Chereads / Code Name : Anggrek Hitam / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

Aroma tanah, rumput, daun dan batang pohon yang baru saja tersiram air hujan masih tercium. Di langit masih menggantung sisa-sisa awan yang baru saja menumpahkan butirannya ke bumi 15 menit yang lalu.

Seseorang dengan pakaian serba hitam berdiri diatas cabang pohon setinggi 10 meter dari tanah dan melihat ke bawah. Ada tiga orang laki-laki berkumpul dibawah pohon tersebut. Ia berusaha bergerak seminimal mungkin agar kehadirannya tidak diketahui ketiganya.

Secara perlahan ia berjongkok di cabang pohon tersebut. Ia melihat situasi dan mendengarkan dengan seksama apa yang sedang dibicarakan oleh orang-orang yang ada dibawahnya itu.

"Ngapain sih kita disini?" tanya laki-laki berkepala botak dan memakai kaos hitam lengan pendek dan celana jeans biru belel.

Ia menyalakan rokok lintingan yang terbuat dari daun tembakau kering yang dijemur selama 7 hari. Setelah itu, ia lalu menyodorkan bungkusan plastik bening dengan beberapa linting rokok di dalamnya kepada temannya yang berjongkok di depannya.

"Tadi kita disuruh ama bos stand by disini untuk mengambil barang." ujar laki-laki dengan kaos oblong biru gelap dan bercelana jeans ¾.

"Eh.. apa disini gak bahaya? Tadi pagi aku sempat melihat ada beberapa anak muda yang sedang mendaki di gunung ini. Ntar kita bisa ketahuan." ujar laki-laki ketiga.

"Ya ampun Sapto, kamu itu penakut ama sih. Santai aja. Itu kan cuma sekelompok anak-anak pencinta alam kurang kerjaan. Paling-paling mereka cuma mau naik ke puncak gunung dan foto-foto setelah itu mereka pulang. Kalau ketemu kita juga pasti mereka pikir kita penduduk setempat. Tidak bakalan ketahuan deh." ujar laki-laki dengan kaos hitam sambil mengusap kepalanya yang plontos.

"Betul kata Edo. Lagi pula kalau sampai barang ini gak diambil, kita bisa kena hukuman dari bos." ujar laki-laki berbaju biru gelap.

"Eh Firman, tapi ngomong-ngomong sebenarnya kita mau ambil barang apaan di tengah hutan seperti ini?" Tanya Edo.

"Kata bos sih kita disuruh ambil gulungan kertas di gua sekitar sini." ujar Firman

"Emangnya di sekitar sini ada gua, ya?!" tanya Sapto sambil memandangi sekelilingnya.

"Ada. Di dalam air terjun itu, di ketinggian sekitar 10 meter, ada gua sedalam 80 meter." terang Firman sambil menunjuk air terjun yang terletak sekitar 500 meter di depan mereka.

Orang berpakaian hitam di atas pohon kemudian memandangi air terjun tersebut. Ia mengira-ngira letak gua tersebut berdasarkan penjelasan yang baru saja didengarnya.

"Terus bagaimana cara kita masuk ke dalamnya? Air terjun itu kan tingginya sekitar 30 meter. Lagipula sepenting apakah gulungan tersebut sampai mesti disembunyikan di tempat seperti itu?" ujar Sapto kemudian

"Kita bisa masuk lewat samping air terjun tersebut. Emang sih harus berenang dulu. Tapi setelah melewati air terjun itu ada sedikit ruang dan dinding yang bisa dipanjati. Tidak usah khawatir. Beberapa hari yang lalu aku sudah mempersiapkan peralatan untuk memanjat. Masalah apakah gulungan itu penting atau tidak, itu bukan urusan kita." Jelas Firman panjang lebar sambil tetap mengawasi keadaan sekitarnya.

Keduanya terus berbicara tanpa menyadari sosok misterius di atasnya. Orang berpakaian hitam tetap diam tak bergerak. Ia sedang menimbang siapa di antara ketiga laki-laki tersebut yang paling lengah dan lemah dan siapa yang terkuat.

Setelah beberapa saat akhirnya ia memutuskan untuk bergerak. Sebuah sumpit bambu sepanjang satu jengkal dikeluarkan dari balik lipatan sabuk di pinggangnya. Sebuah jarum kecil dimasukkan ke dalam sumpit tersebut. Ia kemudian mulai membidik ke bawah.

Pilihan pertamanya jatuh pada Edo yang sedang duduk bersandar pada pohon. Edo yang mengenakan baju hitam dan berkepala plontos saat itu terlihat nyaris tertidur mendengar penjelasan temannya, ditambah dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi di bawah pohon.

Orang berpakaian hitam itu kemudian meniup dengan kencang namun tanpa suara. Sebuah jarum terbang pun membelah angin dan menancap di punggung kirinya. 30 detik kemudian kepala Edo terkulai lemah dan matanya terpejam.

Kedua temannya yang sedari tadi mengobrol tak sadar akan kejadian tersebut.

Pilihan kedua tidaklah terlalu susah. Ia memilih Firman. Jarum kedua disematkan ke dalam sumpit. Ia lalu mulai membidik lagi dan sebuah jarum kembali terbang dan sesaat kemudian menancap di leher Firman.

Firman tersentak. Ia meraba ke belakang lehernya dan merasakan sebuah jarum. Ia mencabutnya dan memandangi jarum itu. Pandangannya mulai mengabur ketika dilihatnya sesosok orang berpakaian hitam melompat turun dari pohon dan menatapnya.

Gedebuk!

Sesaat kemudian ia terkulai lemas tak sadarkan diri dan terbaring di tanah berumput.

Sapto kaget melihat keadaan Firman dan baru menyadari sosok hitam berpakaian ninja tersebut. Ia hendak memanggil nama Edo ketika dilihatnya Edo pun sudah tak sadarkan diri. Ia pun panik.

Sosok ninja tersebut melangkah mendekatinya. Suaranya nyaris keluar ketika dirasakannya sebuah tendangan keras menghajar rahangnya.

Buk!

Ia pun tak sadarkan diri.

Sosok ninja tersebut kemudian mengangkut satu persatu para korbannya dan meletakkannya di atas sebuah jaring besar diatas tanah. Setelah mengikat kaki dan tangan serta menyumpal mulut mereka, ia kemudian menarik tali di batang sebuah pohon yang terhubung dengan sebuah tuas penggerak dan jaring tersebut.

Dengan sekuat tenaga ia menarik tali itu sehingga jaring tersebut terangkat naik dan membungkus ketiganya. Setelah mencapai ketinggian tertentu di mana posisi jaring tersebut tertutupi oleh lebatnya dedaunan di pepohonon, ia kemudian mengikat ujung tali tersebut di cabang pohon yang sejak tadi didudukinya.

Setelah merapikan keadaan sekitarnya sehingga terlihat seperti tidak pernah didatangi, ia kemudian bergerak menuju air terjun dan beberapa saat kemudian ia menghilang dibalik gemuruhnya air.