Aku dan papa duduk di meja makan dengan posisi yang saling berhadapan. Cukup lama aku dan papa saling terdiam tidak ada yang ingin memuka mulut terlebih dahulu. Tidak papa, apalagi aku. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku sibuk dengan segala macam terkaanku dan papa mungkin sedang merangkai kata yang pas untuk memberikanku penjelasan sejelas-jelasnya tentang masalah ini.
Papa tampak menghela napasnya dengan sangat kasar dan juga memijat pangkal hidungnya pelan. Rasa iba? Entah dari mana hal itu datang dan aku harus berjuang mati-matian untuk menyembunyikan itu sebelum mendengar dengan sejelas-jelasnya apa yang dikatakan oleh papa.
"Rafli yang kamu dengar hari itu memang benar, papa tidak mau menyangkalnya." Aku sedikit pun tak merasa terkejut dengan apa yang dikatakan oleh papa. Aku hanya merasa kecewa karena papa haus mempertegasnya sehingga membuatku merasa kian tidak pantas dengan ini semua. Ya Allah aku mulai ragu apakah aku bis melewati ini? Entahlah.