Chereads / Fantasi Futuristik 1 : Masa Depan yang Jauh / Chapter 4 - Seseorang yang Datang

Chapter 4 - Seseorang yang Datang

Hari telah memasuki babak kegelapannya. Langit seharusnya menampakkan bintang-bintangnya yang berkilauan dan bulan yang penuh kehangatan. Kini, keduanya tak ada karena awan-awan menutupnya, tak ada pemandangan selain mendung berisi yang sebentar lagi menumpahkan apa yang dikandungnya.

Hujan rintik-rintik turun menghantam tanah. Juga, menetes pada bagian depan tubuh Keil. Keil menerimanya tanpa ekspresi apapun.

Keil masih tak berubah, ia tak memiliki semangat hidup. Tapi, jauh di lubuk hatinya yang terdalam ia tetap menginginkannya meski dalam bentuk yang sangat buruk dan sebentar lagi benar-benar menghilang. Keil masih berpikir tentang mimpinya yang ia telah lupa dan kembali mengingatnya. Satu hal yang masih terngiang-ngiang adalah sebuah suara yang keluar dari mulut seorang lelaki yang wajahnya tak ia tahu tentang Keil harus menuju ke arah Selatan dan gua.

"Mengapa aku harus ke sana?"

"Aku hanya ingin di sini. Dan, berakhir dengan tenang. Aku sudah bukan anak kecil lagi. Ibu, semuanya, sudah kuputuskan aku akan menyusul kalian semua. Tunggulah, sebentar lagi pasti—"

Gelegar petir membuat Keil terkejut dan takut. Keil ragu dengan niatnya. Tubuh Keil bergemetar, keyakinan tentang keputusannya hilang begitu saja.

"Tidak, maafkan aku semuanya. Sebenarnya aku masih ingin hidup. Aku, aku, benar-benar minta maaf!"

Keil bersedekap menahan dingin. Tubuhnya mulai menggigil. Keil akhirnya mengambil posisi duduk sambil melingkarkan kedua tangannya pada lututnya yang berdempetan.

"Baiklah. Sepertinya aku harus menemui kalian semua karena kondisi menyedihkan ini. Tapi, aku tetap ingin hidup!"

"Ibu! Katakan apa yang harus Keil lakukan sekarang? Teman-teman dan penduduk desa! Apakah semua ini sesuatu yang tepat? Ataukah aku harus menuruti diriku dan kalian untuk hidup dalam kesedihan dan dendam?"

"JAWABLAH!"

Suara petir mengglegar menciptakan cahaya berkilau yang menyilaukan. Setelah cahaya sesaat yang mengganggu penglihatan itu seseorang yang tak terlalu tinggi hadir di belakang Keil tanpa ia sadari. Dan, menjawab teriakan Keil.

"Hufh, sungguh pemuda yang menyedihkan. Apakah kau ingin perjuangan semua orang sia-sia karena alasan konyolmu? Ah, apa yang sebenarnya aku harapkankan?"

Tingginya sekitar beberapa senti lebih tinggi dari Keil. Keil tak dapat melihat wajahnya karena kegelapan. Sekali lagi, kilat menyambar bumi, Keil memanfaatkan cahaya itu untuk melihat sosok di depannya. Tapi, payung yang disodorkan pada Keil oleh orang itu menutupi keinginan Keil.

"Ini, seharusnya seorang pemuda memiliki semangat yang lebih tinggi. Dan, jangan menangis, kecuali memang diperlukan. Jangan juga, menyiakan kesempatan hidup yang kau dapat. Hei? Kau mendengarku? Ambil-lah payung ini! "

Keil menerimanya setelah tak berhasil mengidentifikasi wajah yang baru saja menyadarkannya akan sesuatu. Keil pun bertanya pada sosok gelap itu. Mengapa ia menolongnya.

"Tak ada alasan khusus. Aku hanya tertarik pada anak yang kelihatannya memiliki potensi? Entahlah, mengapa kau tak bersegera mengeringkan dirimu?"

Keil menunduk lama, seperti akan memuntahkan sesuatu yang sedang dipendamnya.

"Paman"

"Ya? Tapi panggilan itu sedikit mengganggu. Tapi, biarlah—"

"PAMAN! Mengapa paman tak menyelamatkan seluruh penduduk desa? Mengapa paman mengabaikan mereka semua dan hanya peduli padaku? Bukankah aku tak lebih berhak hidup pada mereka? Apakah paman tak menyelamatkan orang-orang yang dijadikan sebagai tertawaan padahal mereka sama sekali tak lucu. Apa yang lucu dari pembunuhan, mutilasi, dan pemerkosaan? Apakah paman.."

Keil kembali sadar. Ia menyesal dan menangis ditambah ia melemparkan kesalahan pada orang yang baru saja menyelamatkannya. Keil tak tahu mengapa ia mengatakan semua itu pada orang yang baru saja ditemuinya.

Keil semakin menunduk. Petir kembali menyala menerangi kegelapan. Keil, kini kehilangan satu lagi kesempatan untuk melihat sosok dalam gelap itu.

"Hmm, kau benar. Mengapa aku tak menyelamatkan mereka semua? Seharusnya aku menyelamatkan mereka semua. Tapi, apa yang bisa dilakukan seorang manusia yang lemah dan pendek untuk menghadapi puluhan atau ratusan orang yang bersenjata lengkap. Jika itu menyakitimu, aku dengan berat hati akan meminta maaf"

"Tidak, aku yang bersalah. Aku adalah sampah yang tak berguna. Aku tak dapat berbuat apapun dan malah melemparkannya pada orang lain"

"Itu lebih baik mengakui kesalahanmu dan mengambil pelajaran darinya. Begitulah cara kerja orang-orang yang berjaya. Apakah kau akan terus berdiam diri dan mengeringkan dirimu dalam kegelapan dan kedinginan? Tujulah sebuah tempat di sana. Kau lihat bukan, cahaya kecil di sana? Seseorang akan membantumu."

"Apakah paman tak kehujanan? Paman tak membawa payung dan malah memberikannya padaku?"

"Haha, itu lucu sekali, Keil. Paman mengenakan jas hujan—"

"Apa itu 'jas hujan'?"

"Sudah, tanya saja pada orang yang akan membantumu di sana. Cuaca terlalu buruk untuk menjelaskannya"

"Ehm, Paman. Sebenarnya siapa nama Paman?"

"Hm? Nama Paman? Bagaimana jika kau menjadi seorang yang diperhitungkan dan mencari tahu sendiri? Kau tahu, Namaku tak pernah disebut oleh seorang pecundang yang hampir mengakhiri hidupnya sendiri. Baiklah! Aku pergi, semoga beruntung pada pemberhentian pertamamu!"

***