Chereads / PRESISI / Chapter 1 - P R E S I S I I

PRESISI

HERACLES
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - P R E S I S I I

1

Ausya bangun dari tempat tidurnya, ia menepis selimut dan melihat Ulrick masih terlelap di sampingnya. Ausya memandangi wajah Ulrick sejenak, lalu memejamkan mata frustrasi. Memang sebuah kesalahan menikah dengan Ulrick, pikirnya.

Dengan cepat perempuan itu berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Di pandangnya pantulan wajah yang terlihat di cermin. Ausya menghembuskan nafas lelah saat kembali teringat Ulrick, suaminya. Lelaki itu memang sosok yang baik 'sangat' tidak pernah sekalipun Ulrick membentak ataupun berkata kasar kepadanya. Semua terasa sangat sempurna tanpa celah.

Namun, ada bagian dari Ausya yang tidak bisa menerima semua kesempurnaan itu. Rasanya, Ausya merasa terbebani dengan apa yang Ulrick lakukan kepadanya. Ausya merasa Ulrick juga tengah menuntut kesempurnaan yang serupa kepada Ausya.

Seperti pagi ini, Ausya dengan sabar menunggu pegawai salon menata rambut panjangnya sedemikian rupa. Ausya memutar bola matanya saat terlihat Ulrick tengah tersenyum kepadanya. Jika bisa, Ausya ingin sekali menenggelamkan dirinya di lautan. Setidaknya untuk hari ini saja.

Sudah dari bulan lalu Ulrick mewanti-wanti Ausya untuk mengosongkan jadwal apapun itu hanya untuk hari ini, hanya untuk menghadiri acara ulang tahun pernikahan mertuanya yang ke-35.

"Aku tahu kamu pasti cantik walau gak ke salon, sayang. Tapi mamah yang minta." Ulrick menarik sudut-sudut bibirnya.

"Aku absen aja ya tahun ini?" Sungguh, bukan bermaksud untuk menjadi menantu yang durhaka. Ausya hanya tidak suka saat harus berada di lingkungan keluarga Ulrick, saat harus tampil sempurna seperti saat Ulrick bersikap, dan tentu Ausya tidak terbiasa dengan semua itu.

Dengan cepat Ulrick menggeleng, lalu kembali fokus pada ponselnya. Membalas puluhan email yang tidak bisa ia lewatkan. Ausya pun melakukan hal yang sama, namun yang ia lihat tidak jauh dari akun-akun aktor luar negeri yang mempunyai perut seperi roti sobek.

Sebuah pesan masuk dari Rivi, sahabat perempuannya selama sepuluh tahun ini yang membuat Ausya sedikit bersemangat. Pasalnya, jika Rivi yang menghubunginya terlebih dahulu, pasti ada satu hal yang lebih berharga dari hidupnya. Ya, walau sebenarnya Rivi saja tidak melabeli bahwa hidupnya amat sangat berharga.

Rivi Randu Adzistyra

Selamat ketemu mertua Sya, wkwk.

Sial, Ausya kira sahabatnya itu akan membuat dirinya tertawa alih-alih ingin membanting ponselnya ke cermin. Ausya sekarang yakin, bahwa semua yang ada dalam hidupnya hanya di penuhi dengan kesalahan, ya termasuk salah dalam mengangkat dan menobatkan Rivi menjadi sahabatnya.

Ausya Moran Ramirez

Demi apapun gue pengen nge skip hari ini, sekarang juga.

Rivi Randu Adzistyra

Jangan durhaka, Sya. Tuhan lo marah nanti. Haha

Ausya Moran Ramirez

Sumpah Vi, lo nyebelin.

Ausya kini benar-benar mengabaikan pesan dari Rivi. Kembali membuka foto-foto aktor favoritnya untuk menetralisir rasa kesalnya kepada Rivi. Dua jam berlalu dan kini Ausya sudah benar-benar siap secara penampilan, tapi tidak dengan hatinya. Hidup saja telah Ausya jalani setengah mati, ditambah harus ikut acara kebesaran mertuanya? Mati saja Ausya hari ini.

"Cantik." Ulrick tersenyum saat Ausya telah berdiri di hadapannya.

"Thanks."

Ulrick bukannya baru menyadari bahwa Ausya cantik, bahkan dari awal pertemuan mereka, Ulrick sudah tertarik kepada Ausya. Walau pertemuan pertamanya dengan Ausya terbilang memalukan, bahkan sampai saat ini pun pipi Ulrick akan langsung memerah saat kembali di ingatkan tentang kejadian ganjil itu.

Dulu, Ausya dikenal karena cantik dan juga pintar, selalu menjadi rebutan semua mahasiswa di kampusnya, seolah Ausya adalah piala yang harus di raih. Tapi, semua orang tidak tahu, bahwa dari dulu Ausya tercipta hanya untuk Ulrick dan selamanya untuk Ulrick. Kalimat itu yang selalu lelaki itu ucapkan kepada siapapun yang ingin mengambil Ausya darinya.

Ulrick tahu, apa yang akan menjadi masalah terbesar dalam hubungannya dengan Ausya. Mereka berdo'a pada Tuhan yang berbeda, saat mereka sama-sama mempercayai satu Tuhan dalam keyakinannya. Namun, apa yang salah ketika mereka bisa menjalaninya bersama-sama? Bahkan, Ulrick saja yakin dengan pernikahan ini, mengapa orang tua mereka tidak? Ketika Ulrick harus berkata jujur, selama tiga tahun ini hatinya membatin. Tidak mudah untuk menghadapi keluarga besar Ausya atau keluarga besar dirinya, ketika saat Ausya saja diperlakukan berbeda karenanya.

Seperti siang ini, mata Ulrick menangkap tubuh Ausya yang di baluti dengan dress yang ketika di pakai perempuan itu dapat begitu menyilaukan mata. Ausya ikut tertawa walau terlihat di paksakan, ikut mengerutkan dahi saat yang lain mengerutkan dahi. Ulrick sangat yakin, bahwa di dalam hati perempuan itu ia tengah mengumpat dan ingin segera meninggalkan tempat ini.

"Rick, papa sama mama pengen ketemu sama lo." Alvin yang membuat Ulrick kaget segera memalingkan pandangannya dari Ausya.

"Sendiri?" Tanya Ulrick sambil menyimpan gelas minumannya.

"Yes, Ausya beda sesi." Alvin mengendikan bahunya lalu pergi.

Segera Ulrick meninggalkan area taman, lalu memasuki rumah mewah bergaya Eropa dengan ornamen-ornamen mewah lainnya. Perkenalkan, disinilah Ulrick lahir dan tumbuh, hidup dengan segala peraturan dan tuntutan untuk menjadi anak yang sesuai dengan gaya hidup kedua orang tuanya.

Dari dalam terdengar suara tawa David dan papa. Rasanya Ulrick ingin sekali berbalik arah dan pergi meninggalkan rumah ini agar tidak bertemu dengan David, kakak tertuanya.

"Hi Rick!" David mengangkat tangannya kearah Ulrick berdiri. "How are you? "

"As you can see." Ulrick tersenyum sedikit di paksakan. "I'am fine."

David hanya terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. "So dad, ini waktunya David keluar." David bangkit dari kursi lalu memeluk tubuh papa. Berjalan kearah Ulrick dan berhenti kemudian mencengkram bahu Ulrick kuat.

"Tadinya gue mau denger obrolan sampah lo sama papa." Ucap David seraya berbisik. "Tapi kayaknya duduk dekat Ausya lebih seru."

Ulrick hanya mendengus menanggapi ucapan kakaknya, sambil berusaha menahan diri agar kepalan tangannya tidak melayang ke wajah menyebalkan David.

"Rick." Panggilan papa membuat Ulrick tersadar bahwa ia harus memasang senyum palsunya kembali. "Mama kamu lagi asik sama temen-temen arisannya." Lelaki tua itu tekekeh sendiri. Namun, saat menyadari Ulrick yang tidak ingin berbasa-basi, ia langsung membahas topik intinya.

"Sudah tiga tahun, apa Ausya sudah bisa mensejajarkan dirinya dengan keluarga kita?" Pertanyaan yang membuat Ulrick memalingkan wajahnya.

"Ausya bukan bunglon pah. Lalu, apa keluarga Ausya minta Ulrick buat menyesuaikan dengan keluarganya? Setidaknya, mereka tidak pernah menuntut Ulrick seperti yang apa papa lakukan ke Ausya." Jawab Ulrick.

"Papa gak suka dia, dan kalian bisa cerai tahun ini! Papa bisa bantu kamu untuk mengurus perceraian dengan cepat. "

Ulrick membelalakan matanya, tak habis pikir dengan apa yang barusan di bicarakan papanya. "Papa mau bantu aku?" dengan cepat papanya mengangguk. "Maka, lepasin Ulrick dari jerat belenggu keluarga berengsek ini pah."

PLAK...

Sebuah tamparan keras mengenai pipi Ulrick. Kini, pipinya memerah bukan karena mengingat kejadian pertama kali ia bertemu dengan Ausya, tapi karena sebuah tamparan dari mamanya yang sudah muncul entah dari kapan.

"Perempuan itu telah mengubah kamu." Ucap Gress.

"What? Apa yang Ausya rubah dari aku?"

"Kamu tidak lagi hormat kepada kami, kamu lebih memprioritaskan perempuan itu dari pada keluarga kamu sendiri."

Ulrick menganggapinya dengan kekehan. "Hormat seperti apa yang mamah maksud? Hormat dalam kamus kalian it's defferent. Dan satu hal mah, perempuan itu istri aku." Dengan nafas tersengal, Ulrick melangkahkan kakinya keluar dari dalam rumah lalu mencari tempat untuk kembali berpikir jernih.

"Gue gak sengaja denger obrolan kalian tadi." Okan mematikan rokoknya dan membuang puntungnya seraya menginjaknya dengan ujung sepatu.

"Sejak kapan?"

"Sejak om nyuruh lo sama istri lo buat pisah. "Jawab Okan, sepupunya.

"Oh."

"Kapan terakhir nyentuh rokok?" Tanya Okan tiba-tiba.

"Dua tahun lalu."

"Alkohol?"

"Harus gue jawab?" Ulrick menjawabnya dengan nada yang sedikit kesal.

"Sejak kenal Ausya?" Pertanyaan dari Okan pun sukses membuat Ulrick membolakan matanya. "Itu versi berubahnya elo di mata gue Rick."

"What you mean?" Kening Ulrick berkerut, tak paham dengan ucapan Okan.

"Lo mungkin gak sadar aja bahwa lo berubah setelah kenal Ausya." Okan mengeluarkan pemantik api dari sakunya.

"Gue gak ngerokok ataupun minum alkohol karena gue sadar kalau itu semua gak baik buat kesehatan gue. Masalahnya dimana?"

"Lo tahu kalau rokok sama alkohol itu gak baik buat kesehatan lo sebelum lo kenal sama Ausya, why did you stop dan komit buat gak nyentuh rokok sama alkohol setelah kenal Ausya?" Ulrick terdiam, ucapan Okan tidak sepenuhnya salah. "Karena Ausya gak suka asep rokok? Gak suka bau alkohol? Basi Rick. Banyak cewek yang bilang kayak gitu, tapi cuma segelintir cowok yang sama persis kayak elo. "

"Gue juga tahu kalau lo gak suka sama tradisi yang om sama tante bikin, same all jerk family events dari tahun kapan. Tapi dulu lo mau-mau aja, fine-fine aja. Kenapa setelah lo nikah sama Ausya, lo jadi lebih ekspresif sama sesuatu hal yang gak pernah lo suka?" Okan lalu bangkit, menyingkab helai rambutnya yang menutupi pandangan. Berjalan melewati Ulrick yang terdiam membenarkan semua ucapan Okan.

Ulrick tidak pernah dekat dengan Okan untuk membicaran hal-hal yang terbilang bersifat pribadi seperti tadi. Bahkan saat di beberapa kesempatan, mereka hanya saling bertegur sapa atau saling tak mengenal satu sama lain. Ulrick seperti bungkam tentang Okan, dia juga sebenarnya kurang menyukai sikap Okan yang seperti terbawa arus jeram, menghanyutkan sekaligus mematikan.

Ya, untuk kesekian kalinya Ulrick mengakui bahwa dia sangat membenci tradisi yang ada di keluarga ini. Lelaki itu sudah sangat muak, lalu apakabar dengan Ausya? Mengingat perempuan itu, Ulrick bergegas untuk mencari Ausya. Namun saat itu, Ulrick malah melihat David yang tengah duduk berdekatan dengan istrinya, Ausya.

"Sya, lo tahu koleksi baru David?" Tanya Alvin yang sangat bersemangat.

"Jam tangan?" Tebak Ausya asal.

"Tepat sasaran. Dia baru beli di Paris, keluaran terbaru."

Ya Ausya tahu-tahu saja koleksi jam tangan mahal dan keluaran terbarunya. Tentu Ausya akan tahu, pasalnya selain akun aktor luar negeri yang ia ikuti, dia juga mengikuti beberapa akun brand ternama lainnya. Itu hanya bentuk inisiatif Ausya, karena dia tahu betul watak keluarga Ulrick 'setiap acara adalah ajang untuk pamer'.

"Gimana Ulrick?" Bisik David saat obrolan di dominasi oleh Alvin.

Ausya tidak menanggapi dengan serius ucapan David. Tapi, saat tubuh David lebih merapat padanya, Ausya mulai berjaga-jaga.

"Gue bisa ngasih apapun, lebih dari apa yang Ulrick kasih. "

"Gue udah biasa di tawarin hal-hal rendah sama yang kayak elo tawarin. Tapi seenggaknya, Ulrick isn't as bad as you." Ausya lalu bangkit, meninggalkan lingkaran meja yang membuat David kesal setengah mati.

Ulrick yang mengaksikan semua itu tanpa sadar menarik sudut-sudut bibirnya hingga membentuk lengkungan senyum. Ausya mungkin saja tidak menyukai keluarganya, tapi pada Ulrick?