Zelyn baru saja mendaratkan tubuhnya di samping pria yang masih mengarahkan pistol ke arahnya. Tentu saja ia bisa mendengar degup jantungnya yang berdetak sangat kencang karena efek ketakutan akan kehilangan nyawanya. Sebelum berbicara, ia menelan salivanya untuk menetralkan suaranya yang dari tadi seolah tercekat di tenggorokan.
"Tuan Axel, mohon maafkan saya. Karena telah membuat Anda merasa tersinggung. Tolong jangan batalkan rencana Anda. Saya tidak akan mampu untuk membayar ganti rugi, mohon kasihani saya." Zelyn berusaha untuk menyingkirkan semua egonya dan merendah agar pria yang saat ini masih memegang pistol itu mau berubah pikiran.
Axel sedikit menggeser pistol di tangannya, karena ingin mengarahkannya ke pelipis wanita yang terlihat sangat ketakutan akibat perbuatannya. Bahkan ia langsung terbahak karena puas melihat Zelyn berkeringat karena efek gugup.
"Maaf? Ternyata benar yang aku dengar selama ini," ujar Axel dengan tatapan impulsif.
Zelyn yang saat ini tengah terdiam seperti patung, karena takut jika bergerak sedikit, maka peluru itu bisa menembus kepalanya. "Maaf, Tuan Axel, apa maksud Anda yang mengatakan benar tadi?"
"Bukankah orang Indonesia sangat mudah meminta maaf setelah melakukan sebuah kesalahan? Menurutku itu sangat tidak adil. Kenapa? Karena orang yang melakukan kesalahan, seharusnya dihukum sesuai dengan kesalahannya. Akan tetapi, aku lebih suka menghukum dengan caraku sendiri dan karena kamu telah melakukan sebuah kesalahan, aku akan menghukummu. Kamu ingat ini di kepalamu baik-baik, oke!"
Lagi-lagi Zelyn hanya bisa menelan kasar salivanya saat mendapatkan sebuah ancaman dari pria yang masih menempelkan mulut pistol di pelipisnya. "Tuan Axel, di sini adalah negara hukum. Jika Anda sekarang membunuh saya, seumur hidup Anda akan mendekam di penjara. Jadi, jangan macam-macam pada saya. Karena saya akan melaporkan Anda ke polisi jika sampai berbuat macam-macam."
Refleks Axel langsung tertawa terbahak-bahak begitu mendengar jawaban wanita yang terdengar lebih seperti sedang mengancamnya. "Wah ... sungguh ironis. Bagaimana kamu bisa lapor pada polisi jika kamu sekarang mati di tanganku?"
"Bukankah aku tadi menyuruhmu untuk mendengarkanku baik-baik, tetapi kamu ternyata sangat berani. Aku salut padamu, sekarang katakan permintaan terakhirmu, sebelum aku meledakkan isi kepalamu!" hardik Axel yang semakin merasa kesal dan ingin menghabiskan kekesalannya dengan bermain-main dengan emosi dari wanita yang sudah berubah pucat itu.
"Tuan Axel, sadarlah. Ini Jakarta, bukan Amerika. Anda tidak bisa berbuat seenaknya di sini. Baiklah, saya akui memang bersalah. Saya mohon maaf," ujar Zelyn yang sudah membungkuk hormat dengan tubuh gemetar. Ia sengaja membungkuk karena ingin mengumpat pria yang masih tidak menyingkirkan pistol di kepalanya.
'Astaga, aku benar-benar sedang berhubungan dengan pria psyco. Sial, mimpi apa aku semalam hingga bisa berakhir bersama pria tidak waras. Ardhan kemana juga, kenapa tidak balik-balik, sih! Katanya mau jemput aku tadi,' keluh Zelyn di dalam hati dan masih menundukkan kepalanya.
Axel menekan pistolnya pada kepala Zelyn. "Baiklah, aku akan memaafkanmu, tetapi kamu harus menerima hukumanmu terlebih dahulu, Zelyn manis!"
'Jangan panggil namaku dengan mulut kotormu itu, pria psyco!' gumam Zelyn yang saat ini sudah kembali mengangkat kepalanya dan mencoba menetralkan kegugupannya dengan seulas senyuman penuh keterpaksaan.
"Baiklah, saya akan menerima hukuman dari Anda, Tuan Axel."
"Bagus, karena aku tidak ingin membuang-buang waktuku denganmu. Aku harus segera pergi ke hotel karena ingin menemui orang penting." Setelah selesai berbicara, Axel langsung menarik pelatuknya hingga suara pistol kosong tersebut bisa didengar jelas olehnya.
Zelyn yang langsung memejamkan kedua matanya karena melihat jemari dengan buku-buku kokoh itu menarik pelatuk. Bahkan ia tadinya berpikir bahwa pria psyco itu akan menghabisinya. Namun, saat ia tidak merasakan apa-apa, membuatnya langsung membuka kelopak mata dan menoleh ke arah Axel.
"Ternyata tidak ada pelurunya? Anda berhasil membuat saya jantungan, Tuan Axel."
Tanpa mengeluarkan suara untuk menanggapi Zelyn, Axel sudah mengarahkan pistolnya ke arah jok mobil di depannya dan menarik pelatuknya hingga membuat tempat duduk itu langsung berlubang.
Meskipun pistol itu tidak mengeluarkan suara letusan, tetapi berhasil membuat Zelyn membekap mulutnya karena merasa sangat shock dan terkejut.
"Astaga!"
"Aku hanya ingin mematahkan asumsi konyolmu itu. Sekarang aku sudah puas menikmatimu. Sekarang pergilah!" Axel mengibaskan tangannya dan memasukkan benda kesayangannya itu ke dalam tas.
"A-apa maksud Anda, Tuan Axel? Oh ya, bagaimana dengan pembangunan hotel? Tetap akan berjalan bukan?" Zelyn menatap intens rahang tegas dengan kulit putih yang menampilkan pahatan paling sempurna itu.
'Astaga, dia sangat memuakkan, tetapi sialnya memiliki wajah yang sangat tampan. Apa yang dia bilang tadi, menikmatiku. Konyol sekali, dia benar-benar sudah gila,' lirih Zelyn di dalam hati. Di saat yang bersamaan, manik bening miliknya langsung ber-sitatap dengan netra kebiruan yang seolah bisa menenggelamkan siapa pun yang melihatnya.
"Aku memang tampan, tetapi jangan mengagumiku, karena cinta berawal dari sebuah kekaguman. Sayang sekali aku tidak bisa membalas cintamu nanti. Jadi, jangan diam-diam memandangku jika kamu tidak ingin terbakar api. Temui aku di hotel lusa saat berangkat ke Bali. Sekarang keluarlah, aku sudah tidak membutuhkanmu!" Lagi-lagi Axel mengibaskan tangannya dan meraih ponsel pintar yang ada di saku celananya untuk menghubungi seseorang. "Aku ke sana sekarang!"
"Baik, Tuan Axel." Zelyn hanya tersenyum kecut dan buru-buru turun dari mobil yang dianggapnya sebagai sebuah neraka. Meskipun sebenarnya saat ini hatinya sudah diliputi amarah yang memuncak.
"Akhirnya aku bisa keluar dari neraka jahanam. Apa yang akan terjadi padaku jika aku bekerja dengan pria psyco sepertinya. Hampir saja kepalaku tadi pecah karena pistolnya. Astaga, aku benar-benar bisa gila."
Zelyn mengamati mobil yang sudah mulai melaju di depannya dan meninggalkan area butik. Karena merasa sangat kesal, ia sudah mengeluarkan umpatannya.
"Dasar pria psyco gila. Semoga kamu berakhir di neraka setelah dari sini. Aku sangat membencimu, Axel Alcatraz!"
"Sabar, Mbak. Semoga Anda mendapatkan pria yang lebih baik. Mungkin Mas yang tampan itu bukan jodoh, Mbak," ujar tukang parkir yang dari tadi memperhatikan wajah kusut wanita dengan memakai gaun pengantin tersebut.
Zelyn menatap kesal pria yang lagi-lagi semakin membuatnya frustasi. Niatnya adalah ingin melampiaskan amarahnya, tetapi begitu mendengar perkataan dari tukang parkir, emosinya yang sudah ia tahan dari tadi, langsung meledak saat itu juga. Akhirnya ia mengeluarkan sebuah penawaran pada pria yang terlihat masih seumuran dengannya.
"Mas, mau uang nggak?"
"Uang? Tentu saja maulah, Mbak."
"Oke, sekarang apapun yang aku lakukan, Mas harus diam saja."
"Oke, siap." Pria berseragam biru itu terlihat sangat bersemangat.
Zelyn tersenyum menyeringai. "Aku akan memberikan uang lima ratus ribu. Sekarang diam dan nikmati hukuman dariku!" Tanpa sadar, Zelyn menirukan ucapan dari Axel yang dianggapnya sangat keren tadi, kemudian ia sudah menarik rambut hitam dari pria yang merupakan tukang parkir itu.
"Axel, aku sangat membenci dan ingin membunuhmu!"
Sedangkan pria yang ditarik rambutnya itu sudah meringis kesakitan karena terjebak dengan tawaran dari wanita yang sangat murka itu.
"Astaga ... tahu begini, aku tidak akan mau tadi," rintih tukang parkir yang meringis saat menahan rasa panas pada kepalanya saat rambutnya sudah ditarik sangat kuat.
TBC ...