Chereads / BUKU SIHIR SANG RAJA ELF / Chapter 2 - Permulaan

Chapter 2 - Permulaan

Penginapan tua di ujung lorong desa yang gelap itu dipadati oleh warga desa yang berkumpul untuk saling bercengkerama dan melepas lelah mereka setelah bekerja seharian. Atap dan dinding-dinding penginapan yang terbuat dari kayu yang mulai rapuh berderak-derak pelan di belai sang angin malam yang mengiringi datangnya gerimis air yang menghitam. Air yang berasal dari Barat itu dikabarkan terkena sihir dari sang raja sihir penguasa kegelapan yang mulai menyebarkan kegelapan dengan diturukannya hujan dari air sihirnya yang penuh kesengsaraan.

Sudah lebih dari satu tahun terakhir ini, hampir seluruh negeri Persei mengalami keadaan cuaca yang sangat buruk dengan datangnya mendung gelap disetiap harinya sehingga para petani kopi dan petani sayuran sangat kesusahan karena cahaya matahari tidak dapat mencapai tanaman mereka dan tidak dapat mengeringkan kopi-kopi mereka. Hal ini menyebabkan kenaikan harga dan menurunnya kualitas kopi di desa Vitran. Ikan-ikan di sungai Sopen pun kabarnya banyak yang mati karena air sungainya kini berubah menjadi kehitaman dan beracun.

Di dekat perapian di dalam penginapan tua nan sangat jarang dikunjungi pelancong itu duduklah seorang pria tua berambut putih dengan segelas Bruen ditangannya. Bruen adalah minuman sejenis Wine yang terbuat dari buah berry hutan yang hanya terdapat di hutan Ales. Pria tua itu menikmati minumannya seraya asyik berbincang dengan rekan-rekannya yang terus saja mengeluh dengan sering turunnya hujan sihir yang merugikan warga ini. Mereka terus saja memaki sang raja kegelapan, Kimanh. Tapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk melawannya, karena melawan sang raja kegelapan berarti mengorbankan nyawa, keluarga dan dunia mereka untuk hancur dan tidak akan kembali lagi.

Wedden Arragegs, anak dari pemilik penginapan tua ini yang juga sekaligus menjadi pewaris utama usaha keluarga yang dulu pernah jaya ini. Dia kini berusia dua puluh lima tahun, atau lebih tepatnya dia telah selama itu dirawat dan dibesarkan oleh kedua orangtuanya. Dia kini hanya tinggal sendiri, mengurus penginapan ini dibantu oleh kerabat dan para sahabatnya. Kedua orangtuanya tewas tujuh tahun yang lalu, pada saat Kimanh dan anak buahnya memporak porandakan desa dengan tujuan mencari musuh yang tersembunyi dan sangat berbahaya bagi negeri Persei. Sepasang suami istri Arragegs itu sempat memberi perlawanan dan menentang sang raja kegelapan, hingga akhirnya sang raja kegelapan murka dan dia menyabetkan pedang sihirnya ke arah sepasang suami istri itu hingga akhirnya mereka tewas. Wedden ada di dalam persembunyian bersama salah seorang teman yang juga pelayan di penginapan ini ketika kejadian itu, tapi temannya menahan langkah Wedden ketika ia hendak membalas tindakan pria bertudung api biru yang diselimuti kegelapan itu.

Sejak saat itu, dirinya sangat membenci sang penguasa kegelapan. Tapi dia hanya menahannya dan berharap ada seorang pahlawan yang dapat mengalahkan Kimanh dan membalaskan dendamnya dan dendam para warga atas kehilangan saudara-saudaranya.

Pintu berderak keras ketika sosok cantik seorang pangeran dari kerajaan Soutra, sebuah kerajaan kecil di pusat kota, masuk kedalam penginapan dengan beberapa pengawalnya yang bersenjata lengkap. Semua orang yang berada di tempat itu menoleh heran dan terkejut atas kehadiran rombongan orang kerajaan itu.

Tidak terkecuali si pemuda pemilik penginapan yang ternyata dia terperangah tanpa sadar melihat kecantikan sosok yang berambut panjang berwarna merah muda dan berponi itu.

"Luar biasa," gumam si pemilik penginapan berambut keriting perak itu tanpa berkedip sedikitpun.

"Aku mencari seseorang yang bernama Wedden Arragegs di desa ini, apa kalian mengenalnya?" suara gagah pangeran cantik itu menggema di langit-langit penginapan yang rapuh dan menyadarkan si pemilik penginapan atas lamunannya.

"Aku!" teriaknya spontan tidak ada rasa hormat. "Itu aku, Pangeran.," sambungnya dengan sedikit menundukkan kepalanya.

Ren, itu nama pangeran berparas cantik seperti tuan putri itu. Dia menghampiri sosok pria kurus keriting yang tengah membawa sebuah teko minuman hangat itu dan dia memerintahkan kepada para pengawalnya untuk tetap berada ditempat mereka dan tetap waspada. Ren membawa Wedden masuk ke ruang sayap kanan yang memang sepi, dia berjalan dengan angkuhnya seolah dia telah mengenal lama tempat milik keluarga Arragegs ini. Sedangkan sang pemilik, hanya mengikuti langkah pangeran cantik itu dengan pelan dan masih membawa tekonya di belakang.

"Apa kau mengenalku?" tanya pangeran berambut panjang merah muda itu tiba-tiba.

"Ya, tentu. Kurasa semua orang mengenalmu," sahut si keriting Wedden tanpa pikir panjang.

"Bagus," gumam Ren segera mengalihkan pandangannya ke jendela yang menghadap ke jalanan yang sangat basah akibat guyuran hujan penuh sihir. "Besok, kau harus pergi ke kerajaan sebelum matahari terbit, pagi-pagi sekali," sambungnya dengan pandangannya yang belum beralih dari jalanan.

Wedden diam, dia masih meresapi per kata dari kalimat pangeran ibukota itu. "Apa aku harus? Apa itu penting?"

"Aku tidak tahu." Pangeran Soutra itu berbalik, "Tapi ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Dan dia tidak ingin kau terlambat," sambungnya.

"Ehhh maaf," ujar Wedden mencoba untuk menghambat langkah pangeran Soutra yang ingin keluar ruangan, "Tapi kenapa kau tidak langsung membawaku pergi ke istana sekarang sehingga aku dapat segera bertemu dengan dia?"

"Tugasku hanya mengatakan ini kepadamu," sahut pangeran yang cantik itu dengan langkah pastinya untuk keluar dari ruang sayap ini. Dia langsung pergi tanpa ada kata-kata lain dan menghilang bersama dengan para pengawalnya dengan menaiki kuda putih milik kerajaan.

Wedden berjalan gontai menuju tempat minuman, dia masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh pangeran cantik anak dari raja Soutra itu.

"Aku tidak akan pergi, mungkin dia salah orang." Wedden baru saja menceritakan apa yang dikatakan oleh pangeran Soutra tadi kepadanya dengan teman sekaligus pelayan terbaiknya di penginapan ini.

"Dia seorang pangeran, mana mungkin dia menemui orang yang salah untuk hal yang seperti ini. Mungkin ini memang penting dan kau adalah orang penting yang ingin ditemui oleh orang yang lebih penting," sahut Keff seraya menepuk pelan bahu si keriting Wedden.

Wedden hanya menarik napas panjang, lalu dia kembali melayani para tamu yang masih berada di bar penginapan. Mereka biasanya pulang ketika tengah malam atau setelah hujan reda, tapi tidak sedikit dari mereka yang biasanya menginap di penginapan ini, bukan dengan menyewa kamar tetapi mereka tertidur diatas meja di bar tempat mereka menghabiskan minuman mereka.

Sudah lewat tengah malam ketika Wedden tidak dapat terlelap karena masih memikirkan perkataan pangeran Soutra beberapa jam yang lalu. Wedden bangkit dari tempat tidurnya dan meraih mantel berburunya yang berwarna hijau, dia mengenakannya dengan sepatu bootnya untuk melindungi kakinya ditengah perjalanan yang becek menuju kerajaan. Dia telah membulatkan tekad untuk pergi menemui orang yang tadi dikatakan oleh pangeran Soutra. Dengan menyisipkan sebuah pisau belati di pinggangnya, dia telah siap berjalan berkilo-kilo meter di bawah rintikan hujan.

Dia bertemu dengan Keff di ruang tengah, pelayan terbaiknya itu tengah merapikan beberapa meja yang telah ditinggal oleh para warga pulang kerumah mereka.

"Ini karena kau yang meminta, bukan karena pria kerajaan yang cantik itu," ujarnya kepada Keff yang memandanginya ramah dibawah cahaya redup lampu yang berada tepat di atas kepala mereka.

Keff tersenyum dan menempuk bahu temannya. "Yakinlah, perjalananmu tidak akan sia-sia," kata Keff memberi semangat kepada si keriting Wedden.

"Jika aku pulang terlambat besok, aku percayakan urusan penginapan ini kepadamu." Wedden balas menepuk pelan Keff dengan rasa hangat persaudaraan.

***