Kaki Arasha telah selesai diobati oleh dokter. Kini, di kakinya terdapat perban putih yang membalutnya. Tidak boleh terkena air dan harus sering diganti. Percaya tidak percaya, luka Arasha sampai harus dijahit saking menganga nya.
Luka yang Arland siram menggunakan alkohol seenak jidat. Gila memang dia. Dan sekarang, si pelaku penyiraman luka menggunakan alkohol itu sedang santai kayak di pantai, duduk sambil bermain game.
Arasha ingin marah, namun tidak bisa. Dia harus sabar… tidak boleh marah. Karena jika dia marah, maka bulan madunya semakin kacau. Marah di sini dalam artian mengamuk. Karena kalau marah diam, Arasha masih tidak mempermasalahkannya.
"Sa, mau makan apa?" Arland menawarinya makan secara tiba-tiba. Tumben sekali dia.
"Tumben?" Gumam Arasha aneh.