Wilma Herdian duduk di kursi biasanya, menatap layar komputer yang penuh dengan angka dan data reservasi grup yang harus ia selesaikan. Namun, perhatiannya terus teralihkan. Di sudut meja, sebuah amplop cokelat tebal yang baru saja diantar oleh kurir tertutup rapi, menunggu untuk dibuka. Dia tahu siapa yang mengirimkannya tanpa perlu melihat namanya. Tanaya Kristanti.
Suara derit pintu yang terbuka tiba-tiba mengalihkan perhatiannya. William Lee muncul di ambang pintu, tersenyum hangat. "Siap pulang?" tanyanya ringan, melangkah masuk dengan aura tenang yang biasanya membuat Wilma Herdian merasa nyaman. Tapi kali ini, meski melihat William Lee di sana, ada kegelisahan yang tak bisa ia enyahkan.
"Aku belum selesai, tapi sebentar lagi," jawab Wilma Herdian sambil menatap amplop itu dengan tatapan kosong.