Aku mendengar sorakan beberapa cowok remaja seusiaku dibelokan diujung jalan ini. Disana adalah Lapangan Basket yang sebelumnya merupakan titik yang paling malas kulalui. Kau akan segera sadar alasannya.
"Hoy!!! Atheis!!!"
Nah...
Sudah kuduga, suara yang familiar ini pasti akan meneriakkan kata itu.
"Er Yehude! Sini cepat!"
Melihatku mengabaikan panggilan Bagus, teman SD*ku, Dicky memanggilku kembali dengan menyebut nama lengkapku.
*SD : Sekolah Dasar, tingkat pendidikan wajib paling dasar/rendah dalam cerita ini
Ya, namaku Er Yehude.
Semua orang akan menjauhiku hanya dari mendengar nama keluargaku.
Saat ini, Masa dan Era ini mempercayai adanya Garis keturunan dari Keluarga Terbuang yang akan membawa Siksaan bagi siapapun yang terlalu akrab dengan mereka.
Sebaliknya, Garis keturunan dari Keluarga Suci akan membawa Kebahagiaan dan Nasib baik bagi sekitarnya.
Wajah anak-anak lain begitu suram setelah Dicky memanggil nama lengkapku.
Bagus adalah remaja dengan kemampuan Basket terbaik di sekolahku.
Dulu sewaktu SD, secara Akademis aku adalah pelajar cowok yang berada di posisi 2 atau 3.
Bagus berada di posisi pertama sebagai pelajar cowok.
Aku dan Dicky bersaing di posisi kedua dan ketiga.
Tapi setelah ini mereka akan sadar bahwa aku telah berubah.
"Ya?"
Mendengar tanggapan datar yang kuucapkan, raut wajah Bagus dan Dicky menyiratkan heran.
Inilah... Saat seperti inilah yang kutunggu!
Aku mendekati mereka dengan santai, tidak, mereka tidak menyadari bahwa aku sudah meningkatkan kepekaan kelima Inderaku sejak melangkah keluar dari rumah, hingga saat ini.
Mereka hanya akan merasa aku 'agak berbeda' dari biasanya.
"Ayo duel Basket satu lawan satu, Er!"
Bagus menantang dengan lantang. Dicky terkekeh kecut setelahnya. Beberapa anak yang lain terbahak-bahak. Tapi tidak seperti sebelum-sebelumnya, kini aku jauh lebih tenang, tidak terbawa emosi dan suasana.
Setelah kami yakin untuk berduel satu lawan satu, mereka semua mundur keluar lapangan menyisakan Bagus seorang.
Kami berdiri ditengah lapangan.
Wajah sok dengan senyum merendahkan ciri khasnya muncul dihadapanku.
Tangannya mulai memantulkan bola, saat ini kemampuan mataku menangkap setiap detil arah dan kecepatan gerakan bola dan tangan Bagus.
Peliut ditiup, Bagus dengan cepat melesat kearah bahu kananku. Tubuhnya yang lebih pendek dariku memungkinkannya untuk bergerak lebih gesit dariku.
Tapi itu mungkin jika dilihat oleh mereka. Dilihat oleh mata orang awam seperti Dicky dan yang lain.
Bagiku gerakan Bagus begitu ringan, lembut, teratur. Aku bisa melihatnya dengan jelas.
Ketika aku berniat saja mewujudkan gerakan yang kuinginkan dalam pikiranku, tiba-tiba tangan kananku sudah mencapai bola basket yang melayang diantara lantai dan tangan kanan Bagus.
"Dia berusaha mencuri bolanya!"
"Sejak kapan dia bisa belajar seperti itu?!"
Aku merasakan raut wajah Bagus berubah dengan cepat. Arah langkah dan gerak tubuhnya beralih dalam sekejap!
Hebat! Bahkan dengan kemampuan ini, kemampuan yang kumiliki ini, Bagus masih bisa bereaksi dengan cepat!
Tubuhnya menghalangiku dan memotong pergerakan tanganku sebelum bolanya berhasil kurebut.
Keren! Aku bisa membaca gerakannya!
Tapi sayangnya aku belum terbiasa bermain permainan ini!
Bagus berlari memutar ke sebelah kiri tubuhku setelah sadar aku bisa mengantisipasi sisi kananku.
Aku memang terlambat selangkah, tapi bagiku ini terlalu cepat!
Setelah berlatih beberapa bulan, tidak, dalam beberapa minggu, atau maksimal satu bulan aku pasti akan mengalahkannya, jadi anggap saja kekalahan hari ini adalah sapaan dariku, Bagus!
Yak, dia mencapai titik 'Three Point' dan melesatkan bola kedalam net dengan mudah!
Semua orang bersorak, tak terkecuali Dicky.
"Baiklah, kau menang dan aku harus segera pergi ke sekolah..."
Aku beranjak dari situ mengacuhkan apapun yang akan mereka ucap dan lakukan.
"Hey! Er!"
Dicky membentakku, tapi rasanya ia terlalu pengecut untuk menghentikan langkahku.
Aku bisa merasakan...
Merasakan rasa heran yang kuat muncul dalam diri Bagus.
Aku merasakan perbedaannya. Biasanya ia akan langsung melayangkan ucapan Bully Toxicnya yang menyebalkan.
Tapi sekarang ia diam sampai rasanya aku sudah beranjak jauh dari Lapangan Basket itu.
Yah, sepertinya aku harus menambah 'Side Task : Belajar bermain Basket' untuk Weekly Task (Tugas Mingguan).
Dengan kehidupan tertata rapi dan terjadwal seperti ini aku merasa begitu percaya diri.
System yang terbentuk dan kulatih dengan sendirinya akan mengingatkanku untuk menyelesaikan setiap Task tepat waktu.
Nah sekarang Check Task untuk pagi ini :
1. Bangun Pagi sambil mengamati kondisi sekitar kamar dengan Pendengaran, Penglihatan, Penciuman, dan Reseptor Perasa : Done
2. Membersihkan Kamar dengan cepat dan tepat : Done
3. Mandi dengan air hangat untuk membuka 'Micropile' dalam pori-pori tubuhku! : Done
4. Melatih stamina dengan lari, lompatan, dan gerak konstan : Done
5. Berjalan kaki dengan santai dan mempertahankan Micropile yang terbuka dengan tenang : Process
6. Membantu Security merapikan parkir kendaraan : Queue
7. Menyirami Tumbuhan di kelas : Queue
Walaupun sepertinya Task Management ini kuisi dengan kegiatan sepele sehari-hari, tapi aku menambahkan maksud dan tekad untuk melatih diri, melatih setiap tubuh dan Inderaku untuk menjadi lebih baik!
Sekolahku tampak diujung jalan ini. Terlihat beberapa siswa berjalan memasuki pintu gerbang depannya.
Sejak dulu aku selalu berusaha datang pagi-pagi setiap sekolah.
Dan karena itu banyak manfaat yang bisa kuambil. Contohnya dikenal oleh Security, Guru, dan Staff sekolah.
"Hai Er!"
Suara ini....