Sebenarnya Anita sendiri pun bingung mau bertanya apa kepada Akbar, dia itu hanya beralasan saja saat mengatakan ingin mengatakan sesuatu kepada Akbar agar Akbar tidak meninggalkan dirinya.
Cukup lama Anita berpikir sampai akhirnya dia pun menemukan cara agar Akbar tidak pergi.
"Abang sayang ... Abang, tahu gak?" tanya Anita.
"Nggak! Nggak tahu dan gak ingin tahu," ucap Akbar dengan sangat jutek kepada Anita.
"Kalau Bang Akbar gak tahu, berarti kita jodoh dong," celetuk Anita.
"Lah, kok bisa gitu?" heran Akbar.
"Ya bisa dong, Bang. Kan jodoh gak ada yang tahu," cicit Anita. Seperti biasa Anita selalu saja mengedipkan mata genitnya itu.
'Astaga ... kirain apa yang ingin dia tanyakan itu. Aku pikir yang akan ditanyakan nya itu penting. Ternyata hal beginian yang akan dia tanyakan. Hm ... ya sudahlah, kasihan juga nih anak kalau aku cuekin. Dia kan hampir tenggelam tadi. Kalau gak gitu aku gak akan pernah perduli padanya. Kalau dia gak jatuh ke sungai tadi, saat ini aku tidak akan sudi meladeni dirinya'. Batin Akbar.
"Hmmm ... begitu toh. Oh iya, Bang Amir itu dulu mantan pedagang nasi bungkus, ya?" ucap Akbar.
"Hah? Iya gitu? Anita kok gak tahu ya. Emang iya gitu, Bang? Emang bapaknya Anita dulu pedagang nasi bungkus?" tanya Anita.
"Iya dong, soalnya kamu sudah berhasil membungkus hati Abang," ucap Akbar begitu saja yang membuat Anita seketika langsung melotot.
"Ahh ... Anita baper ... Anita gak mau tahu ya, Bang Akbar harus tanggung jawab. Anita sudah terlanjur baper. Sore ini juga ayo cepat ajak Anita ke penghulu, Bang," heboh Anita.
"Jangan ngadi-ngadi kamu, Neng," ujar Akbar.
"Ya abisnya sih, Bang Akbar gombalin Anita," rajuk Anita.
"Biarin, kamu juga gombalin Abang kok," jawab Akbar.
"Ya, ya, ya ... Bang, mau tahu perbedaan sayuran sama Abang, gak?" ucap Anita yang mulai beraksi kembali.
"Ya jelas beda lah. Dasar aneh," ujar Akbar.
"Apa coba perbedaannya?" tanya Anita sembari mendekatkan wajahnya ke wajah milik Akbar.
"Eum ... apa ya? Ya pokoknya beda aja gitu. Abang males jelasinnya sama kamu," tutur Akbar.
"Perbedaannya itu adalah ... kalau sayuran ditanam di kebun. Nah kalau Bang Akbar ditanamnya di hati Anita. Aw-aw ... Abang, Abang, Abang ... oh Abang sayang ..." goda Anita.
"Oh itu perbedaannya. Kalau kamu itu sebenarnya cocok loh jadi penjual sate," ucap Akbar.
"Masa Anita jadi penjual sate sih, Bang? Gak mau ah. Anita maunya jadi penjual jamu aja. Soalnya kan penjual jamu itu seksi," celetuk Anita.
"Mending juga kamu jadi penjual sate. Kenapa penjual sate? Ya karena kamu sudah berhasil menusuk-nusuk hati Abang," ucap Akbar dengan ekspresi wajah yang begitu datar.
"Oalah ... iya sih Anita memang sudah berhasil menusuk-nusuk hati Bang Akbar. Terus kalau Bang Akbar nusuk apa dong? Hm ... apa, Bang? Abang maunya nusuk apa?" celoteh Anita. Seketika itu Anita langsung menaik turunkan alisnya sendiri.
"Apa maksud kamu?" kaget Akbar. Perasaan Akbar saat ini sudah tidak enak apalagi saat ia mulai melihat gelagat Anita yang mencurigakan.
Ketakutan Akbar pada saat itu benar terjadi ketika Anita tiba-tiba saja mendorong tubuh Akbar ke sebuah pohon besar yang berada tepat di belakangnya. Dan saat itu juga Anita langsung mengunci tubuh Akbar di pohon tersebut.
Anita menempatkan kedua telapak tangannya di dua sisi tubuh Akbar yang membuat Akbar cukup kesulitan untuk bergerak.
"Jangan macam-macam. Ingat, kamu itu masih kecil," ucap Akbar.
Anita tidak mau mendengarkan perkataan Akbar. Saat itu Anita mulai menempelkan jari telunjuknya di atas hidung milik Akbar. Lalu kemudian Anita pun langsung menurunkan jari telunjuknya tersebut menyusuri bibir hingga dagu Akbar. Sampai saat itu Anita menghentikan gerakan jari telunjuknya ketika berada tepat di salah satu kancing baju yang Akbar kenakan.
Seketika Anita langsung menatap Akbar dengan sangat lekat. Anita pun juga langsung menggigit bibir bagian bawah miliknya sendiri. Kemudian Anita pun langsung menjulurkan lidahnya dan ia pun langsung memutar lidahnya hingga seluruh permukaan bibir Anita terkena oleh lidahnya sendiri. Dan bibir milik Anita pun menjadi sedikit basah karena ulahnya sendiri.
Akbar yang merupakan pria normal, jelas ia tergoda oleh tindakan yang Anita lakukan tersebut. Sebisa mungkin Akbar menahan segala hasrat yang ada di dalam dirinya.
"Buka jangan?" tanya Anita.
"Jangan Anita, jangan lakukan hal itu. Apa yang kamu perbuat ini dosa," ucap Akbar.
Tanpa banyak bicara Anita pun langsung membuka salah satu kancing baju milik Akbar sehingga bulu tipis yang tumbuh di dada bidang milik Akbar terlihat.
Akbar sangat kaget dan takut dengan semua itu. Saat Akbar sudah mulai ketakutan, pada saat itu Anita justru malah mencabut salah satu bulu tipis milik Akbar tersebut yang membuat Akbar langsung meringis kesakitan.
"Argh ... sakit," keluh Akbar.
"Sakit ya, Bang? Sama Anita juga sakit. Anita itu sakit karena Bang Akbar terus saja jutekin Anita," ucap Anita dengan sedikit memelas.
Anita mulai lengah dan tidak begitu menahan tubuh Akbar lagi agar tetap diam di pohon itu. Saat Anita mulai tidak fokus, kemudian dengan segera Akbar pun langsung menjauhkan tangan Anita dari sana dan dia langsung segera menjauh dari Anita.
"Ck, kamu sudah gila, Neng. Astaga ... jangan seperti itu. Kamu itu seorang wanita. Wanita harus bisa menjaga kehormatannya. Jangan melakukan hal seperti tadi lagi kepada lelaki. Untung saja tadi yang kamu goda itu adalah Abang. Coba kalau lelaki lain, bayangkan apa yang akan terjadi? Jelas lelaki itu tidak akan membiarkan Neng Anita begitu saja. Dia pasti akan tergoda dan balik menyerang Neng Anita. Apa Neng Anita mau seperti itu?" ucap Akbar.
"Ya gak mau sih. Lagian juga kan tadi itu Anita hanya bercanda saja kok. Anita tidak mau melakukan hal yang lebih dari itu. Anita juga tahu batasannya kok. Anita bisa menjaga kehormatan Anita sebagai seorang wanita," ujar Anita.
"Menjaga kehormatan bagaimana? Orang kamu menggoda lelaki kayak gitu kok. Sudah cepat sekarang kamu selesaikan mencuci saja. Oh iya, lain kali hati-hati. Jangan seperti tadi lagi. Kok bisa-bisanya sih tenggelam kayak gitu. Untung ada Abang tadi. Abang mau pulang, kamu tenang saja, tadi Abang lihat ada dua ibu-ibu yang sepertinya akan mencuci di sini. Jadi Neng Anita nanti ada temannya, gak akan takut lagi," jelas Akbar.
"Bang Akbar mau pulang ya? Jangan pulang dong, Bang. Anita mohon tetaplah di sini temani Anita. Sebenarnya kan Anita mencuci di sungai juga karena berharap akan bertemu dengan Bang Akbar. Masa saat Anita sudah bertemu dengan Abang, Bang Akbar-nya malah mau pergi sih," cicit Anita.