Chereads / Sexy Queen (She's Mine) / Chapter 1 - PART 1 - SEBUAH KEJUTAN

Sexy Queen (She's Mine)

🇮🇩Mahdania
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 158.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - PART 1 - SEBUAH KEJUTAN

Halo, selamat datang di cerita 'Sexy Queen (She's Mine)' karya dari Author Mahdania. Sebelum membaca bab awal, tolong pastikan bahwa teman-teman sudah membaca sinopsisnya terlebih dahulu, ya. Agar teman-teman tidak gagal paham nantinya. Hehe... Terima kasih, dan selamat membaca. Salam hangat dari Author untuk teman-teman semua.

***

Hari minggu, saatnya semua orang, khususnya para pekerja untuk beristirahat dari aktivitas pekerjaan yang menguras tenaga dan pikiran. Hari itu, langit di luar tampak sedikit mendung di waktu yang menunjukan pukul tiga sore. Tampaknya akan turun hujan.

Seorang wanita cantik bernama Allena Noura Cahyo, berusia 26 tahun. Memiliki wajah khas Asia dengan bibir tak terlalu tebal nan merah natural. Dengan tinggi badan semampai, berkulit putih, berambut panjang bergelombang yang melewati sedikit bahunya, yang kemudian dia ikat, tengah berdiri di sebuah taman belakang yang luasnya hampir menyamai lapangan, taman itu berada di sebuah kediaman mewah berlantai dua yang terletak di area komplek perumahan elit di kawasan Jakarta Pusat.

Kediaman megah yang juga di dominasi dengan warna putih dan memiliki design modern itu, di mana kaca-kaca jendela besar yang menjulang tinggi hingga batas atas kaca jendela itu sejajar dengan langit-langit di kediaman berlantai dua tersebut, dan mendominasi sebagian besar dinding di kediaman itu. Membuat kediaman itu tampak menyenangkan, dan membuat penghuninya merasa nyaman berada di dalamnya. Pantulan cahaya matahari kerap kali menembus kaca-kaca jendela yang menjulang tinggi tersebut.

Dan, ya. Kediaman megah itu juga di lengkapi dengan taman luas bak lapangan tadi. Lapangan itu adalah lapangan tembak yang artinya penghuninya juga menyimpan senapan di dalam kediaman itu. Tapi tentu saja, senapan-senapan itu Allena dapatkan secara legal setelah melewati beberapa aturan hukum. Karena itu, Allena merasa santai dengan apa yang akan dia lakukan sore ini. Fasilitas itu memang khusus di siapkan di kediaman itu, agar dirinya tak perlu pergi ke tempat latihan menembak di luar sana.

Allena yang sudah memakai pakaian lengkap yang biasa di kenakan ketika seseorang tengah berlatih menembak, kini sudah memegang sebuah senapan laras panjang yang kemudian dia arahkan ke salah satu botol berwarna hijau yang tak lain adalah targetnya kali ini, botol itu berjarak 100 meter dari posisinya berdiri saat ini. Matanya kemudian mulai tertutup satu untuk memudahkannya melihat target yang dia tuju dari kaca sensor yang ada di senapan tesebut. Dia pun mulai menarik pelatuk di senapan laras panjang tersebut.

Duar!

Suara tembakan terdengar keras setelah Allena melepaskan tarikan pelatuknya dan peluru dari dalam senapan itu berhasil mengenai target dan membuat target hancur berkeping-keping.

Prok! Prok! Prok!

Allena menghela napas ketika mendengar suara tepuk tangan. Siapa yang sudah berani mengganggu aktivitasnya? Pikirnya.

Allena pun berbalik dan tercengang melihat sosok yang tengah berdiri di pintu masuk menuju lapangan luas tersebut, sosok itu tengah tersenyum padanya.

Brak!

Dengan cepat Allena melemparkan senapan di tangannya ke atas meja dan berlari menghampiri sosok di hadapannya.

"Kamu sudah kembali? Kenapa tidak mengabariku?" tanya Allena seraya memeluk penuh kerinduan seseorang di hadapannya yang tak lain adalah seorang pria tampan bertubuh tegap yang menggunakan pakaian semi formal.

Pria tampan itu adalah Antonio Sasongko, berusia 27 tahun. Dengan tinggi tubuh hampir mencapai 190 centimeter, berwajah tampan khas Asia yang jika dideretkan dengan aktor-aktor korea, maka ketampanan Antonio, atau pria yang biasa disapa Nio itu tak lantas terkalahkan. Pesona Nio bersinar di kalangan mana saja, entah pria maupun wanita. Terlebih di mata wanita-wanita di luaran sana.

Siapa wanita yang tak ingin berkencan dengan Nio? Para wanita itu merasa gila dengan hanya melihat senyuman yang Nio torehkan. Selain tampan, Nio adalah Direktur utama di perusahaan Sasongko Group yang bergerak di bidang perhotelan.

Di usia semuda itu, Nio mampu memimpin perusahaan besar yang memiliki pegerakan bisnis hingga internasional, dan itu adalah nilai utama yang menjadikan kaum hawa tertarik bersanding dengannya. Tampan, dan mapan. Sudah pasti akan memiliki masa depan cerah. Tak perlu memikirkan tentang masalah keuangan.

Namun, secantik apapun wanita di luaran sana, Nio hanya akan menatap istrinya. Ya, Allena. Wanita di hadapannya itu adalah istrinya. Allena memenuhi tak hanya hati, melainkan seluruh organ dalam tubuh Nio, terlebih otaknya. Dalam pikirannya, hanya ada semua tentang Allena. Dia tergila-gila pada wanita yang dia nikahi dua tahun lalu itu.

Nio tersenyum seraya menatap Allena.

"Surprise, tapi aku yang dibuat surprise setelah mendengar suara senapanmu," ucap Nio, kemudian terkekeh.

Allena mengerucutkan bibirnya.

"Aku merasa bosan, hari ini aku tak pergi ke manapun. Aku pikir, kamu takan kembali hari ini dari perjalanan bisnismu, jadi aku ingin berolah raga sedikit," ucap Allena seraya tersenyum dan beralih menyelipkan tangannya di pinggang Nio.

"Hem... Aku merindukanmu, itulah mengapa aku kembali lebih awal," ucap Nio.

"Aku juga, aku tak bisa tidur tanpa kamu yang menggangguku," ucap Allena seraya mengerucutkan bibirnya kembali dan Nio pun terkekeh. Dia menarik tubuh Allena dan mengajak Allena memasuki kediaman bersamanya.

Begitu melewati pintu dan mulai memasuki kediaman, Allena melihat sebuah koper yang sebelumnya, atau tepatnya satu minggu lalu Allena siapkan untuk perjalanan bisnis Nio. Allena memanggil salah satu pelayan di kediaman itu, dia meminta pelayan itu membawakan koper Nio ke kamar yang berada di lantai dua. Ya, kamarnya bersama Nio.

Sementara itu, Allena mengajak Nio menuju dapur. Dia akan menyiapkan segelas minuman segar untuk Nio dan Nio hanya duduk di kursi dengan kedua sikunya yang dia letakan di meja bar di dapur, di mana telapak tangannya yang terkepal kemudian menopang wajahnya. Dia memperhatikan Allena yang mulai membuatkan minuman untuknya.

Setelah selesai, Allena menghampiri Nio, dia berdiri di depan Nio yang posisinya hanya di batasi oleh meja bar yang tingginya sedikit di atas pinggang Allena. Allena lantas menyodorkan gelas minuman itu ke hadapan Nio dan Nio mengambilnya. Nio pun meletakan gelas itu dan langsung menarik tangan Allena.

Brak!

Tangan Allena pun terempas ke atas meja dengan cukup keras, tentu saja dia terkejut, dia mencoba menopang tubuhnya agar tak ikut terempas ke atas meja. Hal itu membuat tubuhnya kini mendekat ke arah Nio yang masih duduk seperti sebelumnya.

Bukannya marah atas tindakan Nio, Allena justru tersenyum, dia menatap Nio yang juga menatapnya.

"Kamu melupakan sesuatu, Sayang," ucap Nio seraya menatap Allena sedikit tajam.

Allena terkekeh seraya menggigit bibir bawahnya. Dia mulai mendekati Nio, dan mendaratkan bibirnya di bibir Nio. Nio pun menahan kepala Allena, dia memberikan lumatan lembut pada bibir Allena yang sangat dia rindukan. Satu minggu melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri memaksa Nio harus memendam hasrat kerinduannya terhadap Allena, dan kali ini Allena sudah di hadapannya, dia tak perlu menahan hasratnya lagi.

Ciuman itu berakhir ketika terdengar langkah kaki seseorang yang tak lain adalah pelayan di kediaman itu. Nio pun tersenyum, dan sekali lagi mengecup bibir Allena, tetapi hanya sekilas saja.

"Ayok ke kamar! Aku cukup lelah, bukankah kamu harus menghiburku?" ucap Nio seraya tersenyum penuh maksud.

"Ha-ha-ha... Kamu menyebalkan!" ucap Allena tertawa keras melihat ekspresi Nio yang benar-benar sangat menggemaskan.

Nio lantas menghampiri Allena, dia mengangkat tubuh Allena, Nio mulai menggendong Allena.

"Kamu semakin berat, apa itu karena outfit yang kamu gunakan, atau kamu bahagia ketika aku tak ada di sisimu, karena tak ada lagi yang mengganggumu, hem?" ucap Nio di tengah langkahnya yang perlahan mulai meninggalkan dapur.

Allena pun terkekeh.

"Siapa suruh menggendongku," ucap Allena, dia memeluk leher Nio dan menatap Nio yang juga terus menatapnya, seakan di kaki Nio terdapat mata yang dapat menggantikan pandangannya agar langkahnya tak sampai salah, bahkan ketika menaiki anak tangga pun, pandangan Nio masih tertuju pada mata Allena. Dia menyukai mata Allena, mata indah itu terasa menenangkan baginya.