Mungkin ini sangat sulit untuk diterima oleh Ali, tetapi kenyataan memang seperti itu. Hendri, memberikan aku sebuah sapu tangan pada saat kami sedang pesan makanan. Namun, aku enggak mungkin bilang yang terus terang sama Ali, nanti yang ada aku enggak bisa lihat kesabarannya sampai di mana.
"Kamu bohong ya, Lis?" desak Ali.
Aku menghembuskan napas, "Eum .... gini aja, Li, aku akan cerita saat kita makan siang, gimana?" tawarku.
Jam sudah semakin berjalan dengan sangat perlahan, dan sampai sekarang Ali, belum makan siang. Kalau enggak dibujuk seperti ini pasti susah untuk Ali, biar mau makan siang.
Kita mau makan di mana Lis?" tanya Ali.
"Ya sudah! Kalau gitu, kita, makan di mana, Lis?" tanya Ali.
"Kalau kita makan di warung aja gimana?" tanyaku sambil mengetes kesabaran Ali.
"Emang ada ya warung makan dekat sini? Perasaan aku tadi lihat enggak ada deh, Lis,"