"Bianka? Siapa dia? Apa di sini ada yang namanya Bianka?" tanya papa Antonio dengan mengerutkan dahinya karena beliau memang benar-benar tidak tau siapa Bianka. Bahkan dia tidak pernah mendengar namanya sedikitpun, karena memang Bianka orang yang polos dan suka di dalam rumah, makanya jarang ada yang mengenalnya.
"Iya nih, Mama juga mana kenal dengan nama itu." Mama Alexi ikut menimpali, dengan terus memandangi Betran.
Betran hanya bisa menghela nafas panjangnya, lalu menjelaskan kepada papa dan mamanya kembali supaya segera usai karena dia berjanji kepada Bianka untuk menikahinya besok, jadi sekarang harus bisa mendapat restu dari kedua orang tuanya.
"Itu, Pa, Ma ... dia bukan wanita sini, tapi wanita Indonesia, halaman kampung kita, anak pak Burhan dan ibu Bihana, Papa dan Mama mengenal mereka kan?"
Papa Antonio yang sekarang sudah memegangi kopinya dan menyesapnya tersedak sedikit hingga batuk-batuk dibuatnya. Alexi lalu menepuk-nepuk punggung suaminya itu. Bahkan Alexi ikut melotot gara-gara ucapan Betran.
"Mereka? Bagaimana bisa? Papa kira menikahi gadis di sini, Naaaaak. Lalu? Kamu mau pulang ke Indonesia begitu? Gak akan mungkin, kalaupun bisa butuh waktu lama karena harus di karantina dan lain-lain, banyak hal yang harus diurus tidak akan bisa dengan cepat, lagian kata kamu besok menikahnya, memangnya kamu mau menghilang? Apa kamu punya jurus ilmu itu? Ada-ada saja kamu! Sembarangan kalau berbicara, Betran." Papa Betran sedikit meninggikan suaranya, karena merasa tak percaya dengan ucapan anaknya itu, menurutnya Betran benar-benar ngaco. Bahkan ucapannya tidak bisa diterima oleh otaknya. Bahkan mama Alexi saja sesekali menahan tawanya karena ulah anak dan suaminya yang berdebat dengan begitu serius. Namun, terlihat konyol.
"Sudah-sudah, lupakan! Serius sekali sihhh kalian, sini Mama peluk kamu Betran haha, apa kamu minta dibuatkan kopi juga? Kalau iya Mama panggilkan Bibik, kopi hitam putih kayak milik Papamu, kopi susu, kalian kan menyukainya," lerai mama Alexi karena tidak mau nantinya suami dan anaknya debat lagi, jadinya seperti itu.
Namun, justru itu membuat Betran tak terima, karena dia harus benar-benar menjelaskan semuanya. "Besok Betran tetap menikah, Pa, menikah online lewat ponsel, bukankah ada hal semacam itu? Dan itu sah karena ada saksi, penghulu dan ijab qobul, bahkan wali semua ada."
Plak. Tamparan langsung mendarat di pipi kanan Betran. Ternyata papanya tiba-tiba merasa kesal karena sikap dan pikiran Betran yang benar-benar semakin tidak masuk akal menurut Antonio. Bahkan Betran tetap berpendirian teguh memandangi papanya itu, tanpa mengeluh sakit pipinya, dia menahan rasa itu karena tidak mau terlihat lemah di depan papanya.
"Pa ... tenanglah! Jangan emosi, kasihan Betran, dia selama ini tidak pernah tak patuh kan pada kita, jadi bersabarlah sedikit, biar Betran menjelaskan semuanya."
Akhirnya Antonio menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia mencoba tenang seperti apa yang di bilang istrinya itu, memang istrinya itu selalu bisa menenangkan Antonio, karena Alexi tidak mau hal itu terjadi, hal di mana suami dan anaknya tidak pernah berselisih selama ini, lagian selama ini mereka tidak pernah seperti ini hanya gara-gara seorang gadis saja. Jadinya Alexi akan terus melerainya apabila hal ini terus berlanjut.
"Ya sudah, jelaskan terus, Nak, kenapa kamu ingin melakukan hal itu, jelaskan secara detail," ucap mama Alexi yang benar-benar ingin tau maksud anaknya.
Betran pun mengangguk dan mencoba menjelaskan itu semua. "Begini, Pa, Ma, dari dulu memang Betran sudah mencintai Bianka, lalu dia sudah dewasa dan tidak mungkin aku menikahinya nanti kalau sudah pulang ke kampung halaman, kasihan kan dia, bisa-bisa jadi perawan tua, Papa dan Mama tau sendiri kan orang-orang di desa kita? Kan jelas kepulanganku akan lama, lalu dengan diikat dengan cara pernikahan pastinya itu akan menguatkan cinta kita, kalau tidak seperti ini, aku takut Bianka akan segera diambil orang karena aku kelamaan pulang."
Antonio yang mendengar jelas ucapan anaknya itu, dia masih belum terima hingga memegangi dadanya yang terasa sedikit nyeri dan meremasnya. "Kamu? Kamu benar-benar gila, Nak, benar-benar tidak waras, Papa tak habis pikir denganmu, apa baiknya dia, sampai kamu segitunya, di sini kan banyak perempuan, kenapa kamu tidak mencari di sini saja sihhh hmmmm."
"Tenanglah, Pa, tenang! Kalau Papa terus seperti ini nanti Papa semakin syok dan jantung Papa semakin sakit, sabarlah, Pa, Papa harus sesekali mengalah kepada Betran, dengan begitu hidup kita akan bahagia selalu, ya Pa ... biarkan anak kita bahagia dengan caranya, meskipun cara dia buat Mama juga sangat tidak masuk akal," terang Alexi dengan mencoba meyakinkan suaminya itu, bukan karena dia membela anaknya, tapi semata-mata melindungi keluarganya dari masalah-masalah yang diciptakan sendiri. Bahkan dia tidak mau suaminya semakin sakit.
"Jadi ... Mama membelanya begitu? Hmmm ya sudah deh apa kata dia saja! Papa tak perduli! Yang penting kalau nantinya dia tidak bahagia, jangan harap Papa akan turut membantu! Oke! Dan jangan keluhkan ocehan penyesalan apapun kepada Papa! Pokoknya Papa tidak mau turut campur!" jelas papa Antonio dan setelah itu beliau berdiri dari duduknya, berjalan ke arah kamarnya tanpa memandangi Betran dan istrinya, sepertinya dia sedikit kecewa, bahkan Alexi saja tak ditatapi olehnya.
Betran pun wajahnya langsung berubah ditekuk, dia pun mendekat ke arah mamanya dan bergelayut manja di bahunya, dengan sesekali merengek bagaikan anak kecil saja. "Ma ... bagaimana dong? Papa murka? Lalu harus bagaimana dong? Maafkan Betran yaaaa, Mama jadi ikut terlibat gara-gara Betran, terimakasih karena Mama telah membela Betran."
Alexi langsung menyentil kening putranya itu, yang menurutnya ucapannya begitu menggemaskan. Baru kali ini Betran lebay seperti itu. Karena memang dia selama ini banyak diamnya. Karena cinta barulah dia seperti ini. "Haha jangan Gr. Mama melakukan ini untuk keluarga kita supaya selalu tentram dan damai, lagian Mama juga terserah saja sihhh santai, yang penting kamu bahagia dan jangan mengeluh, pasti papamu juga akan senang, lalu kamu besok mau melakukannya pukul berapa? Biar Mama yang mengurusnya, tidak bisa disepelekan karena waktunya hanya kilat, meskipun sederhana tapi kamu mendadak sekali, iya kalau ada penghulu yang mau, kalau tidak ya gawat kamu, kalau di tempat perempuan sih aman tidak pakai penghulu, hanya saksi dan para wali sudah usai."
"Kalau begitu besok jam 10 bagaimana, Ma? Agar tidak terlalu pagi, pastinya ada deh penghulu, biar Betran saja yang mencarinya, Mama cukup mencari saksi dan lainnya saja," balas Betran yang tak mau merepotkan mamanya itu.
Mama Alexi langsung nenyergahnya. "Eits tidak boleh begitu, tidak baik kalau pengantin kluyuran sebelum hari H. Biar Mama saja! Kamu cukup diam! Pastinya beres besok. Dan ingat kamu harus bahagia, perlihatkan kepada papamu supaya Papa tak menyesali ini semua. Supaya jantung Papa kuat selalu."
Seketika Betran langsung memeluk mamanya dan berkata. "Terimakasih Ma, Betran sungguh menyayangi Mama."
"Ihhh lebay kamu, Nak."