Chereads / Red Hustle: Revenge of The Dark-Hearted / Chapter 26 - [BAB 25] Maaf yang Terkubur

Chapter 26 - [BAB 25] Maaf yang Terkubur

"Ayah…"

"Hm…..?"

"Mengenai itu…. mmm…Bagaimana ayah dan ibu bisa saling bertemu?"

"Hm…bagaimana ya…tiba-tiba sekali… yah… ceritanya panjang…. Ayah bertemu Ibumu di sebuah acara pesta kecil-kecilan oleh kantor. Ibumu bekerja di sebuah perusahaan yang berbeda denganku namun di restoran tempat pesta itu diadakan aku melihat ibumu sedang menangis di sudut restoran sendirian."

"Menangis…?"

"Ya… sedang menangis. Dan tidak ada satu'pun dari teman-teman Ayah yang peduli akan tangisannya jadi aku menghampirinya. Tidak baik meninggalkan seorang perempuan yang sedang menangis begitu saja Horn, jadi Ayah menghiburnya."

"Menghiburnya...?"

"Ya, Ayah mencoba menghiburnya. Mencoba membuatnya tersenyum lagi meskipun bukan itu yang pertama kali ibumu perlihatkan kepadaku, tetapi ibumu kemudian tampak senang setelah kami sempat berbincang-bincang dan membicarakan akar permasalahannya, dan apa yang membuatnya sedih ternyata dia baru saja ditinggalkan oleh kekasihnya."

"Ditinggalkan…?"

"Wanita itu adalah makhluk yang rapuh, Horn. seperti sebuah guci di toko barang antik atau sebuah gelas kaca yang indah. Mereka indah namun juga gampang pecah atau mudah rusak. Harus ada seorang pengrajin yang mau memperbaiki diri mereka agar kembali cantik dengan senyum-tawa di wajah mereka. Dan keindahan di wajah mereka itu sangat beharga di mata pengrajin tersebut."

"Seorang pengrajin...?"

"Suatu saat kau akan mengerti. Ketika kau menemukan seseorang yang membuatmu tersenyum bahagia, kau akan menjaga orang beharga tersebut agar senyumannya tidak akan luntur selamanya."

"Seperti Ayah dan Ibu lakukan?"

"Ya… seperti itu… aku tidak mau orang-orang beharga bagi Ayah murung begitu saja. Kau, Ibumu dan Nicole adalah orang-orang yang beharga bagi Ayah, Ayah tidak akan membiarkan senyum di wajah kalian menghilang bagaimana'pun kondisinya."

"Ya, Ayah..."

"Ngomong-ngomong sebelumnya mengapa kau bertanya seperti itu?"

"Ah… itu… aku bertemu seorang gadis. Rambutnya bewarna merah dan aku sempat bermain dengannya. Namun kemudian ia menangis setelah mengatakan ia sangat senang telah bertemu denganku. Apa maksudnya itu Ayah?"

"..."

"Ayah?"

"......"

"AYAH, APA YANG TELAH AYAH LAKUKAN!!?"

"Kau tidak menghargai integritasku Hannah, apa yang tengah kuperjuangkan, dan apa yang kuingin capai, kau pikir aku melakukan ini secara cuma-cuma begitu?"

"Jangan perlakukan aku seperti ini di depan anak-anak kita! Kau seharusnya malu pada dirimu sendiri…akh!"

"Mereka seharusnya harus bangga karena aku mengajarkan mereka untuk selalu menjaga harga diri mereka. Mereka tidak seperti dirimu, kau tahu aku sedang lelah kau malah merengek dan mengeluh ini-itu. Bukankah kau sudah berjanji untuk menjadi istri dan ibu yang baik? Bukankah itu tugasmu untuk selalu mendukungku untuk memperbaiki keadaan di keluarga kecil ini?"

"Tapi bukan seperti Reyes…Ukh…"

"Tentu saja bukan….. tapi aku punya intuisi dan intuisiku tidak pernah salah. Kau baru saja hampir membocorkannya Hannah….. dan…."

"Ayah, Jangan sakiti Ibu lagi!!"

"Diam kau sialan kecil..! Lihat ini Hannah, anakmu membelamu.."

"Ah…Urgh….Au… Ibu.. sakitt.."

"Reyes hentikan itu!! Dia tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini!"

"Haha… kau benar… anak cengeng seperti dia tidaklah mungkin adalah anakku. Benarkan Nicole?"

"Ajari anakmu baik-baik Hannah!

"Aarghh… uh… aa….. ugh…."

"Lihat dirimu Hannah kau bahkan tidak bisa membela dirimu sendiri kau itu...argh…"

"JANGAN SAKITI IBU LAGI!"

"ARGH KAU BAJINGAN KECIL! AGH….!"

"Horn hentikan! JATUHKAN PISAU ITU HORN!"

"BIARKAN! BIAR DIA TIDAK MENYAKITI IBU LAGI!"

"Hentikan itu Horn!!"

"Horn!!"

"Kau sudah gila ya!?"

"Dia itu psikopat!"

"Apa Scarlett masih hidup?"

"Astaga lihat wajahnya…."

"Kau bisa tenang sedikit tidak Horn Backtack!!? Lihat apa yang kau perbuat…"

Ya…. Aku melihatnya.

Pada akhirnya aku melihatnya. Melihat apa yang kuperbuat. Melihat apa yang telah kurusak.

Apapun itu yang menyakitkan di memoriku, segera kuhapus begitu saja.

Namun kali itu tidak.

Aku melihat semuanya dengan jelas.

Mahakarya dari sesuatu yang buruk dari dalam diriku keluar begitu saja.

Mengapa aku tidak dapat menghapusnya dari diriku?

"Horn Backtack ke ruang konseling, sekarang!"

Guru konseling memanggilku setelah itu.

Aku tidak dapat berkata apa-apa di dalam.

"Yo Horn Bactack… apa yang kau lakukan pada gadisku hah!?"

Pedro…. bukan hanya dia, ada teman-temannya juga.

Aku pulang dengan penuh luka dan kotoran di hari itu.

Bibi Edith kemudian didatangi polisi.

Orang tua Scarlett kemudian menceramahiku.

Scarlett dirawat, lukanya katanya cukup parah.

Paling parah aku melukai bagian telinganya dari sekian dari anggota wajahnya.

Mereka meminta dispensasi.

Untuk perawatan Scarlett.

Serta uang gelap untuk polisi.

Uang Edith habis begitu saja.

Edith diam dan tidak berbicara lagi padaku untuk beberapa hari. Aku tahu apa maksudnya, karena dia ingin aku menyesali perbuatanku. Aku tidak menangis saat itu, melainkan Edith. Ia berusaha menyembunyikan tangisan-nya dariku.

Aku tak bisa berbuat apa-apa padanya.

Aku bodoh.

Esok harinya setiap hari di sekolah mereka mengejekku La Maquirita yang artinya 'si banci'. Mereka menjahiliku setiap waktu. Setiap jam istirahat, setiap jam pelajaran, tidak ada henti-hentinya.

Tas dan mejaku terisi sampah.

Setiap jam adalah waktu bermain bagi mereka yang masih muak denganku mereka menghajarku.

Mungkin aku butuh pengampunan. Mungkin aku harus minta maaf padanya secara langsung.

Pada hari itu aku mencoba menjenguknya dengan serangkaian bunga Lily kesukaannya.

Tetapi saat aku sampai di sana aku mendapati kedua orang tuanya bertengkar.

Tepat di depan Scarlett.

Benar-benar tepat di depan tempat tidurnya.

Mereka bertengkar hebat hingga menimbulkan keributan di ruangan tersebut. Aku bahkan dapat melihat ekspresi wajah Scarlett yang sedang bergidik ngeri dari jendela pintu.

Scarlett kemudian menjerit sambil menutupi kedua telinganya dengan bantal.

Itu adalah pemandangan paling mengerikan yang pernah kujumpai.

.....

….

Lalu apa yang terjadi?

Apa yang terjadi selanjutnya Horn?

….. Para petugas keamanan datang. Mereka membawa kedua orang tuanya keluar dari rumah sakit itu.

Lalu gadis itu?

….. mata histerisnya menatap tepat ke mataku. Pandangan mengerikan itu terasa selamanya dan masih menghantuiku saat ini.

Lalu?

"Ini semua salahmu….. Semua ini tidak akan terjadi jika kita tidak pernah bertemu…"

Aku lari….. pergi dari rumah sakit itu tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Tanpa kata maaf sedikit'pun.

Setelah itu aku tidak pernah melihat dirinya lagi.

Dia tidak pernah muncul di sekolah itu lagi.

Dan kabar yang terdengar darinya hanya menambah kemarahan sekolah itu kepadaku.

Orang tuanya resmi berpisah.

Dan dia pindah entah ke sekolah yang mana.

Kini dosaku bertambah dan mereka yang ada di sekolah atas menjadi juri atas dosa-dosaku.

Tersisa satu setengah tahun untukku berada di sana.

Satu setengah tahun dosaku dibakar di sana.

Kukira itu waktu yang cukup namun nyatanya tidak.

Dosaku tidak pernah diampuni dan terus menerus menghantuiku.

Perasaanku campur aduk setelah menimbang-nimbang siapa di antara kami yang salah.

Menimbang-nimbang hingga karma akhirnya juga jatuh kepadaku.

Edith meninggal dunia.

Namaku tercoreng pada sebagian besar perguruan tinggi.

Hidupku kemudian tidak lebih dari ular yang mengejar ekor sebagai kasir minimarket.

Memuakkan.

Aku mencari kesempatan itu. Aku menunggu kesempatan itu.

Untuk bertemu dengannya sekali saja.

Untuk membicarakan hal itu untuk terakhir kalinya.

Untuk melupakan semua kenangan itu untuk selamanya.

Aku tahu akan sulit baginya untuk menerima maafku, tapi…

Aku hanya ingin menyampaikannya.

Empat mata saja cukup.

Aku sudah lelah dengan kutukan ini.

Sekarang saatnyalah kesempatan itu telah datang...

***

Tangan Horn masih menahan lengan Carmen. Scarlett masih syok atas apa yang Carmen lakukan padanya. Misa masih terbaring lemah namun kini ia bertukar posisi dengan lantai di sebelah Scarlett. Namun dari mata Carmen muncul sesuatu yang Horn belum pernah lihat sebelumnya. Air mata.

"Kau telah melewati batas privasiku Carmen, aku tidak mau kau terlibat pada urusan pribadiku. Terutama untuk urusan ini. Kumohon biarkan aku membereskan semua ini." Ujar Horn merendahkan suaranya setelah sebelumnya ia membentak Carmen mentah-mentah.

Carmen tampak menahan air matanya untuk tidak keluar. Ia'pun menarik lengan-nya dari genggaman Horn lalu menjatuhkan jarum suntik yang ada di tangan-nya. Ia'pun berbalik supaya Horn tidak dapat melihat air matanya.

"Lakukanlah apa yang harus kau lakukan. Sekarang… lakukanlah…" Ujar Carmen dengan suara yang sedikit tertahan.

Kata-kata itu terbesit di benak Horn lagi.

'Perempuan itu adalah makhluk yang indah namun sangat rapuh.'

Carmen terdengar seperti seseorang yang menahan tangisan-nya, meskipun ia tahu ia tidak boleh terlihat lemah di hadapan musuh namun entah mengapa kini sangat sulit untuk menahan air matanya.

"…Carmen…"

Perasaannya campur aduk. Ia harus tetap professional! Tetap professional!! Ia tidak boleh terlihat memalukan demi citranya sebagai seorang Spell Punisher professional!

".. Carmen…"

"...Mengapa kau tidak segera menyelesaikan urusanmu dengannya HORN!? Cepat selesaikan masalahmu…"

Puk..

Carmen merasakannya.

Rasa hangat dari tubuh yang tidak terlalu besar darinya.

Rasa sakit di tubuhnya seakan sirna.

Ada sepasang tangan yang menlingkari perutnya.

Dia memeluknya.

Horn memeluknya.

Rasanya sangat nyaman dan ia ingin bertahan lebih lama lagi tetapi mereka tidak punya waktu untuk itu.

"…Aku minta maaf…" Ujar Horn dari punggung Carmen, "...Aku telah membentakmu seperti itu aku benar-benar minta maaf jika memang tadi itu melukai perasaanmu. Aku tidak ingin hidupku dipenuhi rasa bersalah lagi..."

Carmen tersenyum mendengarnya.

"Kau bodoh…. Aku takkan memafkanmu.." Carmen melirik pada tangan yang erat melilit tubuhnya, "…jika kau tidak menyelesaikan urusanmu itu terlebih dahulu…"

Horn melepaskan pelukannya lalu mengusap rambut merah Carmen untuk beberapa sesaat.

Ia'pun kemudian kembali menghadap Scarlett yang terbaring terengah-engah di atas meja operasi. Ia'pun menatap nanar mata Scarlett yang masih bergidik liar.

"Mari kita luruskan ini sekarang…"

"Tidak ada yang perlu diluruskan! Semua orang yang mengenalmu tahu kau adalah dalang dibalik penderitaanku!" potong Scarlett.

"Benar untuk itulah aku di sini…"

"Kau mau mengakhiri penderitaanku dengan mengakhiri nyawaku?!"

"Bukan Scarlett, malah sebaliknya aku ingin meminta maaf atas apa yang telah kuperbuat kepadamu…"

"Horn kau…"

"Aku tahu…!" potong Horn tegas, "Aku tahu kau menderita setelah menerima pukulan itu. Aku tahu kau menderita setelah orang tuamu berpisah, tetapi semua penderitaanmu itu juga berimbas kepada penderitaanku juga. Aku juga kehilangan segalanya Scarlett. Aku kehilangan kegiatan klub kesayanganku, aku kehilangan wajah dan kepercayaan di dalam satu sekolah itu, aku bahkan tidak diberi rekomendasi ke sebuah perguruan tinggi Scarlett. Bibiku meninggal dan aku hidup menderita karena kesalahan besar yang kulakukan di masa lalu. Ini bukan masalah mantra, Scarlett. Aku masa bodoh dengan mantra ini. Bahkan setelah mendapatkannya aku masih dihantui oleh dosaku di masa lalu. Aku melihatmu menjerit histeris melihat kedua orang tuamu bertengkar di depan dirimu yang sedang terluka. Aku merasa bersalah membuatmu melihat melewati sesuatu yang seharusnya tidak kau lewati. Aku bahkan melewati lubang penyesalanku sendiri. Aku tahu kau tidak mungkin memaafkanku Scarlett tapi kumohon aku berbicara terus terang seperti ini karena ini adalah keinginanku dari dulu untuk menyampaikannya kepadamu..." Horn menghela nafas yang panjang, "...kuharap kau mengerti, Scarlett, mengapa selama ini aku menghindarimu. Aku dulunya hanya pengecut, lari dari masalahku sendiri. Sekarang aku mencarimu demi menyelesaikan masalah ini."

Terjadi kesunyian di antara mereka. Tetapi mata mereka masih tertuju satu sama lain.

"Ha.. ha.." Scarlett tertawa kecil, "… lihat dirimu kau bahkan tidak pindah sekolah. Nyalimu besar sekali, Horn."

"Edith tidak memiliki dana untuk memindahkanku."

"Cukup masuk akal." Scarlett menyeringai, "Aku bahkan harus home schooling akibat luka-lukaku."

"Bagaimana rasanya?"

"Menyebalkan… gurunya kurang handal menurutku."

Kemudian kembali sunyi.

"Bisakah kau memberitahuku apakah kau memaafkanku atau setidaknya kau memberitahuku apa yang sekiranya membuatmu lebih baik untukmu." Tanya Horn.

"Ayolah Horn… kau baru saja membuatku terdengar seperti orang yang jahat." Scarlett menghela nafas panjang kemudian tersenyum pada Horn. "Jika dipikirkan baik-baik ternyata semuanya bermuara pada ego kita masing-masing. Ego kita untuk saling mendapatkan apa yang kita mau dan apa yang kita ingin capai. Ternyata selama ini kita sama-sama bodoh, Horn. Selama ini kita hanya mengurungi kebodohan kita." Scarlett menunjuk Horn, "Meski begitu perbuatanmu tidak dapat dimaafkan, begitu'pun juga aku sebagai pelaku yang menyebabkanmu terkenal di penjuru kota. Yah meski begitu ada sesuatu yang menurutku akan membuatku lebih baik." Scarlett kemudian duduk dan memegang pundak Horn dengan tatapan yang dalam, "Menghilang darimu dan memulai hidup yang bar…"

Dor!

"Ah!" Horn terkejut begitu kepala Scarlett meledak dan terkapar seketika. Suara pistol ditembakkan, ia tahu harus menyalahkan siapa, "Carmen!?"

Carmen juga menoleh dan kaget seolah tembakan itu bukan berasal darinya.

"Sean!?"

"Minggir The Red..." Moeb yang secara tiba-tiab muncul kemudian masuk sambil menodong Horn dengan sebuah revolver berkaliber besar, "Kau mengacaukan rencananya The Purple, sekarang semua orang sudah tahu wajahmu lalu kami dari organisasi akan kesulitan untuk menutupi aksi orang yang sudah muncul ke permukaan sepertimu." Ujarnya dari balik topeng. Ia'pun memandang The Red lalu memberinya perintah, "The Red… singkirkan dia."

The Purple dan The Red saling tukar pandang.

"Apa maksudmu?"

"Lenyapkan dia… sebagai mana kau melenyapkan para caster yang lain."

"Kau bercanda bukan?"

"Tidak…"

Dor!

".. Aku serius The Red. Aku yang memiliki otoritas di sini." Ujar Moeb setelah menembus dada Horn dengan peluru magnum. Horn seketika terkapar.

"Apa tidak ada cara lain selain melenyapkan-nya? Maksudku kau sedang memiliki aset yang luar biasa di sini, sorang mesin pembunuh, kau tidak bisa membuangnya begitu saja, Sean."

Topeng itu memang menutupi wajahnya namun masih bisa menembus jiwa bagi orang yang melihatnya.

"Kau jadi melunak The Red. Ada gerangan apa?"

"Tidak ada…"

"Matamu mengatakan kau baru saja menangis…"

The Red tidak mengatakan apa-apa.

"Sebetulnya kita bisa dikatakan kelebihan anggota Ultimate sepertimu. Dia sama efektifnya seperti kalian berdua, tetapi mengawasi empat orang Ultimate sekaligus adalah pekerjaan yang menyulitkan terutama jika The Oracle sudah berakhir seperti ini."

"Ada dua orang Ultimate anggota baru. Mengapa aku belum pernah mendengarnya?"

"Mungkin kau terlalu sibuk dengan urusan rumahmu mungkin atau banyak urusan kantor. Namun dengan adanya anggota baru tersebut dengan begini ada The Ballot yang bersih dari uang kotor."

"Mustahil. Ultimate yang The Ballot bersih itu tidak ada. Aku tidak pernah mendengar hal itu sebelumnya."

"Itu dia. Dengan adanya Ultimate yang sama efektifnya seperti The Purple di sini kita tidak perlu mengkhawatirnya jumlah uang kotornya akan naik, dan akan mengganggu kerahasiaan organisasi kita. Tetap saja The Red. Bisnis adalah bisnis."

"Ini tidak sesuai dengan perjanjian kita, kau bilang aku boleh saja memilih siapa caster liar yang akan menjadi rekanku."

"Tentu saja kau akan kubuat memilih di antara dua caster ultimate itu. Kau akan merasa cocok dengan mereka karena kalian sangat mirip."

"Jangan bercanda Sean." Bantah The Red, "Aku tidak mau memilih di antara mereka berdua. Aku hanya memilih dia sebagai rekan kerjaku satu-satunya." Ujar The Red sambil menunjuk tubuh The Purple yang terkapar.

"Aku ragu aku bisa mempertimbangkan itu."

"Tidak… kau sudah janji memperbolehkan siapapun yang menjadi rekanku dan orang itu akan sepenuhnya menjadi tanggung jawabku. Kalau kau mau melangkahi dia kau harus menghadapi diriku terlebih dulu."

Mereka'pun hening beberapa saat saling tatap sampai akhirnya Moeb memasukan kembali revolver magnumnya.

"Baiklah… begini kesepakatannya. The Purple dekat dengan The Puppet bukan?" tanya Moeb sambil memandang ke arah meja operasi. "Kita tidak bisa mengambil resiko mereka berdua diliput media atas kegaduhan malam ini. Mereka berdua harus diasingkan untuk sementara waktu ke daerah lain di Ouro saat ini juga. Kebetulan beberapa tempat di luar Dockstown beberapa kali mendaparkan laporan caster liar jadi kami membutuhkannya. Aku akan mengasingkan mereka selama beberapa bulan di luar Dockstown tetapi kau menetap di sini karena kami masih membutuhkanmu. Lalu sebagai imbalan atas pemburuan The Pink." Moeb membuka sedikit topengnya pada The Red, "Setelah The Purple kembali statusnya atas pertanggung jawabanmu akan diubah menjadi pertanggung jawaban kami."