"Halo Ibu Karina, bagaimana keadaannya?" tanya Brian sambil tersenyum tipis, ia melirik pada Agnes yang terpaku menatap lelaki di hadapannya.
"Sudah mendingan, Dok." Karina menjawab sambil tersenyum seakan paham maksud Brian, ia pun mengikuti arah lirikan Brian.
"Ekhhhmmm!" Dokter Brian mengalihkan perhatian. "Ini Dokter yang pernah saya ceritakan pada ibu, sekaligus dokter yang akan menggantikan saya selama perawatan ibu di sini," ujar Dokter Brian menjelaskan, ia seakan mengerti arti tatapan Karina.
"Agnes? Kamu Margaretha Agnesya Christin?" tanya Karina tersenyum sendu menatap Agnes.
Karina tidak percaya bahwa yang dimaksud Reyhan waktu itu benar-benar Agnes. Awalnya ia ragu untuk meminta tolong pada dokter Brian apalagi ia tidak tahu apakah wanita yang dimaksud Reyhan itu benar Agnes.
Tapi, kini setelah melihat langsung Karina benar-benar tidak bisa menahan perasaan senangnya.
Agnes mengangguk dan tersenyum kaku. "Iya, tante Karin."
"Agnes sudah kenal dengan Ibu Karina?" tanya Dokter Brian menggerutkan keningnya.
Agnes mengangguk sambil tersenyum canggung "Iya, Dok. Ini ibunya teman saya, dulu."
"Teman?"
Agnes menghela nafas mendengar seseorang seolah mengulang kata 'teman' yang baru saja ia ucapkan. Ia tahu suara siapa itu karena lelaki di ruangan itu hanya Dokter Brian dan Reyhan.
"Kok kamu nggak pernah bilang sama saya?" tanya Dokter Brian membuat Agnes mendongak menatap Brian.
"Saya juga kan nggak tahu kalau dokter nangganin orang tuanya sahabat saya," ucap Agnes memelankan suara di akhir ucapannya.
Dokter Brian mengangguk paham. Jika ada penobatan dokter yang jago akting, mungkin Brian sudah memenangkan salah satu pialanya. Lihat saja bagaimana ia berakting senatural itu padahal sebenarnya ia sudah tahu.
"Ya sudah, Ibu kalau ada apa-apa silahkan minta perawat atau siapapun memanggil dokter Agnes."
"Baik, Dok. Terimakasih banyak," ucap Karina tersenyum lembut.
"Baik, kalau begitu Ibu Karina boleh kembali istirahat, saya dan Agnes permisi dulu."
"Saya permisi dulu, Tan." Agnes mengikuti langkah Dokter Brian berbalik hendak keluar dari ruangan itu. Namun, baru dua langkah Karina ibu Rey memanggil namanya. "Nesya ...."
Agnes menghentikan langkahnya dan berbalik melihat sosok Karina yang terbaring lemah di brankarnya.
"Dokter Brian kembali terlebih dahulu saja, nanti saya menyusul," ujar Agnes kembali menoleh pada Karina setelah melihat Dokter Brian mengangguk kepadanya.
"Ada apa tante? Maaf, tapi Agnes nggak bisa lama-lama, soalnya Agnes masih harus ngerjain beberapa kerjaan lagi," jelas Agnes lembut pada Karina saat ia berada di sisi ranjang Karina.
Sibuk? Tidak, Agnes hanya beralasan karena sesungguhnya ia belum mempersiapkan diri untuk pertemuan yang mendadak seperti ini.
"Mami cuma kangen sama kamu ...," ujar Karina menyebut dirinya mami, seperti panggilan Agnes padanya semasa kecil. "... boleh Mami peluk kamu?" tanya Karina penuh harap.
Setelah mendengar penuturan Karina, Agnes yang awalnya merasa canggung seketika merasa lebih baik. "Nesya juga kangen sama Tante," ujar Agnes lalu memeluk Karina. Nesya adalah nama panggilan Agnes semasa kecil.
"Mami sayang, mami!"
Agnes tersenyum canggung. "Iya, Mi."
"Ka Nesnesnya Keisya ...,"kata seorang gadis tak percaya, gadis itu berlari menghampiri Agnes di ikuti oleh seorang pria yang membuat jantung Agnes sedari tadi tak berhenti berdetak kencang.
"Sya ...," ucap seorang pria yang diketahui bernama Reyhan itu dengan lembut.
Mendengar namanya dipanggil, Agnes perlahan mengarahkan matanya beralih melihat sosok yang memanggil namanya dengan lirih. Entah apa maksudnya, tapi mendengar suaranya lagi sudah membuat rasa rindu di hati Agnes perlahan terkikis.
"Rey ...," balas Agnes sambil tersenyum kikuk.
"Kamu beneran Neysa?"
Agnes mengangguk, ia menatap Reyhan lama. Rasanya belum cukup tatapan mereka tadi dan rasanya Agnes ingin berlari ke pelukan Reyhan namun entah kenapa, seperti ada pembatasan yang membuat Agnes meredam keinginannya.
Cukup lama mereka saling tatap, Agnes benar-benar menyalurkan segala rasa rindu yang ia miliki melalui matanya.
"Ka Neysa?"
"Ka Ney," panggil Keisya sekali lagi tepat di sebelahnya.
Agnes menoleh cepat. "Iya," jawabnya sedikit canggung.
"Keisya kangen banget, semenjak Keisya nggak ketemu sama ka Agnes ... hidup Keisya tuh hampa banget... Nggak punya temen main," adu Keisya mendramatisir keadaannya.
Agnes tersenyum. "Bisa aja kamu," ujar Agnes lalu tak sengaja melihat jam dinding di ruangan itu.
"Kenapa, Kak?" tanya Keisya melihat Agnes.
Agnes menoleh pada Keisya, Karina dan Reyhan secara bergantian.
"Sepertinya aku harus pergi sekarang, soalnya aku ada jadwal operasi setengah jam lagi," ucap Agnes.
"Malam? Operasi?"
Agnes mengangguk pada Keisya yang menatapnya tak percaya.
"Jangan terlalu di forsir, Sya. Ingat jaga kesehatan!" celetuk Reyhan membuat Agnes menoleh padanya.
Mereka baru bertemu beberapa menit tapi sikap Reyhan seolah mereka memang tak pernah berpisah.
"Iya," jawab Agnes seadanya. "Kalau gitu aku permisi ya," lanjut Agnes bersamaan dengan pintu ruangan yang tiba-tiba terbuka.
"Halo ...," ucap wanita yang muncul di ambang pintu menggunakan rok mini dan jaket jeans itu tersenyum ke arah mereka.
"Dokter Agnes." Belum sempat Agnes melihat dengan jelas siapa yang datang, matanya sontak ia alihkan saat mendengar suara seseorang memanggilnya bersamaan dengan suara rintihan dari salah satu pasien di ruangan itu.
Tanpa menunggu lama, Agnes pergi meninggalkan mereka dan mendatangi ranjang di ujung ruangan lalu memeriksa pasien.
"Ada apa, Ibu Jeni? Bagian mana yang sakit?" tanya Agnes memeriksa kondisi ibu Jeni, salah satu pasien yang menjadi tanggung jawabnya saat nanti Dokter Brian cuti.
"Dok, perut saya sakit."
Agnes menutup semua tirai karena hendak memeriksa perut ibu Jeni, saat itu matanya terhenti sejenak melihat Reyhan dipeluk seorang wanita. Namun, rintihan pasiennya membuat Agnes mengacuhkan hal itu dan fokus memeriksa ibu Jeni.
"Apa ini sakit?" tanya Agnes saat menyentuh perut ibu Jeni yang baru saja dioperasi.
Ibu Jeni hanya mengangguk sambil menahan sakit dan karena Agnes belum paham betul apa penyebabnya, Agnes tidak ingin mengambil resiko jadi ia memutuskan memencet Bell agar dokter Brian yang menangani.
"Sebentar ya, Bu. Dokter Brian sedang menuju ke sini," ucap Agnes sambil terus mengecek perut ibu Jeni.
Tak butuh waktu lama, tiba-tiba tirai terbuka dan nampak dokter Brian datang. Agnes menoleh sekilas lalu melihat Keisya dan Rey serta seorang perempuan lainnya sedang memperhatikan ke arahnya.
Ia tidak perduli! Ah, tidak!! Bukan tidak perduli, hanya saja Agnes berusaha bersikap profesional karena jika tidak air matanya pasti sudah turun melihat orang yang ia cintai dirangkul mesra oleh perempuan lain.
"Ada apa ini, Dok?" tanya Dokter Brian.
"Sepertinya ada yang salah dengan bekas operasi ibu Jeni, Dok ...," ucap Agnes hendak menjelaskan lebih dalam namun seorang perawat datang menyusul dirinya.
"Maaf, Dokter Agnes .. Jadwal operasi beberapa menit lagi," ucap perawat itu.
Agnes menoleh lalu menghela napas, ia menatap Dokter Brian sekilas.
"Ya sudah, kamu tangani saja pasien operasimu biar ini saya yang urus."
Agnes mengangguk lalu tanpa aba-aba ia keluar ruangan dengan tergesa-gesa. Ia bahkan hampir lupa kalau ia melewati Reyhan tanpa sepatah kata pun.
Di sisi lain, ada mata yang terus memperhatikannya sampai ia menghilang di balik pintu ruangan itu.
"Aku senang ... akhirnya aku nggak harus sembunyi-sembunyi lagi kalo mau ketemu kamu," batin Reyhan mengingat bagaimana ia harus mencuri waktu dan bersembunyi untuk melihat Agnes dari jauh agar perempuan yang ia cintai itu tidak berada dalam bahaya.
***
Sepeninggal Agnes, Reyhan terlihat menatap kepergian Agnes sepersekian detik ketika perempuan yang baru saja masuk bergelendotan lengannya.
"Bang! Mending kalian enyah dari sini deh... Aku males liat drama ...," ujar Keisya dengan raut wajah tak bersahabat.
"Adek! Nggak boleh gitu!" seru Karina memperingati anaknnya.
"Aku kaya gini cuma sama dia doang kok!" jawab Keisya lalu beranjak ke sofa ruangan itu.
"Ya udah, Ma ... Aku ajak Sarah ke kantin dulu, dia belum makan."
"Aku dari tadi belum makan aja nggak diajakin beli makan!" sinis Keisya sambil bermain ponsel.
Karina menatap Keisya sebentar, ia paham betul anak perempuannya itu tidak menyukai Sarah namun ia tidak tahu persis apa yang membuat anaknya itu begitu.
"Iya," jawab Karina pada Reyhan.
"Ngapain masih di sini? Itu pintu keluar mumpung masih ke buka," cetus Keisya.
"Kei ...," seru Reyhan tak suka dengan cara bicara adiknya itu.
"Aku sibuk, nggak usah panggil-panggil," seru Keisya sambil memasang airpodsnya.
"Sayang, adek ... nggak boleh gitu!"
Setelah Reyhan dan Sarah keluar, Keisya mendengus kesal. "Kalo mama tahu, mama juga bakalan setuju kok dengan Keisya," ujar Keisya pelan.
"Adek selalu bilang kaya gitu, tapi nggak pernah kasih tahu mama kenapanya?"
"Nantilah! Tunggu ... Ibarat bom nih, Keisya harus tunggu sampai dia matang baru diledakkan! biar hancur sekaligus!" ujar Keisya santai tapi membuat Karina mengerutkan keningnya semakin bingung dengan anaknya itu.
*****
"Akhirnya selesai juga, Suster ... selesaikan jahitannya, lalu sebelum pasien dipindahkan ke ruang rawatnya tolong periksa tanda-tanda vitalnya! Dan tunggu sampai sadar baru dipindahkan," ujar Agnes pada seorang perawat khusus OR yang membantunya.
"Baik, Dok."
"Saya keluar dulu mengabari keluarga pasien," ujar Agnes lalu meninggalkan team operasinya.
Agnes membuka pintu ruang OR dan langsung disambut dengan keluarga pasien yang sudah menunggu.
Agnes melempar senyum ramahnya.
"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya seorang perempuan paruh baya dengan mata berkaca-kaca.
"Syukurlah, operasinya berjalan dengan lancar."
"Lalu, kapan kami bisa menemui anak kami, Dok?"
"Nanti setelah anak ibu dipindahkan ke ruang operasi, Ibu dan bapak boleh menjenguk ya. Sekarang pasien masih dalam pemantauan."
"Baik, Dok. Terimakasih."
Agnes mengangguk sambil tersenyum lembut. "Kalau begitu saya permisi dulu, ya."
Setelah itu, Agnes kembali masuk ke OR dan menuju ruang ganti. Ia membereskan dirinya sebelum ia kembali ke ruangannya.
***
"Akhirnya selesai juga hari ini ...," seru Agnes sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa ruangannya.
Saat melihat jam tangannya, Agnes menghela nafas panjang. Jam menunjukkan pukul setengah empat sore tapi dia baru menyelesaikan pekerjaan, ia bahkan melupakan makan siangnya.
Agnes menengadah kepala menatap langit-langit ruangannya. Mengumpulkan mood untuk pergi ke kantin dan mencari makan.
"Makan apa ya? Kwetiau Bu Jum enak nih kayanya," gumam Agnes lalu beranjak dari kursinya dan keluar dari ruangannya.
Agnes menyusuri lorong menuju kantin saat ia bertemu sahabatnya Raka.
"Raka, mau kemana?" seru Agnes menghentikan langkah Raka.
"Mau ke kantin, Lo?"
"Bareng, gue juga mau ke kantin," ujar Agnes menyamakan langkah mereka.
"Gimana kerjaan hari ini? Lancar? Gue liat-liat lo bakalan sibuk nih beberapa bulan ke depan."
Agnes menghela nafas dengan wajah lelahnya. "Iya, dokter Brian harus cuti ke Medan beberapa bulan ke depan, jadi gue sebagai dokter intership sekaligus asisten dokternya haru gantiin dia."
"Gila ya, di rumah sakit paman lo aja, lo masih jadi asisten dokter," ujar Raka geleng-geleng kepala sementara Agnes langsung menutup mulut Raka.
"Shutt! Jangan keras-keras, kan lo tau di sini nggak ada yang tau!" seru Agnes.
"Ya maap!" ujar Raka mengelap bibirnya risih. "Lo mau makan apa?" tanya Raka saat mereka sudah di depan kantin.
"Kwetiau goreng," ujar Agnes dengan mata yang tertuju pada satu area di mana Reyhan berada.
"Ya udah, lo tunggu situ ... gue pesan," ujar Raka yang tak sadar kalau fokus Agnes hilang.
Agnes mengangguk lalu duduk di kursi yang di maksud Raka. Alis Agnes menukik tajam saat telinganya mendengar kata-kata perempuan di hadapan Reyhan.
'Sayang!'
Mendengar kata itu, hati Agnes seperti diremas. Rasanya ia hampir tak bisa bernafas. Baru saja angin segar menghampiri dirinya dengan mempertemukan ia dan Reyhan, tapi kata itu meremukkan hatinya.
'Apa wanita itu pacarnya? Atau mereka hanya berteman, kan sekarang kata sayang nggak cuma buat pacar doang!' batin Agnes berusaha positif thinking.
*****
______
OR : Operating Room atau kamar operasi. Di Indonesia, kamar operasi biasa di sebut OK atau Operating Kamar.
________
***
CONTINUE ....
Thank you :))