terasa dingin dan cukup membuatnya merinding.
Digenggamnya erat pedang, pandangannya terarah ke segala arah, siaga untuk apapun yang akan datang menghampirinya.
"Halo, nona peri. Apa kau yang bernama Corea?"
Sosok tinggi besar berjubah dengan diselimuti kegelapan muncul di belakang Corea dengan tatapan yang sangat tajam.
Corea segera berbalik dan mengerutkan dahinya, cengkeramannya pada pedang semakin kuat. Dia pernah bertemu dengan sosok ini sebelumnya. Rader, namun Corea meragukan maksud dan tujuannya menampakkan diri kali ini.
"Kau menyerang kami? Apa yang kau inginkan lagi? Kau bahkan telah mendapatkan keturunan Raja Elf itu!" suara Corea nyaring.
"Ah sudah kuduga kau dapat diandalkan," ucap Rader yang merendahkan suaranya. "Pergilah ke gua batu hitam kearah timur hutan. Pria Desa itu, maksudku Wedden, dia bersama dengan bocah itu ada disana."
Corea tidak bereaksi, dia hanya masih diam dan menatap dengan lekat.
Rader menjentikkan jari, seketika Corea terkesiap karena hal itu sungguh mengejutkan dan menyadarkan peri wanita itu dari lamunannya.
"Aku tidak akan tertipu untuk kedua kalinya denganmu!" Corea segera menyerang Rader.
Kurang dari satu detik, Rader menarik mundur dirinya untuk menghindar.
Corea yang merasa dipermainkan, segera menyerang dengan kekuatan penuh. Dia benar-benar ingin menghabisi pria tinggi besar itu. Pria yang telah mencelakai Wedden dua kali dan membuat perjalanan mereka benar-benar sia-sia, itulah yang ada dipikirannya.
"Kau sungguh ingin melawanku?" tanya Rader. Dia bahkan sejak tadi hanya menghindar dan tidak memberikan perlawanan apapun pada Corea.
Saat hendak kembali maju melawan, seluruh tbuh Corea dibuat kaku oleh Rader hingga peri wanita itu tidak dapat melakukan apapun. Hanya mematung dengan tatapan yang terus terarah pada keturunan Kimanh itu.
"Aku membantumu, apa ini balasannya?" ucap Rader. Ia lalu mencengkeram tubuh Coreaerat hingga membuat peri wanita itu kesakitan.
Namun tidak lama, dia segera melepaskan cengkeramannya itu dan membiarkan tubuh Corea terjatuh diatas tanah.
"Ah merepotkan sekali! Aku belum pernah berpikir kalau menjadi baik akan mendapatkan balasan kejahatan seperti ini," gumam Rader.
"Temuilah keturunan Raja Peri itu segera sebelum dia benar-benar mati karena kau terlambat memberinya obat!" suara berat Rader kembali menggema di telinga Corea.
Masih terengah karena kesulitan bernapas setelah serngan Putra Kegelapan, Corea hanya menatap lekat Rader dan mengumpat saat melihatnya menghilang dalam sekali kibasan jubahnya.
"Sial! Apa dia sungguh asli?" geram Corea. Dia segera mencoba untuk bangun.
Detik berikutnya dia kembali ingat dengan 'gua batu'. Sebelumnya dia melihat gua semacam itu yang menjad tempat tinggal Ratu Putih. Namun Rader baru saja menyebutkan tentang tempat yang sama yang menjadi tempat istirahat Wedden.
Tanpa berpikir panjang, Corea bergegas menuju arah yang tadi disebutkan oleh Putra Kegelapan.
Sebuah gua batu kecil yang dikelilingi oleh ratusan atau bahkan ribuan batuan hitam kecil berada di arah timur hutan. Jelas berbeda dari yang ia lihat sebelumnya, Corea mendekat dengan hati-hati.
Saat ia mulai masuk ke gua, dia mendengar samar suara dua orang saling bercengkerama.
"Hey, Nona Peri! Kau selamat?" Ser spontan menghampiri Corea yang masih bingung sekaligus panik.
"Maaf kami harus berpindah tempat. Kucing sihir itu menyerang tiba-tiba dan aku tidak dapat berbuat apapun. Beruntung penyihir itu menyelamatkan kami dan membawa kami ke tempat ini," ujar Ser menjelaskan tanpa diminta oleh siapapun.
"Oh … tapi apakah dia sungguh penyihir yang baik?" tanya Corea.
"Dia Rader yang asli," sahut suara serak Wedden yang rupanya telah tersadar.
"Eh kau sudah baik-baik saja?" Corea segera menghampiri pria keriting itu dan mengecek keadaannya.
Masih belum sepenuhnya pulih, dia hanya mendapat sedikit bantuan dari Rader namun tetap memerlukan bahan yang dibawa oleh peri wanita itu.
Corea tidak banyak bicara lagi, dia segera membuatkan ramuan dengan dibantu oleh Seredon.
"Apa terjadi sesuatu denganmu?" Tanya Ser yang jelas mendengar napas Corea masih belum stabil.
"Tidak," sahutnya singkat. "Kurasa aku menemukan tempat Pangeran Utara ditahan," imbuhnya.
"Dimana dia? Kenapa kau tidak langsung membawanya kemari?" tanya Wedden tidak sabar.
"Wanita itu, Ratu Putih, bersama dengan para gnome menjaga tempat itu. Aku tidak akan bisa mengalahkan mereka sendirian, lagipula kesehatanmu adalah yang paling utama."
"Tapi aku baik-baik saja. Kurasa Renlah yang membutuhkan bantuan kita. Ayo kita segera menyelamatkannya!" Wedden menegakkan tubuhnya, seolah siap untuk berdiri padahal tubuhnya masih sangat lemah.
Corea meliriknya tajam. "Apa kau gila? Tujuan dari perjalanan panjang ini adalah dirimu! Jika terjadi apa-apa denganmu, maka perjalanan ini akan sia-sia! Apa kau mengerti?!" ucap wanita itu nyaring.
Wedden terdiam. Kalimat Corea memang benar. "Maafkan aku," ucap Wedden lirih.
"Jangan banyak bicara! Makan saja ini dan minum airnya!" Corea memberikan buah berry lalu ramuan air dari akar Cincau yang telah ia ramu.
"Tapi, Nona. Apakah menurutmu kita akan bisa mengalahkan Ratu Putih dan para gnome itu?" tanya Ser yang sedari tadi menyimak.
Corea masih diam, mengingat keadaan mereka bertiga yang tidak berdaya, hal itu adalah tidak mungkin.
"Apa penyihir itu ada mengatakan sesuatu?" tanya Corea kemudian, "Tenang saja, Ser. Kita adalah orang terpilih. Kita pasti menang," tambah Corea dengan menatap Ser.
Seredon mengangguk pelan. Dia duduk di dekat Wedden dan ikut memakan buah Berry ungu sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding batu.
Wedden mengatakan kalau Rader datang bukan untuk menyelamatkan mereka, karena sebenarnya dia tidak dapat berdekatan dengan keturunan Peri.
Penyihir itu hanya menyampaikan kalau teman-temannya yang lain, yaitu Tao, Lay, Hatt dan Raseel, mereka mengirim pesan yaitu mereka membawa pasukan dari Timur dan akan segera menuju Barat besok hari.
Kabar yang cukup membantu, setidaknya Wedden kini tahu harus melangkah kearah mana setelah ini.
Wedden kembali mencoba menggerakkan seluruh anggota tubuh yang sebelumnya terasa keram hebat. Diapun mencoba bangun perlahan dan menggerakkan kakinya.
"Kurasa aku memang harus menggunakan sihir," gumamnya. Dia lalu menarik napas panjang. "Melihat dalam diriku sendiri … fiuhhh, lebih sulit dari hanya sekedar mustahil," imbuhnya.
Corea dan Ser hanya membiarkan Wedden bergerak sesuka hatinya. Corea masih berpikir bagaimana cara untuk menyelamatkan Pangeran Soutra, sementara Ser memikirkan hal apa yang mungkin akan mereka temui di menit berikutnya.
Perjalanan panjang yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh bocah itu. Menjadi anggota pasukan paling muda dan tidak memiliki keahlian selain berkelahi membuatnya harus bertekad untuk dapat membantu.
***