Lelaki itu duduk di antara keramaian penonton basket, matanya fokus mengamati permainan seorang lelaki yang sibuk mendribble bola basketnya menuju ring lawan pandangannya tak luput dari lelaki itu walaupun satu detik, mengambil kamera DSLR lalu memotretnya kala menemukan angel yang sempurna. Walau, bagaimana pun lelaki itu sangat sempurna baginya.
Sorak-sorai penonton semakin bergemuruh, ketika lelaki bernama Seth Leone Cempaka berhasil melayangkan three point shoot. Poin kelas XII MIPA 3 sekarang unggul dua angka dari XII IPS 2. Namun, peluit tanda istirahat berbunyi, seluruh pemain menepi sekedar untuk membasahi kerongkongan. Seth mengambil botol air mineralnya, mendapati kosong.
Ia berjalan ke bangku penonton. "Ada yang punya air mineral lagi?" sontak mereka berebut untuk memberikan air mineral untuknya. Namun, tatapan Seth malah jatuh ke seorang siswa yang termenung menatapnya. Ia tergelak singkat, lalu memberanikan diri mendekatinya. "Nath, Nath ... mending lo duduk di sana." Jari telunjuk Seth mengarah ke bangku sebelah pelatih. Ia mengambil air mineral milik Nath dan meneguknya. Jakun Seth bergerak seirama dengan gerakan menelan, menimbulkan suara seksi tiap tegukan air.
"Dari sekian banyak orang yang nawarin lo air, kenapa jadi air gue yang lo minum?" protes Nath meratapi bekal air yang kini tinggal seperempat.
"Lo pulang pake apa?" tanya Seth mengalihkan topik.
"Angkot."
"Pulang bareng gue ya? Sekalian gue kepingin nginep."
Peluit panjang dibunyikan, tanda waktu istirahat berakhir, ia melambaikan tangannya pada lelaki yang telah menemaninya dari kelas tujuh.
Permainan selanjutnya tak kalah mendebarkan, tim lawan nyatanya telah putus asa dalam melawan trik permainan tim yang diketuai Seth, karena emosi dengan sengaja Rio, meng-sleding kaki Seth hingga terjerembab.
Seluruh penonton ramai mendekati Seth yang kini tak sadarkan diri, tim PMR segera datang dengan membawa tandu. Di tempatnya, Nath hanya mematung, ia tak bisa bergerak, seakan tubuhnya terpaku pada bangku penonton.
Kakinya nyeri luar biasa, bak tulang keringnya dipatahkan secara bersamaan. 'Sial!' umpatnya sambil tertatih keluar dari stadion.
Nathan Eliot dan Seth Leone Cempaka, mereka berdua memiliki rahasia yang istimewa nan menyakitkan. Rahasia yang tak pernah sekalipun mereka umbar.
Mereka berdua seakan terikat oleh benang merah, ketika salah satu di antaranya sakit atau terluka, maka rasa sakit itu akan ditransfer pada salah satu yang lain.
Seperti halnya hari ini. Nath yakin bila tulang kaki Seth patah, karena rasa sakit transferan yang ia terima teramat pedih. Sampai sekarang, Nath masih bertanya-tanya mengapa harus Seth?
Mengapa tidak orang lain? Seistimewa apakah hubungannya dengan kapten basket itu? Nath yakin mereka hanya sebatas teman dekat.
Mungkin?
Sekarang Nath bersender di kap mobil Pajero milik Seth, seraya mengangkat kakinya yang masih nyeri.
Sedangkan … di ruangan UKS, Seth terbangun, menyaksikan kakinya diperban. "Ini kaki gue kenapa?" Zaka, selaku ketua PMR menjelaskan jika tulang kakinya keluar dari tempatnya dan dokter sekolah telah menanganinya dengan gips.
Seth menghela napas panjang, ia mencoba sedikit menggerakkan kakinya dan Zaka langsung mencegahnya. "Lo ga boleh banyak gerak! Masih basah!"
Seth mengerutkan kening. "Heh, kok ga sakit?" gumamnya. Lalu ia tersadar dan menepuk jidatnya yang mulus.
"Lo liat Nath?"
Zaka yang tengah merapikan kotak P3K berhenti. "Tadi gue liat keluar dari stadion, gue rasa dia ga enak badan deh, jalannya ga bener soalnya."
Napas Seth tercekat, bagaimana bisa dia lupa akan kondisi istimewa mereka.
"Lo mau kemana?" Zaka buru-buru mengambil tongkat kruk. "Bandel banget sih."
"Masalahnya gue khawatir sama Nath. Dia lagi demam." Bohong Seth. Ia terseok-seok melangkah di koridor yang sepi.
'Tadi tim gue menang kagak ya?'
'Ah, … Nath kenapa kagak ke UKS bareng aja sih, kan bisa ngeluh sakit kaki.'
Siswa dengan surai legam itu sibuk bergelut dengan batinnya sendiri. Ia cemas akan keadaan lelaki yang 20 centi lebih pendek darinya itu.
Ia terhenti. 'Sungguh kenapa gue panik banget sih? Padahal kek gini juga sering banget kejadian dan Nath ga kenapa-kenapa, akhir-akhir ini kenapa gue parnoan sama Nath?'
Seth menelan air liurnya. 'Masak gue suka? Sama Nath?'
.
.
.
Sesampainya di parkiran yang ia temui hanyalah secarik note berwarna pink bertuliskan :
"Gue lupa, tas sama kamera gue ketinggalan di lapangan. Kalo lo udah balik tapi gue belum, tungguin ya."
Seth menggeleng pelan. 'Dasar kakek tua,' ejeknya. Ia mengambil duduk di bagasi mobil yang sengaja dibuka. Kemudian tiga orang gadis menghampirinya.
Di antara tiga orang itu, ada Thalia seorang siswi paling populer di sekolah sekaligus tercantik. "Eh, Seth lo kenapa di sini?" tanya Ivanka seraya mendekat.
"Nungguin Nath, biasalah bocah itu lama banget."
"Oh, pas banget. Gimana kalo lo nganterin kita pergi ke Supermall dulu, nanti balik sekaligus nganterin Nath balik," cetus Lia sedikit membujuk.
"Enggak ah, gue takut Nath nunggunya kelamaan." Seth mencoba menolak halus. Namun, Thalia mendekat lalu memeluk lengan kokoh Seth. "Gue mohon ya Seth, belum punya dress buat prom night lusa." Thalia mengeluarkan baby face-nya lalu bersandar manja pada bahu Seth.
'Ga mungkinlah gue demen sama Nath," batinnya mengusir segala keraguan. Tanpa Seth sadari ia hanyalah lari atas perasaannya.
Tiga orang gadis itu memasuki mobil dan Seth mulai menjalankannya. Mobil Pajero Seth memasuki area parkir, dibantu oleh petugas parkir ia berhasil memarkirkan mobilnya dengan selamat walaupun jaraknya mepet karena hari ini parkiran sangatlah ramai.
"Beneran ga ikut kita cari baju? Sebentar doang kok."
Seth terlihat menimbang. "Ga ada tiga puluh menit kan? Gue ikutan deh, sekalian nemenin Thalia."
Mereka berjalan beriringan menuju ke dalam mall, walaupun sedikit tertatih karena kondisi kakinya, ia tak sedikitpun mengeluh dan tetap riang menjelajahi tiap sudut tempat yang menjual pernak-pernik dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Senyuman Seth terukir manis ketika Thalia memakaikannya sebuah dasi. Rasanya bunggah dan terbang melayang hingga lupa akan waktu bukan lagi 30 menit. Namun, segalanya berlalu hingga tiga jam. Melupakan seseorang yang harusnya ia tunggu.
Gue kesel banget asli sama Seth. Maksudnya sadar oik! Kaki lo aja masih digips.:(
.
.
.
Hujan deras tiba-tiba saja menerjang bumi, rintik airnya membasahi apapun yang dilalui, termasuk seragam sekolah seorang lelaki yang kini terlihat kebingungan mencari seseorang yang harusnya mengantarkannya pulang.
Langit mulai menjingga, burung-burung camar beterbangan pulang ke sarangnya sekolah pun telah sepi, hanya ada satpam yang kini menyuruhnya pulang.
"Aduh mas … kalo sampe sekarang belum dijemput artinya mas dilupakan."
Pak Eko mengantarkan Nath ke halte, lalu menutup gerbang sekolah. "Mending mas Nath pesen ojol, angkot jam segini udah ga ada." Nath hanya tersenyum kecut.
HP-nya lowbat dan gak ada orang yang bisa dihubungi di rumah, kedua orang tuanya ada di luar kota. Yang ada di sampingnya hanyalah Seth seorang.
Seragamnya kuyup dan berkali-kali batuk karena kedinginan. 'Lo ke mana aja sih Seth.' ringisnya. Sebuah mobil berwarna silver mendekat, Yansen, menghampiri Nath dengan payung ditangan.
"Lo ga balik dari tadi Nat?" Nath hanya menggeleng lemah. Tangan Yansen terulur menyentuh dahi Nath. "Lo demam Nath, yuk nebeng gue sama Nadia, kita pulang."
"Tapi …."
"Nungguin Seth? Percuma! Gue liat dia sama Thalia lagi belanja di mall."
Deg!
Hati Nath terasa ditancap sebilah pedang. Pedih nan menyayat. Rasanya Nath ingin marah, tapi sadar jika dirinya hanya sebatas teman untuk Sath, tapi ia kecewa karena Sath meninggalkan dirinya tanpa sebuah catatan dan pergi bersama seorang gadis.
Sebulir air menetes dari pelupuk mata Nath, matanya memanas, ia ingin menangis tetapi malu karena dilihat Yansen dari kaca spion mobil.
"Kalo mau nangis, nangis aja Nath, gue juga pernah ditinggal Ya-yan, lo berhak buat kecewa." Nadia memberikan pelukan hangat setelah menyelimuti tubuh Nath yang mengigil dengan selimut.
Yansen menggebrak dashboard mobil. "Kebangetan si Sethan! Gue ga peduli soal dia mau kencan kek, tapi kalo mau ninggal harusnya chat lo kek ngabarin Ga malah ninggal. Untung gue lewat, coba kalo enggak?" cecar Yansen dengan murka. Ia berkali-kali menyalip mobil lain dengan kecepatan tinggi, mengkalson berkali-kali dan mengumpat kala mobil lain tak mau menyingkir.
Nadia berusaha menenangkan pacarnya.
"Nath, kalo ada kejadian kek gini lagi hubungi gue." Nath hanya mengangguk, dalam hatinya ia berkomat-kamit membaca doa karena Yansen semakin kesetanan dalam melajukan mobilnya.
.
.
.
Seth mengeluh, badannya tiba-tiba terasa pusing dan pengap, napasnya pun terasa berat, ia mendadak mengerem laju mobil.
Ketiga gadis yang tengah berbincang itu terkejut. "Kenapa? Seth?"
"Kalian turun di sini aja ya? Gue pesenin taksi online, gue mau nyusul Nath dulu. Gue ngrasa ada yang ga beres."
.
.
.
Seth tertatih menggunakan kruk-nya, sedikit terburu-buru kembali ke rumah Nath. 'Lo gapapa kan? Please jangan bilang lo sakit!'
Deg!
Betapa terkejutnya Seth mendapati Yansen tengah melepas seragam Nath. Otot tangannya menonjol, rahangnya mengeras ia mengepalkan tangannya.
"Brengsek!"
Bugh!
"Seth!"
.
.
.
Bersambung.
17/Agustus-2021