Kurang lebih perjalanan dari Korea ke Indonesia sekitar tujuh jam lamanya. Aku sedikit merasa jenuh, kupikir ini perjalanan yang membosankan. Tapi, ini adalah perjalanan terjauh yang pernah ku jalani sepanjang hidupku. Setidaknya, aku bertemu orang baru yang mungkin tidak akan pernah ku temui lagi. Pramugari yang memiliki paras yang cantik serta seorang wanita yang ramah duduk di sebelahku. Aku mencoba untuk akrab dan menyapanya lebih dulu, percakapan yang panjang dan sejalan sehingga kebosanan di dalam pesawat sedikit berkurang.
Akhirnya tibalah aku di Indonesia tepat pukul 05:00 ketika fajar sedang menampakkan dirinya. Ada hal lain yang sangat asing bagiku, aku di sambut oleh suara yang menurutku sangat merdu, namun bukan hanya berasal dari satu sumber. Pikirku ini suara yang sama, alunannya sama, bahkan kata-katanya pun sangat mirip, yang aku tahu ini memakai sebuah pengeras suara, walaupun begitu tetap terdengar sangat menekankan hati.
Aku mencoba mencari sumber terdekat dan tibalah aku pada sebuah bangunan yang indah tak jauh dari bandara. Nah, suara itu salah satunya berasal dari sini. Aku tak tahu apa-apa dan tiba-tiba seorang laki-laki yang berpakaian putih panjang sampai di mata kaki dengan topi di kepalanya, wajahnya di penuhi bulu melingkar hampir menutupi wajahnya. Aku pun kaget saat beliau menepuk pundak ku serta berkata "masuklah, sebentar lagi akan dilaksanakan sholat subuh secara berjamaah.
Itulah pertama kalinya aku tahu bahwa suara itu adalah panggilan bagi pemeluk agama Islam dan ini adalah sebuah tempat ibadah yang mereka sebut sebagai masjid untuk menyembah Tuhannya. Aku pun menjelaskan bahwa aku bukanlah bagian dari pemeluk agama ini. Beliau hanya tersenyum sembari menepuk pundak ku untuk kedua kalinya tanpa berkata kemudian berjalan meninggalkanku.
Di teras masjid ini aku beristirahat sejenak. Ku jadikan ransel ku sebagai alas kepala dan ku luruskan seluruh badanku. Lega rasanya dan terasa nyaman. Aku tiba-tiba bangkit ketika mendengar suara azan untuk kedua kalinya, aku berbalik melihat kedalam, menyimak apa yang mereka lakukan. Pada saat itu rasa penasaran dalam diriku membara. Aneh rasanya melihat mereka, hanya dengan satu suara itu membuat mereka berbaris rapih tanpa di atur oleh siapapun. Wah... ketika seorang yang paling terdepan dalam barisan itu mengungkapkan sesuatu, hatiku bergetar sampai-sampai hampir meneteskan air mata, sungguh merdu suara orang itu.
Pikiranku tertuju kepada apa yang sedang mereka lakukan hingga akhirnya seorang yang wajahnya di penuhi bulu tadi kembali menghampiri ku. Aku tersadar ketika itu. Dalam pikiranku, aku tidak boleh melakukan ini, ini adalah hal yang salah, Tuhanku akan marah dan ku yakin saat ini Tuhanku sedang marah. Pikiranku tidak ingin lebih mengenal agama ini, namun hatiku berkata lain, aku semakin penasaran.
Aku selalu berdoa agar Tuhan selalu membimbing ku, jangan jadikan aku sebagai domba yang tersesat. Jangan jadikan aku sebagai seorang yang akan mengecewakan kedua orang tua ku. Aku tahu bahwa Ayahku akan sangat kecewa jika aku ingin tahu lebih jauh tentang agama selain agama Kristen. Aku berharap imanku tidak goyah.
Aku meninggalkan tempat itu serta orang itu tanpa berkata apa-apa. Namun, aku lupa bahwa aku belum miliki tujuan kemana aku akan pergi. Aku belum tahu dimana aku akan tinggal, tak ada pilihan lain selain terus berjalan meninggalkan tempat itu.
Kini aku telah jauh dari masjid sepanjang perjalanan, aku berusaha untuk menjaga imanku, ku yakinkan lagi kepada diri sendiri bahwa ini adalah hal yang salah, namun hatiku berkata sebaliknya. Sembari berjalan, hal itu sangat menggangguku.
Aku sangat bersyukur dan merasa senang ketika dalam perjalanan tanpa arah itu aku di pertemukan sebuah gereja yang sangat megah, tanpa pikir panjang aku pun masuk dan berdoa. Pada saat itu, hanya satu kalimat saja yang aku ucapkan mungkin ribuan kali dalam satu doa "Tuhan, bimbinglah aku". Hanya itu untuk beberapa jam dalam doaku. Aku tidak mengucapkan kata lain selama berdoa selain kalimat pendek itu.
Aku meninggalkan gereja ketika matahari telah naik dan diluar mulai ramai. Perutku lapar dan aku harus mencari tempat makan. Aku tak tahu apakah ada makanan Korea di sekitar sini. Sungguh sulit rasanya sendiri di tempat yang pertama kali kita kunjungi, seandainya saja aku memiliki teman atau kenalan disini, pasti aku tidak kebingungan seperti ini.