Chereads / Adelaide's Kingdom / Chapter 2 - Make Plans

Chapter 2 - Make Plans

Setelah cukup lama berbincang tentang banyak hal dengan Rasya, Reyna kembali ke kamarnya setelah Rasya berpamitan karena ingin mengunjungi ibundanya, sebenarnya Reyna masih ingin bercerita banyak kepada kakak sepupunya itu, tapi Reyna tahu Rasya sangat merindukan ibunya saat ini, sama halnya dengan Delona.

Reyna duduk di sofa yang ada di samping tempat tidurnya, sofa itu menghadap langsung ke jendela kamarnya, sehingga Reyna bisa menatap pepohonan di luar kamarnya, Reyna sangat suka melihat daun dan bunga-bunga yang berguguran ketika tertiup angin atau gerak hewan-hewan kecil yang tertangkap netranya.

Pintu kamar Reyna terbuka. Menampakkan sosok Liana yang melangkah mendekatinya.

"putri... bukankah sekarang waktunya kau mengunjungi yang mulia Raja?"

Reyna menepuk dahinya spontan. "bagaimana bisa aku melupakan hal itu." Reyna kesal kepada dirinya sendiri.

Sore hari di akhir pekan adalah waktu untuk Reyna berbincang hangat dengan ayahandanya. Reyna akan minum teh bersama dan melepas rindu. Jujur saja meskipun dekat, Reyna jarang bertemu dengan ayahandanya karena beliau disibukkan dengan urusan kerajaan.

"terimakasih sudah mengingatkanku, Liana."

"itu sudah menjadi tugasku, Putri."

.........

Reyna melangkah menuju kamar Raja Raifan Afkar de Adelaide. Ayahandanya sekaligus Raja Kerajaan Adelaide.

Tidak seperti biasanya. Kamar Raja Raifan tampak ramai. Banyak penjaga yang berlalu lalang berjaga. Jumlahnya tiga kali lipat dari biasanya.

Reyna segera berlari memasuki kamar Raja Raifan. Ia khawatir.

Tanpa menghiraukan penjaga yang mencoba menghalanginya masuk. Reyna membuka pintu dengan paksa.

"AYAHANDA! AYAHANDA!"

........

Empat orang duduk melingkar di sebuah meja berbentuk lingkaran.

Tiga orang laki laki dan satu orang perempuan.

"aku tidak pernah percaya dengan peramal. tapi ucapannya terus ada dalam pikiranku. itu menghantuiku akhir akhir ini." perempuan itu berbicara dengan menatap ke tiga orang di sampingnya satu per satu.

"apa yang diucapkannya hingga ibu sampai terganggu seperti itu?" tanya seseorang yang terlihat paling muda di antara empat orang tersebut.

"waktunya semakin dekat. Reyna akan tetap mengalami apa yang ditakdirkan untuknya. dan itu semua dimulai dari Kerajaan ini."

ketiga orang itu tertegun mendengar ucapan Delona. ya. mereka adalah Pangeran Rasya, Raja Carl, dan Raja Raifan.

"aku tidak akan membiarkan putriku terlibat, seperti apa yang dialami istriku." Raja Raifan berbicara dengan nada tegas. Namun, matanya menyiratkan kesedihan.

"kita masih bisa mencegahnya. kita masih punya kesempatan." ucap Rasya penuh keyakinan.

"kau benar putraku, kita masih punya kesempatan untuk itu." Raja Carl menimpali.

"t-tapi bagaimana caranya? jika peramal itu sudah mengetahui fakta tentang Reyna mungkin saja para monster itu juga telah mengetahuinya sekarang." tanya Delona dengan kerisauan yang sangat kentara.

"tenanglah istriku. kita harus membicarakan ini dengan 'kepala dingin' dan rasional." Raja Carl berusaha membuat suasana diskusi tetap terkendali.

Delona menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya.

"aku akan mengirim Reyna ke akademi." ucap Raja Raifan.

"itu berarti Reyna akan jauh dari pengawasan kita selama dua tahun?"

"itu akan lebih baik ibu. Akademi dilindungi oleh kekuatan dari 23 kerajaan. Mungkin di sini tidak lebih aman karena kita tidak tahu kapan para monster itu akan datang."

"aku akan menyiapkan pendaftaran Reyna ke akademi." ucap Raja Carl. Ia adalah salah satu petinggi penting di Cherish Academy. Raja Raifan mengangguk setuju.

"dan aku akan membantu paman menjaga kerajaan ini." ucap Rasya. diikuti Raja Raifan yang tersenyum puas.

"tunggu dulu. la-lalu bagaimana kita melindungi Reyna di dalam akademi. bukankah kekuatan 23 kerajaan itu hanya melindungi di luar akademi saja? kita tidak tahu ancaman di dalam akademi..." ucap Delona terbata. Ia sangat sulit mengontrol kecemasannya. Delona sudah berperan seperti ibu Reyna selama bertahun tahun dan saat ini ia adalah seorang ibu yang mengkhawatirkan putrinya.

"aku akan mencari seseorang yang tepat."

......

Raja Raifan kembali ke kamarnya setelah diskusi panjang dengan ketiga orang kepercayaannya, yakni keluarganya sendiri.

Setibanya di kamar. Ia menyaksikan Reyna yang berulang kali meneriakkan namanya dengan parau. Suaranya yang parau menandakkan bahwa ia sedang menahan tangis.

"ada apa putriku?" tanya Raja Raifan dengan lembut.

Reyna segera berlari setelah melihat keberadaan ayahandanya. kemudian ia memeluk Raifan dengan erat.

"apakah ayahanda baik baik saja?" ucap Reyna sembari menyembunyikan wajahnya di dada ayahnya.

"apa maksudmu? tentu saja ayah baik baik saja."

"tapi kenapa sangat banyak penjaga di sekeliling kamar ayah?"

"itu karena James sedang bertugas di luar istana, jadi pelatihan penjaga dipimpin Rasya. Itulah mengapa banyak penjaga yang berlalu lalang di istana utama."

Reyna menatap Raifan lekat. "benarkah?"

Raifan tersenyum lalu mengangguk.

Reyna menghela napas lega. kemudian tersenyum cerah. "syukurlah."

"bersiaplah Rey."

"ber-bersiap untuk apa?"

"makan malam kerajaan, bersama paman bibimu." jawaban dari Raifan membuat Reyna tersenyum lega. Ia sempat berprasangka buruk sebelumnya.

.........

Makan malam kerajaan akan segera dimulai.

Reyna melangkah menuju ruang makan utama, sesampainya di sana seluruh anggota keluarganya telah lengkap.

Reyna menunduk. memberi salam kepada ayahnya, paman, kakak, dan terakhir bibinya.

Reyna tersenyum malu. "maaf Reyna terlambat." ucapnya.

"duduklah Reyna." ucap pria paruh baya yang memakai mahkota di kepalanya, sosok berkharisma yang duduk di ujung meja makan. Dialah Raja Raifan Afkar de Adelaide, ayah Reyna.

Reyna segera duduk di samping Rasya dan berhadapan dengan Delona.

"kenapa terlambat? tumben sekali." bisik Rasya.

"tadi Liana bercerita sesuatu yang menakjubkan." Jawab Reyna pelan.

Reyna masih tersenyum sejak tadi, Rasya penasaran cerita apa yang membuat adiknya sesenang itu.

Makan malam pun dimulai, tak ada suara, hanya gesekan alat makan yang terdengar mendominasi.

Beberapa saat kemudian, ketika semua telah menyelesaikan makannya, inilah moment yang sangat pas untuk saling berbincang hangat antar-anggota keluarga.

Raja Raifan, Raja Carl dan Pangeran Rasya tampak berbincang bincang perihal masalah kerajaan yang sama sekali tak Reyna pahami, Reyna melirik bibinya yang tengah fokus mendengarkan pembicaraan tiga orang itu.

Reyna menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi, hanya diam menatap keluarganya itu.

"Reyna ada apa dengan wajahmu?" tanya seseorang dengan suara berat yang khas, Reyna tahu betul itu suara ayahnya, Reyna kembali duduk tegak dan berusaha tersenyum.

"tidak apa ayah, Reyna hanya tidak tahu apa yang ayahanda dan lainnya bicarakan." ucap Reyna apa adanya.

Raifan tertawa. "ohhh jadi putri ayah merasa diabaikan?" tanya Raifan yang sebenarnya sebuah pernyataan.

"bukan seperti itu Reyna hanya..." Reyna menggantungkan ucapannya, Reyna bingung hendak menjawab bagaimana karena ucapan ayahnya memang benar.

Rasya berusaha menahan tawa sedari tadi. ekspresi Reyna saat kebingungan itu terlihat lucu.

Akhirnya Reyna hanya bisa menutup mulut dan tersenyum tipis karena tidak tahu harus menjawab apa.

"Rasya kapan kau akan menikah?" tanya Carl tiba tiba.

Rasya tersedak salivanya sendiri saking terkejutnya, kedua matanya berkedip-kedip tak teratur menandakan bahwa Rasya tengah kebingungan.

Reyna tersenyum penuh kemenangan. "paman memang terbaik!" batin Reyna bersorak-sorak senang.

"benar nak, kau sudah cukup umur untuk itu." tambah Delona.

"apakah kau sudah mulai memikirkan itu?" Raifan menimpali.

Rasya menarik napas untuk menenangkan dirinya yang masih terkejut. "aku belum memikirkan hal itu, aku akan memikirkannya pelan pelan." ucap Rasya setelah beberapa saat terdiam.

Reyna hanya menyimak pembicaraan para orangtua tentang pernikahan kakaknya itu, sesekali Reyna memperhatikan raut wajah kakaknya yang terlihat tak suka?

Reyna menjadi bersimpati kepada Rasya, mungkin kakaknya itu memang belum ingin menikah, Reyna merasa harus menghentikan pembicaraan itu.

Dengan hati hati Reyna mengubah topik pembicaraan dari pernikahan Rasya menjadi perihal kerajaan putih yakni Kerajaan yang dipimpin oleh Raja Carl.

"ada satu hal yang ingin Reyna tanyakan." ucap Reyna.

Semua memberikan tatapan bertanya. "aku ingin tau seperti apa kerajaan putih itu?"

Pertanyaan Reyna berhasil menjadi topik hangat pada malam itu.

Sebenarnya Reyna sedari dulu sering bertanya kepada bibi dan kakaknya tentang kerajaan putih, tapi kali ini Reyna ingin mendengarnya juga dari sudut pandang Raja Carl sendiri, menurut Reyna itu suatu keberuntungan untuknya.

Jika Delona dan Rasya menceritakan bahwa kerajaan putih adalah kerajaan yang dingin karena hampir setiap tahun turun salju. berbeda dengan Raja Carl, ia menceritakan secara runtut dari mulai sejarah, tradisi sampai keunikannya.

Reyna memperhatikan penjelasan pamannya itu dengan bersemangat, Reyna akhirnya mengetahui suatu fakta penting yang selama ini belum ia ketahui tentang Kerajaan Putih yaitu tentang terpisahnya Kerajaan Putih menjadi dua bagian dan mereka saling bermusuhan karena memiliki prinsip yang berbeda.

Ternyata pembicaraan tentang kerajaan putih mengalir ke mana mana hingga ayahnya pun ikut menceritakan tentang masa kecilnya, Delona dan Carl. Tentang perjanjian damai ayah Raifan yang merupakan kakek Reyna dengan ayah Carl kakek dari Rasya. Setelah perjanjian itu akhirnya Raifan dan Carl dipertemukan dan menempu pendidikan dengan guru yang sama. Raifan juga bercerita tentang Carl yang sering ketahuan sedang memperhatikan Delona dan sering mengajaknya berbicara.

Reyna dan Rasya sesekali tertawa mendengar kisah masa lalu orangtua mereka, Carl dan Delona terlihat tersenyum malu malu ketika Raifan menceritakan kisah mereka berdua.

Baik Raifan, Carl, Delona, maupun Rasya telah bersepakat bahwa malam ini mereka tidak membicarakan perihal Reyna, mereka sudah memutuskan untuk merahasiakannya dari Reyna sampai waktu yang tepat. Mereka hanya ingin menciptakan kenangan yang indah saja.

Malam ini sungguh menyenangkan.

Reyna tak akan melupakan malam ini sampai kapanpun.

'makan malam yang penuh kehangatan keluarga'

(Tidak ada yang tahu sampai kapan kedamaian itu terus berlangsung. Karena sejatinya kehidupan itu seperti sebuah roda. Berputar mengikuti alur takdir yang membawanya.)

........