Saat itu juga para kakak tingkat merasa bersalah, seketika membisu sembari menatap lantai kayu GOR basket, tak berani menatap pelatih mereka.
"Sudahlah, tak perlu sampai sesedih itu mengakui kesalahan kalian. Jadi mana mahasiswa baru yang kau maksud?" tanya pelatih itu.
"Mereka berdua, pak. Mahasiswa baru berambut hitam pendek itu namanya Arya Chayton. Dia dua kali menjadi juara di tingkat nasional saat SMA. Dan ia berambut kuning dan wajahnya sedikit kemerahan dan ada bintik-bintik seperti bule, namanya Stephen Marlon. Ia juga kenalanku saat masih SMA dan sengaja masuk kampus ini agar bertemu denganku," kata Ketua Divisi Basket sembari menjulurkan tangannya, memperkenalkan mereka berdua."
"Oh, Chayton dan Marlon, ya?" kata pelatih itu sembari mengusap dagunya. "Baiklah. Meski hanya melihat kalian, aku sedikit bisa membayangkan potensi kalian. Tapi aku harap mahasiswa baru lainnya juga dapat ikut bersaing dengan Chayton dan Marlon. Jangan karena mereka berdua dulunya pemain bintang, kalian langsung merasa down atau dan terlalu mengandalkan mereka. Justru dengan adanya mereka berdua, kalian harus semakin bersemangat untuk latihan dan membuktikan siapa pemain bintang sebenarnya di dalam pertandingan basket. Jangan mau kalah dengan mereka berdua."
"Siap, pak." Serempak para mahasiswa baru, menanggapi saran dari pelatih baru mereka.
"Ah, ya, mungkin kalian belum tahu, tapi pelatih basket kita lebih suka dipanggil 'Coach', dibanding kalian memanggil beliau dengan sebutan 'pak'," kata Ketua Divisi Basket mengingatkan adik tingkatnya. Mereka hanya mengangguk sembari membulatkan mulut mereka.
Setelah mendapat teguran dari pelatih, Ketua Divisi Basket membatalkan pertandingan one by one antara Arya dan Marlon. Meski begitu tak sedikit dari mereka merasa kecewa, ketika pelatih tahu-tahu melarang one by one tersebut. Di lain sisi Arya sendiri merasa senang. Meski ia dulunya pemain bintang, namun bukan berarti ia harus diperlakukan lebih istimewa dari mahasiswa baru lainnya. Marlon terlihat sedih, tak bisa melawan Arya secepat mungkin.
Kemudian giliran para kakak tingkat yang memperkenalkan diri. Meski kampus ini terkenal dengan permainan basketnya yang sering menjuarai turnamen, tetapi anggota divisi mereka tak terlalu banyak. Kakak tingkat keseluruhan pun berjumlah sekitar 20 orang (12 laki-laki dan 8 perempuan). Pelatih divisi basket berjumlah 3 orang, satu untuk melatih laki-laki dan satunya melatih perempuan, dan satunya sebagai cadangan ketika ada salah satu pelatih yang berhalangan untuk mengajar.
"Perkenalkan namaku Muhammad Doni. Kalian bisa memanggil kak Doni. Sekarang aku mahasiswa semester 5, jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga sekaligus menjadi ketua divisi basket," kata Doni memperkenalkan diri pada mahasiswa baru. "Untuk kakak tingkat lainnya kalian bisa berkenalan langsung dan menanyakan hal lainnya pada mereka sendiri. Itu salah satu ujian dariku, apakah kalian sebagai mahasiswa baru serius mengikuti UKM basket ini atau hanya sekedar main-main saja."
"Doni memang sediki keras karena tujuannya sebagai ketua divisi basket untuk mempertahankan gelar kampus ini sebagai juara tiap tahunnya. Kampus kita telah menjadi juara selama 3 tahun berturut-turut. Doni dan teman-temannya tak ingin rekor itu dipatahakan begitu saja. Jadi saya harap kalian serius ketika berlatih di lapangan ini dan tak mengecewakan harapan kakak tingkat kalian," kata pelatih mereka, sedikit menambahkan.
"Siap, Cocah!"
Walau Doni dan pelatih basket tak mengatakan hal itu, Arya tetap berlatih mati-matian untuk membawa kampus ini keluar sebagai juara dan terus mempertahankan gelar. Ditambah dengan adanya Marlon, Arya menjadi yakin jika kampus mereka optimis bisa mempertahankan kemenangan tersebut. Hanya saja Arya belum tahu sebesar apa tekanan dalam kejuaraan basket nasional tingkat mahasiwa. Arya sendiri saat SMA hanya awalnya saja merasa tertekan karena baru pertama kalinya ia bisa bermain di tingkat nasional. Saat SMP, Arya dan sekolahnya paling tinggi hanya mencapai tingkat provinsi.
Setelah melewati sesi perkenalan, pelatih menyuruh para anak didiknya untuk memulai pemanasan sebelum berlatih. Memutar kepala, kedua tangan, pinggang, lutut, bahu dan menekuk kaki mereka. Basket adalah olahraga yang tak hanya mengandalkan kaki atau tangan saja, melainkan keduanya.
Sebaik mungkin mereka melakukan pemanasan untuk menghindari keseleo ketika sedang berlatih. Setelah melakukan pemanasan, pelatih menyuruh mereka untuk memutari GOR basket sebanyak 10 kali. Para mahasiwa pun langsung keluar dari GOR dan jogging mengelilingi GOR basket.
Setelah selesai mereka kembali ke dalam GOR dan mulai berlatih. Meski begitu Arya sama sekali tak meneteskan keringat dari tubuhnya. Bahkan selesai jogging pun, kondisi rambut dan seragam basketnya sama sekali tak berantakan. Disisi lain, Marlon mengeluarkan banyak keringat, napasnya tersengal-sengal sembari menatap Arya.
"Kau belum keringat juga?" tanya Marlon. "Padahal satu putaran saja udah 200 meter lo. 10 putaran sekitar 2 kilometer, dan kau sama sekali tak kelelahan?"
"Memang dari dulu udah begini. Mungkin karena belum panas aja tubuhku. Kalau udah panas juga berkeringat sendiri," balas Arya, wajahnya sangat datar.
"Sialan. Meski tahu orang ini telah menjuarai basket tingkat nasional 2 tahun berturut-turut, tapi tak sangka jika ia saat latihan pun terlihat sangat santai meski sebenarnya ia yang paling serius diantara para mahasiswa lainnya," kata Marlon dalam hati. Ia semakin tak sabar ingin one by one dengan Arya.
Selesai jogging sebanyak 10 putaran, mereka mendapat waktu istirahat selama 5 menit, lalu kembali masuk ke lapangan untuk latihan. Untuk latihan pertama mereka, meski beberapa dari mahasiswa baru telah menguasai semua dasar teknik bola basket, namun ada juga mereka yang dari 0, belum pernah bermain basket sejak kecil namun ingin mendalami dunia basket. Maka dari itu pelatih tetap memulai latihan ini dari dasar. Pelatih menyuruh anak didiknya untuk dribbling bola di tempat. Bagaimana memposisikan kaki yang benar saat dribbling, posisi tangan yang benar, cara memantulkan bola tanpa terlempar ke segala arah dan posisi mata yang benar.
"Baiklah. Untuk kalian yang belum pernah bermain basket sama sekali. Disini bapak akan memberitahu kalian tips dribbling. Daripada bapak banyak memberikan teori, kalian lihat saja gerakan bapak," kata pelatih itu sembari memantulkan bola basket berulang kali
Kemudian pelatih mendribbling bola dengan sangat santai namun bolanya terpantul sangat terarah sesuai gerakan tangannya. Jari-jarinya dibuka secukupnya agar bola dapat memantul sesuai keinginan pelatih. Kakinya pun tak dibuka terlalu lebar, hanya selebar bahu dan sedikit menekuk lutut, sehingga mengakibatkan badan sedikit membungkuk agar pemantulan bola tak terlalu tinggi. Pandangannya tak melihat ke bola melainkan ke depan.
"Kurang lebih kalian paham, kan, bagaimana cara mendribbing dalam basket?" tanya pelatih itu.
Salah satu mahasiswa baru mengangkat tangan kanannya, ingin bertanya pada pelatih.
"Ya, kamu yang disana? Ingin bertanya apa?" tunjuk pelatih itu, sembari menatap mahasiswa itu.