"Wahh, gak bisa dibiarkan. Perbuatanmu sudah kelewatan, Nak. Masih mahasiswa baru aja udah kayak gini."
"Bukan begitu pak. Saya gak ada niatan buruk. Saya benar-benar hanya memastikan sesuatu pak. Saya ini masih suci, pacaran aja belum pernah. Masak iya saya berbuat hal se-mesum itu, pak?
Sejak tadi satpam itu memang yakin jika Arya memang tak sejahat itu. Terlihat dari mukanya yang tak pantas menggelar 'penjahat kelamin'. Meski belum pernah pacaran, bukan berarti seseorang tak pernah berbuat mesum, pikir satpam kampus.
"Sudah, sudah. Gak usah bikin keributan lagi. Sekarang kamu ikut bapak ke pos penjaga. Bapak mau tanya sesuatu sama kamu."
"Tapi pak…"
"Gak usah tapi-tapian. Kamu itu, ya, udah jelas berbuat salah masih aja berusaha mencari alasan. Udah lah ngaku aja sama tingkah busukmu itu. Di drop out dari kampus baru tahu rasa," kata salah satu gadis itu, menyela Arya ketika ingin berbicara.
"Dibilangi jangan bikin keributan lagi kok malah makin menjadi-jadi. Udah kalian boleh pergi, biar bapak yang urus pemuda ini."
"Beri hukuman, pak kalau perlu. Orang kayak dia gak pantas berada di kampus ternama." Kemudian kedua gadis itu pergi, meninggalkan Arya dan satpam kampus.
"Sekarang kamu ikut bapak. Saya ingin ngomong sebentar. Jadi kamu gak usah khawatir bapak membawamu ke depan rektor."
Arya hanya mengangguk lalu mengikuti satpam kampus ke pos penjaga. Di pos satpam ada satu satpam sedang duduk sembari bermain handphone-nya. Bahkan sempat tersenyum-senyum sendiri. Satpam itu pasti sedang melihat postingan lucu di sosial media, pikir Arya.
Melihat temannya membawa mahasiswa baru, satpam itu langsung mematikan dan menaruh handphone-nya, menatap mereka lamat-lamat.
"Pak Sugeng. Ini mahasiswa baru kenapa dibawa ke pos satpam?" tanya satpam muda itu, masih berumur 26 tahun.
"Bukan apa-apa. Mahasiswa ini kenalan saya dulu sebelum saya bekerja di kampus ini," balas Pak Sugeng. Arya spontan memandang satpam itu, penuh kebingungan. Ia sendiri sama sekali tak mengenali satpam yang sejak tadi terus menarik tangannya.
"Oh, gitu ya, pak. Tapi Pak Sugeng, bukannya bapak sedikit berlebihan? Membawa kenalan bapak sampai ditarik-tarik begitu. Nanti kalau tangannya lepas gimana, pak?" Satpam muda itu, melihat tangan Arya mulai kemerah-merahan.
"Oh, iya maaf ya, Nak. Aku terlalu berlebihan membawamu kemarin," kata Pak Sugeng, berasa bersalah. "Kamu duduk saja dulu di sini, bapak masih ada sesuatu yang harus diselesaikan."
"Buatkan sesuatu? Gak usah pak, acara kampus udah mau dimulai. Saya gak bisa berbicara terlalu lama,' kata Arya merasa segan. Sebenarnya punya niat apa Pak Sugeng sampai sejauh ini padaku, pikir Arya.
"Tapi kamu udah selesai meminta cap tiap UKM kan?" tanya satpam muda itu. Arya hanya mengangguk pelan.
"Kalau sudah berarti kamu sudah aman. Acara ini yang harus kalian penuhi hanyalah mengumpulkan semua cap setiap UKM. Sisanya hanya perkenalan setiap divisi dan bersenang-senang sampai nanti sore."
"Tapi saya juga ingin bersenang-senang, pak. Masak Cuma saya yang gak diperbolehkan menikmati acara ini?" kata Arya. Ia masih muda, masih ingin bersenang-senang di kampusnya.
"Baiklah kalau kamu memaksa. Kalau begitu kamu boleh kembali. Setidaknya jangan sampai bertemu dengan gadis-gadis itu lagi. Mereka pasti akan mempertanyakan kamu yang tak mendapat sanksi dari pihak kampus," kata Pak Sugeng memberi saran pada Arya. Ia tak bisa mengatakan pada Arya jika ia membelanya. Hampir mendekati mustahil ketika remaja berwajah lugu seperti Arya dikatakan penjahat kelamin oleh orang lain.
"Baik, pak. Terima kasih," kata Arya sangat sopan, lalu meninggalkan pos satpam. Sembari berjalan, ia memikirkan keinginan Pak Sugeng sejak tadi. Setelah ditarik ke pos satpam, kini dilepaskan begitu saja.
Disisi lain, Fahrizul, Fajar dan Zia melihat Arya berjalan seorang diri. Tanpa pikir panjang mereka bertiga langsung menghampiri Arya sembari berlari, menyeberang jalan.
"Lho, Yak. Kok kamu baru sampai sini? Bukannya kamu udah pergi dari tadi?" tanya Zia penasaran.
"Yahh, ada sedikit masalah tadi, kesalahpahaman. Aku baru saja keluar dari pos satpam setelah disangka melakukan pelecehan," kata Arya sembari menghela napas.
"Haa? Pelecehan?" ketiga temannya sontak terkejut, wajah mereka sama sekali tak santai. "Sejak kapan kau menjadi remaja hina seperti itu? Apa karena kau terlalu lama menjalani status single?"
"Sudah kubilang, kan. Ini semua hanya kesalahpahaman. Aku tak sengaja menabrak seorang cewek lalu berakhir dengan tuduhan seenak jidat," balas Arya memotong cerita sebenarnya.
"Masak iya kau hanya menabraknya lalu dituduh seperti itu? Wah, gak beres tuh cewek. Harus diberi pelajaran," kata Fajar membela kebohongan Arya.
"Pelajaran apa? Kau mau menghabisi dua cewek seperti kau menghabisi preman-preman sekolah dulu? Dimana letak kejantananmu?" tanya Zia, tak ingin Fajar ikut turun membelanya.
"Menghajar Preman sekolah? Memangnya kau dulu orang terkuat di sekolahmu?" Fahrizul penasaran.
"Gak, gak. Jangan percaya omongannya," sela Fajar sembari menggelengkan tangannya. "Saat SMA aku memang mengikuti pelatihan bela diri di luar sekolah, tapi bukan berarti aku menggunakan kekuatan untuk menghajar anak-anak sekolah. Hanya untuk berjaga-jaga saja kalau suatu saat menghadapi situasi genting."
Fahrizul membulatkan mulutnya seraya mengangguk paham. Suara pembawa acara terdengar dari pos satpam, menandakan jika acara berikutnya segera dimulai.
"Sialan. Aku belum mendapat semua cap UKM kampus," kata Zia terlihat tergesa-gesa.
"Anj*ng. Aku bahkan belum mendapatkan cap UKM sama sekali," kata Fajar langsung berlari mendahului mereka semua. Baru teringat jika harus mengisi kertas itu.
Lantas Arya dan Fahrizul langsung kembali ke halaman Fakultas Pendidikan, menyusul Zia dan Fajar. Beruntung mereka berdua telah menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa baru. Kini tinggal menikmati pertunjukan dari tiap UKM.
Disisi lain, kedua gadis yang sempat berurusan dengan Arya, menemui teman mereka, terpaksa menunjukkan kesal dan geram. Tangan mereka terus mengepal sejak meninggalkan Arya. Teman-temannya pun kebingungan melihat wajah kedua gadis itu.
"Kalian kenapa? Kok kayak marah gitu?"
"Gimana gak marah coba, baru saja kami hampir dicium oleh cowok penjahat kelamin."
"Haa? Yang benar kalian hampir dicium? Jangan mengada-ngada kalian." Salah satu temannya tak percaya dengan perkataannya.
"Benar. Kami gak bohong. Udah gitu di tempat terbuka, banyak orang-orang lihat pula. Kayak gak tau malu aja. Mana lagi dia berusaha membela diri pula, memang dasarnya semua cowok kalau salah paling suka mengelak."
"Oh, berarti kalo di tempat tertutup dan tak ada orang melihat, kalian mau dicium cowok itu?" salah satu temannya bertanya sembari menjahili mereka.
"Gak gitu. Ah, udah lah. Kalian malah bikin aku makin kesal."
Teman-teman mereka pun tertawa keras, melihat ekspresi mereka seperti anak kecil ngambek.