"Fa ... gue mau ngomong ama lo." Tanpa basa-basi dia lantas berujar seperti pada Syafa. Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini tentu saja ada gondok padanya.
"Nggak, di sini aja. Apa bedanya memang?" Selaku dengan sorot mata yang aku buat setajam mungkin.
Tapi dia justru tidak merasa gentar dengan apa yang baru saja aku perlihatkan itu. Padahal murid-murid lain dengan senjata andalanku itu.
Oh iya aku lupa kalau dia hanya manusia jadi-jadian.
"Empat mata!" ucapnya dengan penuh ketegasan. Tapi jika bicara tentang rasa tegas, sungguh dia bukanlah tandinganku. Aku tidak akan terprovokasi hanya dengan plototan yang dia layangkan padaku.
Aku bukanlah lawan sepadan untuk Briana karena aku jauh berada di atasnya.
Aku juga merasa heran, ada salah apa sih Syafa pada Briana sehingga gadis itu terlihat begitu membencinya.
Selama aku mengenal Syafa sejauh ini tak sedikit pun anak itu memiliki catatan buruk.