Renesa mengerjapkan matanya untuk membiasakan diri dengan cahaya yang menyilaukan di sekelilingnya. Ia menatap sekelilingnya dan menemukan beberapa pria berbaju hitam sedang mengelilinginya di dalam sebuah ruangan besar dengan beberapa furniture yang ditutupi dengan kain putih, pertanda ruangan itu jarang digunakan.
Renessa mengerutkan keningnya ketika menyadari keheningan menyelimuti ruangan itu dan menemukan semua orang memandangnya dengan bingung.
"Siapa dia, tol*l?!" Suara teriakan gadis yang menculiknya memenuhi ruangan.
Renessa menatap seorang gadis muda dengan tampang kesal yang saat ini berdiri di hadapannya. Gadis yang sepertinya masih duduk di bangku SMA memandangnya sekilas sebelum menatap tajam para pria berbaju hitam, meminta penjelasan.
"Dia Mary Santoso," Salah satu dari mereka memandang wajah Renessa singkat dan menjawab dengan ragu.
"Kemari, berdiri lebih dekat denganku," gadis menunjuk bodyguard yang menjawab, memintanya untuk maju ke depan.
"Perhatikan wajahnya baik-baik, apa dia mirip dengan wanita pada foto ini?" kata gadis itu sambil mengeluarkan sebuah foto untuk ditujukan pada pria di sampingnya.
Si bodyguard memandang foto yang diberikan majikannya kemudian wajah Renessa sekilas dan menggelengkan kepalanya, "tapi saya melihatnya berjalan keluar dari apartemen 1301, dan kedua gadis ini juga memiliki ukuran tubuh serupa," pria itu berkata dengan yakin.
Gadis di hadapan Renessa dengan curiga memandangnya. Ia sepertinya sedang memikirkan sesuatu namun menggeleng kepalanya dan menghela napas kesal.
"Tapi dia bukan Mary! Kembali ke sana dan cari perempuan yang wajahnya sama persis dengan foto ini," gadis itu dengan kesal memberi perintah. Tiga suruhannya yang berada di ruangan itu dengan cepat bergegas keluar. Mereka harus kembali ke tempat sebelumnya untuk menangkap perempuan yang dimaksud nona mereka, jika mereka beruntung. Beberapa waktu sudah berlalu sejak mereka datang ke tempat ini dan wanita yang diinginkan nona mereka mungkin sudah meninggalkan apartemen Daniel.
"Kurung dia di lantai dua, aku akan kembali padanya setelah beristirahat sebentar," perintah gadis itu pada suruhanya yang tetap tinggal bersamanya sebelum berjalan menjauh.
Pria yang diberi perintah segera membawa Renessa ke sebuah kamar di lantai dua dan mengurungnya di sana.
Renessa menghela nafas lega setelah pria itu menghilang. Ia sedikit khawatir mereka akan kembali menutup kepalanya dengan kain berwarna hitam. Untungnya, mereka terlalu sibuk dan pergi dengan terburu-buru, membuat rencana pelariannya menjadi lebih mudah.
Renessa memperhatikan keadaan di sekitarnya dan mulai mencari sesuatu untuk memutuskan tali yang mengikat tangannya. Ia berjalan mengitari ruangan itu dan menemukan sebuah botol kaca di kamar mandi.
Renessa memecahkan botol kaca dan mulai mencoba memotong tali dengan pecahan kaca. Ia cukup kewalahan karena posisi tangannya yang terikat di belakang membuatnya kesulitan melihat tali tersebut. Pada akhirnya ia menggunakan pecahan kaca itu berdasarkan instingnya yang membuat tangannya dipenuhi dengan bekas goresan kaca.
Setelah hampir dua puluh menit, tali yang mengikat tangan Renessa akhirnya putus. Renessa menghela napas lega namun ia sadar bahwa ia masih belum bisa bersenang-senang sebelum keluar dari tempat itu.
Ia tidak ingin menunggu gadis gila itu kembali dan mulai melakukan sesuatu yang lebih buruk padanya. Gadis itu bisa saja melakukan sesuatu untuk menutup mulutnya untuk kejadian ini. Sepertinya gadis yang menculiknya ini berasal dari keluarga yang cukup berada dan kejadian ini bisa saja akan mencoreng namanya dan keluarganya.
Renessa berjalan keluar kamar mandi dan mulai memeriksa celah yang dapat digunakannya untuk melarikan diri. Ia hampir memekik kegirangan saat menemukan sebuah jendela besar yang tidak dipasangi teralis. Renessa dengan cepat dan hati-hati membuka jendela dan memantau keadaan sekitar.
Setelah memastikan keadaannya cukup aman, Renessa mulai mendorong tempat tidur di dekat jendela dan mengikat salah satu ujung sprei pada kaki tempat tidur, ia menyambungkan seprai dan selimut untuk membuat jalinan kain yang dapat menurunkannya dari sana.
Renessa menghela napas untuk menenangkan dirinya dan mulai bergerak keluar jendela. Jantungnya berdegup kencang dan ia terus berdoa di dalam hatinya agar pelariannya dapat berjalan lancar. Tangannya beberapa kali hampir terlepas karena luka di tangannya mulai terasa perih.
Renessa akhirnya berhasil menapaki kakinya ke tanah dan dengan cepat memeriksa keadaan sekelilingnya.
Sepertinya ia berada di sebuah vila di area pegunungan. Renessa mulai berjalan menuju ke tempat yang terlihat memiliki banyak pepohonan, mencoba bersembunyi di sana. Tempat itu terlihat cukup gelap di malam hari dan sebelum ada yang menyadari bahwa ia telah melarikan diri, ia akan bersembunyi di sana.
Sayangnya ia baru saja mengambil beberapa langkah ketika suara teriakan terdengar dari belakangnya, "Berhenti, jangan bergerak!"
Suara teriakan itu seketika membuat Renessa berlari ke arah hutan secepat mungkin. Ia tidak lagi melirik ke belakang untuk melihat orang yang mengejarnya. Renessa sedikit bingung kemana ia harus pergi, namun selama ia bisa menjauh dari para penculiknya ia akan merasa aman.
Pada akhirnya Renessa berlari tak tentu arah dan hanya mengandalkan instingnya. Ia berlari hingga kakinya membawanya pada sebuah dinding tinggi yang mengelilingi tempat itu. Ia terpojok. Renessa sudah kelelahan ia sudah mulai sesak napas dengan pengejaran ini.
"Cepat! Cari dan tangkap dia sebelum dia berhasil kabur!" suara seorang pria yang terdengar tidak jauh di belakangnya membuat Renessa seolah mendapatkan kekuatan supranatural dan mulai menaiki pohon di dekat tembok. Ia dengan cekatan melompat dari atas pohon dan untungnya ia berhasil melompat ke atas tembok sebelum melompati tembok dengan perlahan.
Renessa kembali mengatur nafasnya ketika kakinya menapaki tanah. Ia melihat tembok di belakangnya dengan takjub. Dorongan adrenalin yang luar biasa membuatnya dapat melompati tembok tinggi itu dengan mudah. Renessa yakin jika ia tidak berada dalam situasi darurat ia tidak akan pernah berpikir untuk melompati pagar setinggi itu.
Renessa memandang keadaan di sekelilingnya dan hanya menemukan pohon dan juga hutan yang lebih gelap di hadapannya. Ia bergidik ngeri. Ia tahu hanya hutan gelap ini tempatnya untuk bersembunyi sekarang, namun pikiran akan hewan-hewan dalam kegelapan yang menunggunya membuat Renessa enggan untuk meninggalkan tembok tempat ia berada.
"Dia sudah berada di luar tembok," Suara seorang pria yang terasa cukup dekat dengannya membuat Renessa mengenyahkan segala keraguan dan segera melesat ke dalam kegelapan.
Renessa berlari untuk beberapa saat dan memutuskan untuk beristirahat sebentar, namun suara keributan di belakangnya membuatnya tahu bahwa ia harus terus bergerak.
Perasaan lega menyelimuti Renessa ketika ia melihat cahaya yang menandakan akhir dari hutan gelap itu. Ia berharap ada jalan atau bahkan rumah penduduk di mana ia bisa meminta pertolongan. Orang-orang yang mengejarnya di belakangnya sudah semakin dekat.
Sayangnya harapannya harus pupus ketika ia menemukan tebing terjal di ujung hutan. Beberapa pria berbaju hitam mulai tampak dari dalam hutan membuat Renessa bergerak mundur menuju tepi tebing terjal. Sudah tidak ada lagi tempatnya untuk berlari.
Orang-orang suruhan gadis gila tadi perlahan mendekati Renessa, membuat Renessa mau tidak mau harus bergerak mundur. Renessa menoleh ke belakang ketika ia berada tepat di ujung tebing. Hutan lebat terhampar di bawah tebing. Jika tidak mati atau cacat seumur hidup, ia yakin sebagian besar tulangnya akan patah jika ia jatuh dari tempat itu.