Dia tak langsung naik ke tempat tidur, melainkan duduk di tempat meja belajarnya dan membuka laci mejanya. Dia mengambil sebuah buku coklat dengan sampul berlafaskan khaligrafi Muhammad, yang telah usang. Dia membuka buku tempat curhatan hatinya selama ini. Telah banyak curhatan yang tergores dalam tinta di buku DIARY tua itu. Buku yang sejak lama di simpannya dengan rapi sejak masa SMP-nya lalu. Hingga kini masih bertahan dan menjadi bukti perjalanan hidupnya.
"Kau sudah terlihat tua kawan." Tangannya mengusap pelan buku yang merupakan teman setianya selama ini. "Tapi aku berterimah kasih, karena kau sudah mau menjadi tempatku mencurhatkan segalanya di lembaran kertasmu ini. Kau akan selalu seperti itu, kan?" Tangannya membuka buku diary-nya itu dengan perlahan.
"Di sini banyak kisahku, ya? Aku jadi geli sendiri ingin membacanya. Tapi aku akan tetap membacanya." kekeh Inara mengusap-usap wajah.