"Sayang, aku mau mandi bisakah kamu menjaganya sebentar?" tanya Sonia pada Edward yang sedari tadi terus memandangi wajah putranya.
Ia memang benar-benar tidak mengurus badannya semenjak ia menunggu putranya di Rumah Sakit yang membutuhkan perawatan ia ingin segera mandi karena rindu air di rumahnya dan berniat membersihkan diri.
Edward juga sebenarnya amat kelelahan iya harus bekerja dan menginap di rumah sakit malamnya untuk menunggu sang putra bersama istrinya.
Walau begitu kalau lahiran sang anak benar-benar membuat semangatnya juga meningkat dan itu tidak masalah untuk nya menghabiskan waktu bersama walau kelelahan.
Namun ternyata keadaan tubuhnya tidak bisa dibohongi siapa besar di pojok Ruangan menjadi sasaran empuk untuknya dia langsung merebahkan diri di atas sofa itu sembari membuka kancing kemeja di lehernya kemudian ia memejamkan mata dan dalam beberapa menit tampaknya ia sudah terlelap.
Setelah mandi ia dan mengambil minum dari kulkas di dalam kamarnya Sonia langsung berjalan ke kamar Sang putra untuk melihat apakah dia sudah terbangun atau belum dari tidur, namun kehadiran Steve membuatnya kaget. Lelaki itu sedang menggendong putranya, ya putra mereka pikir Sonia.
Sonia menjadi kaku seketika, "Kak, sedang apa di sini?" tanya Sonia ragu-ragu.
"Tadi aku mendengar bayimu menangis dan tidak sengaja masuk kesini kemudian melihat Edward tertidur sehingga aku menggendongnya, " jelas Steve.
''Kak, tidurkan saja lagi tampaknya Elden sudah tidur lagi," Sonia menatap anaknya yang memang sudah memejamkan matanya lagi.
Steve mengiyakan dan dengan hati-hati memegang kepala Elden dan meletakkan nya di ranjang itu.
Setelah itu Steve menarik nafas. "Sonia, aku pikir aku menyukai keponakan ku! dia sangat manis dan membuat ku nyaman, bahkan aku bisa menggendong bayi tanpa takut di tanganku untuk pertama kalinya padahal aku belum pernah melakukan nya, atau mungkin aku pernah melakukan nya tapi aku lupa!" ujar Steve.
Mendengar penuturan kakak ipar di depannya ia merasa sedikit canggung dia juga takut jika setiap mengingat hal-hal lain yang pernah ia lakukan bersamanya dulu memang pernah ikut kelas untuk menggendong bayi dan juga menggantikan popok mungkin karena itulah ia lihai melakukannya walau pikirannya tidak mengingat.
"Aku harap Elden segera bisa berlari aku akan mengajarkan nya main basket," lanjut Steve.
Sonia tersenyum simpul, tiba-tiba pintu terdengar terbuka lebih lebar dan ternyata Katrine yang masuk. "Kamu di sini sayang, em lihat wajah Elden benar-benar tampan aku juga ingin segera punya anak seperti kak Sonia! " ucap Katrine namun terdengar seperti penekanan di setiap kata-katanya.
"Kak Sonia termasuk perempuan yang berani Ia memiliki anak di usianya sekarang Kita juga harus segera memiliki anak agar umurnya tidak terlalu jauh dengan Elden!" timpal Steve, membuat wajah sonia kini menatapnya.
Katrine tidak menyangka Steve akan menimpali perkataan nya. "Setelah kita menikah aku rasa kita tidak perlu lagi menundanya."
Steve segera mengangguk mendengar penuturan Katrine.
"Kak, bisakah kita mengobrol di luar tampaknya suamiku dan bayiku ingin istirahat?" Sonia menyela ucapan yang mungkin akan segera di lontarkan Katrine untuk membuatnya sedikit kesal.
Steve mengerti dan ia melangkah kan kakinya lebih dulu ke luar kamar Elden.
Namun Katrine berdiri dan lebih dekat ke ranjang bayi itu. "Son, aku pernah dengar wajah bayi aku pikir terus berubah, aku penasaran semakin ia tumbuh besar wajahnya akan mirip siapa?" Katrine mengajukan pertanyaan yang membuat Sonia menahan nafasnya, urat di lehernya tampak terlihat, namun ia berusaha menahan diri karena bayinya tertidur dan Edward juga ada di sana.
Untunglah gadis itu tidak menambah perkataan apapun dan keluar dari kamar bayinya jika tidak mungkin Sonia akan menjambak rambutnya hingga dia terpental karena kesal dengan ucapan-ucapan yang terus ia lontarkan.
Sonia menatap wajah bayinya dan mencium pipi putranya itu kemudian keluar dengan menutup pintu dengan hati-hati agar Edward tidak terbangun.
Sonia turun ke lantai bawah, kemudian semua orang sedang berkumpul. Mereka duduk di kursi meja makan sembari memakan makanan yang tersedia. "Sayang, cepat makan ini untuk memperlancar asi mu," tampaknya Mrs. Casanova memasak sayur yang tampak berwarna hijau entah apa itu namun ia mengatakan untuk memperlancar asupan air susu Sonia.
Ia mengangguk dan duduk di samping ibunya.
"Sebentar lagi rumah besar ini akan dipenuhi tangisan Elden, tapi bagaimana pun jangan buat pangeran kecil kita menangis kita penuhi saja dengan gelak tawanya!" timpal Mrs. Leonardo.
Tampaknya kehidupan Elden akan sangat berwarna dan sangat mewah melimpah dari kedua Nenek dan Kakek nya.
Sonia melihat ke arah Steve yang hanya memakan makanan nya saja tanpa banyak bicara, ia tampaknya belum terbiasa dan merasa dirinya asing karena hilang ingatan nya itu.
Setelah makan sonia masuk ke dalam studio balet nya, walau sudah lama tak menggunakan nya sudah pasti akan tetap bersih karena legawa nya mengerti setiap hari.
Ia membuka lemari baju balet nya dan memegangnya satu-persatu kemudian tangannya terhenti pada 2 baju balet kecil, dan lagi-lagi Steve ada di belakang nya.
"Son, apa kamu dulu penari balet?" tanya Steve membuat sonia kaget.
Baru saja ia akan menjawab, tiba-tiba panggilan Katrine mengagetkan mereka, terdengar gadis itu memanggil nama Steve.
Namun pria itu memegang tangan Sonia dan masuk ke dalam ruangan ganti baju berukuran kecil bersama-sama.
Setelah mereka berada di ruangan itu cukup lama dengan posisi Sonia duduk di pangkuan Steve karena tidak sengaja, hanya deruan nafas keduanya yang terdengar.
"Kenapa kita bersembunyi?" lirih Sonia, ia mengepalkan tangannya karena sedikit kaku.
Steve kemudian tersadar pertanyaan wanita yang kini duduk di pangkuan nya, ia berpikir juga mengapa harus berlari dari panggilan Katrine.
"Ah, maaf Son aku reflek melakukan nya aku juga tidak tahu!" Steve menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ah, begitu," jawab Sonia lagi, tapi ia juga tak bangkit dari duduknya.
"Son, seperti apa kita dulu saat sebelum aku kecelakaan?" tanya Steve.
"Kita?" sorot mata Sonia benar-benar penuh keraguan, ia ingin mengatakan yang sebenarnya namun ia juga takut bahwa Steve tidak akan menerima kenyataan, hal itu ia pikirkan baik-baik karena harus memikirkan Elden juga.
Suara langkah terdengar mendekat, Katrine terus memanggil Steve.
Lagi-lagi kini Steve menempatkan tangannya di mulut Sonia, mengisyaratkan agar dia diam.
Steve menatap ke arah pintu kamar ganti itu, takut-takut Katrine akan mengetahui keberadaan mereka dan membuat ke salah pahaman.
Namun sorot mata Sonia kini menatap mata Steve gang hanya berjarak beberapa centi meter dari wajahnya.
Namun seperti nya Katrine pergi dan tidak jadi membuka ruang ganti balet itu karena seseorang memanggil nya.
Steve merasa tenang dan membuka bekapan tangannya dari mulut Sonia. Ia tersadar adik iparnya itu kini menatapnya.
"Ah, Sonia maafkan aku, aku takut Katrine lebih salah paham karena kita berada di ruangan ini berduaan," Steve menjelaskan alasan tindakannya.
Seketika Sonia teringat dulu mereka pernah di sini juga, berdua dengan penuh kehangatan.
Steve kemudian membantu Sonia bangun dari pangkuannya, dan bergegas ingin keluar. Sonia memegang tangannya. "Kak, apakah kamu benar-benar tidak ingat apapun?" tanya Sonia yang memegang tangan nya, dengan sorot mata penuh harap.