BAB I
suara ayam berkokok mulai menggema, bagai paduan suara yang teratur diiring lantunan suara Azan subuh yang mulai berkumandang, menandakan awal pagi yang indah
bunyi Periuk dan sautan ibu mulai terdengar di dapur, ayah mulai mengasah parangnya untuk bersiap ke kebun.
Aku anak ke empat dari lima bersaudara, sehabis solat subuh, mulailah rutinitas mengaji sambil tak lupa cubitan manis jika salah dalam membaca, mulailah aku menangis karena sakit dan itu sudah biasa ku jalani.
rumahku amat sederhana, di desaku belum ada listrik, hanya ada pelita yang menerangi di waktu malam menjelang
SD 046 tempatku menuntut ilmu, meski umurku 6 tahun tapi kepala sekolah belum mau menerima ku, karena tak sampai memegang telinga ujarnya, tapi Alhamdulillah bisa di terima karena postur tubuhku yang memang kecil.
Jalan di Desaku belum banyak semenisasi maklum jauh dari kota, ladang padi terhampar hijau, jalan setapak yang licin hari-hari ku lewati, bersama teman-teman seperjuangan menuntut ilmu.
siang sehabis pulang sekolah, kami bermain di tepi sungai, kolam renang terpanjang yang berwarna coklat, diselingi sampah dan rumput serta Nipah dan perahu yang hilir mudik melintasi.
hari ini kami mau belajar berenang dengan biji pohon kelapa sebagai pelampung, tapi ibu melihat kami dan apesnya lemparan sabut kelapa meluncur dari tepi sungai, bagai filem perang yang sering kami tonton menyuruh kami naik kedarat, apes buatku karena langsung di hadang ibu dan jeweran maut serta ceramah agama menggema di sisi kupingku, ya namanya juga ibu yang menghawatirkan keselamatan anaknya, besok kami ulangi lagi ha ha ha.
sementara kawanku si Udin pantatnya habis di pukul kayu sama ibunya di selingi tangisan ampun dari Udin.
Namaku Ahmad, kulit ku hitam manis, setiap sore kadang kami bertualang di kebun mencari ikan, kadang ke sawah membantu menanam padi, atau malah merusak tanaman padi karena asik bergurau, sebelum Maghrib kami rutin ke musalla untuk belajar kitab Al barasanji sampai solat isya
kadang juga setiap sore berangkat ke kebun, untuk membuat minyak kelapa bersama ibu, membuat minyak kelapa prosesnya panjang, dari mengambil buahnya yang sudah tua, membelah, mencungkil isi kelapanya, kalau beruntung dapat buah tompong atau isi dalam kelapa rasanya nikmat, lalu di pikul bawa pulang, lalu di parut, direndam dalam air, air perasannya di masukan kedalam tungku dan panasi sampai menjadi minyak kelapa.
setelah menjadi minyak, di masukan kedalam botol kaca dan di jual ke pedagang di pasar.
banyak permainan anak-anak yang sering ku ikuti mulai dari bermain gambar, maen karet, lempar canteng, kalau musim buah sibuklah kami berkelompok ke kebun yang kebetulan tak ada penghuninya, kalau pas apes ya di marahi namun ujungnya dapat juga mencicipi buah, walau dapat ceramah dulu dari si pemilik.
setiap zaman ada masanya, waktu berganti musim berlalu, tiba waktunya akhir masa Sekolah Dasar, Arif berencana masuk SMPN Tembilahan ia mengikuti jejak abangnya yang bersekolah di sana, maklum anak pedagang sapi yang kaya jadi gampang dari segi dana, Ismail ingin lanjut di MTS di Kota Baru sambil mondok katanya, Sulaiman ke pondok pesantren Gontor Pekanbaru, ayahnya ingin ia jadi ulama, sedang aku bingung mau kemana.
beberapa hari kemudian kebetulan ada Tante dari Desa Benteng, berkunjung ke rumah Ante Sarah namanya, adik dari ibu yang kebetulan tinggal di sana, belum di karuniai anak mengajak aku sekolah di sana, biayanya murah dan bisa tinggal di tempat Ante katanya, semua kuserahkan kepada ibu, dan akhirnya ibu menyetujui usul saudaranya.
BAB II
Akhirnya aku tiba di Benteng desa kecil yang hampir sama dengan desa ku, banyak tanaman padi yang mulai menguning, deretan pohon kelapa yang menghijau, dahulu kala desa ini menjadi tempat bertahannya pasukan pejuang kemerdekaan Indonesia dari gempuran Belanda, masih ada sisa pohon mangga bercabang lima yang menaungi kuburan para pejuang terdahulu, yang menjadi saksi perjuangan melawan tentara Belanda, pohon mangga ini lain dari pada pohon mangga umumnya, ia bercabang lima dan setiap buahnya berbeda jenis, di tengah pohon ada lubang dan isinya koin, pohon ini masih berdiri kokoh.