Perkenalkan namaku Wendy Wijaya, hari ini aku dan kedua sahabatku Dellon dan Sakti, merencanakan liburan setelah cuti kuliah kami baru saja disetujui. Kami sepakat akan bertemu di sebuah kafe yang baru saja diresmikan beberapa hari yang lalu.
Kring... Kring... Bunyi telepon genggamku membuatku tanpa sadar menggeser ikon berwarna hijau tanda aku menjawab panggilan telepon yang masuk di telepon genggamku dan menempelkannya di telinga sebelah kiriku.
" Halo..." Ucapku memulai percakapan dengan sang penelepon.
" Woi bang Wendy... di mana ?" Teriak si penelepon yang membuatku segera menjauhkan telepon genggam milikku dan melihat nama yang tertera di layar telepon genggamku.
'Adik Kampret'
" Pantes di Sendy kampret suara toak yang telepon." Gumamku setelah membaca nama yang muncul di telepon genggamku.
" Jangan teriak-teriak kuping gue mau pecah ini. Kenapa ?" Ucapku sambil meletakkan kembali telepon genggamku di telinga sebelah kananku karena telinga kiriku yang seakan berdengung.
" Lu udah berhari-hari gak pulang tanya kenapa lagi. Buruan pulang, mama minta kita belanja bulanan. Buruan." ucap Sendy menekan kata terakhir.
" Iya-iya ini gue jalan." Ucapku pasrah, karena aku sedang tidak ingin merusak mood ku yang lagi bahagia melihat wanita cantik.
Aku pun langsung mengendarai motorku untuk segera kembali ke rumah. Tak terasa hanya butuh waktu beberapa menit saja aku pun sampai di rumah yang cukup besar dengan halaman yang cukup luas juga.
" Lama banget sih. Udah hampir lumutan ini gue." Ucap Sendy adikku satu-satunya sambil menyerahkan kunci mobil yang akan kami gunakan.
" Apaan gue udah bawa motor kaya pembalap profesional lu masih bilang lambat. Stres lu." Ucapku sambil memarkirkan motorku dan masuk ke dalam mobil hitam yang biasa kupakai.
" Yuk buruan jalan." Ucap Sendy duduk di sampingku sambil memasang sabuk pengamannya.
" Iya ini juga baru mau didupkan mesinnya." Ucapku sambil menstater mobilku.
" Bang..." Ucap Wendy sambil menyentuh lenganku dan menatapku dengan tatapan mata yang membuatku seakan bergidik ngeri.
" Apaan ?" Ucapku gelisah. Sebagai
" Mama bilang jemput mama di salon langganan mama. Nanti belanjanya barengan sama mama" Ucap Sendy tersenyum licik.
" Lu gak ikutan kan adikku sayang ?" Tanyaku memastikan dan berharap adikku yang menyebalkan ini tidak melakukan apa pun di salon nanti.
" Sayangnya gua mau ikutan, liat ini rambut gue ketinggalan zaman. Kepala gue butuh dipijat, dan muka gue perlu di masker." Ucap Sendy sambil tersenyum licik.
" Wendy, please jangan ya. Entar lama banget lagi, gue mau pergi sama temen-temen gue. Please ya jangan." Ucapku menggenggam tangan Sendy sambil memohon, pasalnya menunggu wanita di Salon adalah hal yang paling menyebalkan untukku. Mungkin bukan untukku saja bahkan laki-laki di luar sana mungkin merasakan hal yang sama.
" Itu sih tergantung bagaimana lu kasih tawaran yang tepat." Ucap Sendy sambil mengetuk-ketuk jaringannya di dagu miliknya.
" Gini deh, gimana kalau besok gue traktir lu sepuasnya. Budget 200rb gimana ?" Ucapku sambil mengeluarkan 2 jariku dan menyembunyikan 3 jari lainnya.
" Kayanya kalau 300rb bisa di sesuaikan sih." Ucap Sendy bergumam jelas di telingaku.
" Oke fine. 300rb deal?" Tanyaku sambil mengulurkan tanganku.
" Deal." Ucap Sendy menyambut tanganku dan tersenyum senang.
Setelah dipalak adik sendiri, menunggu mamaku di salon, dan juga selesai berbelanja bersama kedua wanita yang paling kusayangi itu. Kini aku berasa di sebuah kafe tempat aku dan kedua sahabatku untuk mengisi waktu luang.
" Woi Sak, Dell. Udah pesan ?" Ucapku sambil duduk di bangku meja yang diduduki Sahabatku Sakti dan Dellon.
" Udah tenang aja, biasakan ? Ayam geprek sambel hijau gak usah pedes." Ucap Sakti sambil menyerahkan sepiring ayam geprek.
" Dan ini minumnya es Teh manis gak usah terlalu manis, karena cukup gue aja yang manis." Ucap Dellon sambil menyerahkan es teh manis.
" Sepet lu mah." Ucapku sambil meminum minuman yang disodorkan Dellon.
Kami pun langsung memakan makanan yang dihidangkan di depan kami, dan diselingi dengan percakapan.
" Woi Sak kira-kira enaknya ke mana ?" Tanya Dellon kepada Sakti yang tampak fokus dengan makanan di hadapannya.
" Gua ke rumah lah emang kemana lagi, munguti sampah sekompleks?" Jawab Sakti seenaknya tanpa melepaskan pandangannya dari makanan di depannya itu.
" Sakti mandraguna, si Dellon nanya ini kita enaknya liburan ke mana masa ia cuti kuliah cuma di rumah aja meratapi nasib kejombloan kita." Geramku yang tidak habis pikir dengan jawaban seenaknya Sakti, karena memang Sakti tipikal orang yang tidak mau ribet.
" Ngapain bingung-bingung. Lu Wen dan lu Del kita bertiga kan Once, Fanboys garis keras Twice, ya liburan liatin Twice lah ngapain lagi, gua mau liat secara nyata imutnya Nayeon, apalagi pas dia nge-Aegyo." Ucap Sakti sambil membayangkan Nayeon member tertua Twice itu sedang bertingkah imut.
" Lah iya, ngapain kita mikir-mikir gak jelas, lu sih Wen bego di pelihara. Mikirin yang jelas impian kita dari dulu." Dellon menunjukku dengan garpu yang ia pegang.
" Serah lu, bego-bego gini yang penting gua paling ganteng." Kataku dengan percaya diri.
" Gak jelas lu. Apa hubungannya bego Ama genteng." Ucap Dellon menatapku dengan pandangan yang jijik.
" Ngomong-ngomong ni kafe bagus juga ya, bersih, rapi wangi lagi." Ucapku mengalihkan perhatian sambil melihat sekeliling kafe yang berdonasi warna pastel dan terkesan mewah ini.
" Iyalah kan baru buka ya baguslah. Oh ya, dengar-dengar pemiliknya cantik banget kaya bidadari. Penasaran gua gimana cantiknya." Ucap Sakti melihat-lihat sekeliling kafe bermaksud mencari sang pemilik kafe.
" Lu tahu dari mana, kalau pemiliknya kaya bidadari, lu aja kesini baru pertama kali bareng kita." Ucap Dellon tak percaya, pasalnya dari 3 hari yang lalu kami selalu bersama, main PS, main bola, makan dan kegiatan lainnya kami lakukan bersama tanpa ada yang tinggal di antara kami bertiga.
" Ya, gua tahu dari si adik gua si Nabil, kata dia ini kafe calon mertuanya yang punya, gua lupa namanya, yang jelas ni kafe sahabatnya si Sendy, siapa namanya Wen ?" Tanya Sakti padaku dengan dahi yang berlipat, terlihat jelas bahwa dia mengingat-ingat siapa gadis yang di sukai adiknya.
" Shania ?" Ucapku spontan, karena aku mengingat dengan jelas sahabat adikku Sendy yang cukup cantik dengan tubuh tinggi ramping dan rambut yang berwarna coklat tua, selain itu dia juga beberapa kali datang ke rumahku walau hanya sekedar main, belajar atau bahkan menginap.
" Ya zonk dong, kalau Shania anaknya lumayanlah cantik, karena gua pernah ketemu dia di rumahnya Wendy, tapi emaknya paling cantik juga kaya Bu Hilda TU di kampus." Ucap Dellon lesu karena memang hampir semua wanita dewasa yang telah memiliki anak, apalagi anak yang hampir sebesar Shania, pasti tidak dapat menyembunyikan kerutan di wajahnya tanda ia telah memasuki usia yang jauh lebih matang.
" Tapi gak ada salahnya, kan kita juga lebih suka daun tua dari pada daun muda, kaya Nayeon, Sana, Jihyo." Ucapku seenaknya menyebut nama anggota Twice sambil memasukkan kentang goreng ke dalam mulutku.
"Ya itu kan beda ogep, si Nayeon yang paling tua aja 25 tahun, lah paling gak ini tante ini usianya dia atas kepala 4, tapi kalau lu selera Tante-tante gue gak tahu juga, gua sih gak" Dellon mengangkat kedua tangan.
" Sama gue juga gak" Sakti mengangkat tangannya juga mengikuti Dellon.
" Kampret lu berdua, gua juga gak suka sama tante-tante kali." Ucapku memutar bola mataku malas.
Setelah berbincang-bincang dari hal yang penting sampai tidak penting pun kami lakukan. Tibalah kami bertiga untuk pulang sekedar melepas lelah hari ini. Namun saat aku ingin menghidupkan motor kesayanganku, kunci motorku pun tertinggal di dalam kafe tempat kami berbincang-bincang tadi.
" Dell, Sak lu berdua duluan aja, gua mau ambil kunci motor gua ketinggalan di dalam." Ucapku sambil menunjukkan jariku ke arah belakang, tepatnya ke arah kafe.
" Oke sip Wen, gua sama Dellon pulang duluan ya." Kata Sakti mewakili Dellon, mereka berdua pun menghidupkan motor mereka dan mulai meninggalkan kafe.
Aku pun langsung memasuk kembali ke dalam kafe sekedar mengambil kunci motorku yang tertinggal di atas meja, tempat kami duduk sebelumnya.
" Ini dia untung gak hilang bisa habis gua kalau pulang gak bawa motor." Gumamku sambil mengambil kunci motorku yang terselip di antara piring-piring kotor.
Saat aku keluar kafe, tepatnya di sebelah kafe tempatku berkumpul dengan kedua sahabatku, aku melihat seorang wanita yang sangat cantik sedang tertawa sambil memegang telepon genggam nya yang ia letakkan di salah satu telinganya.
" Cantik." Itulah kata yang dengan tulus aku ucapkan saat pertama kali melihatnya, dengan kulit yang putih bersih, rambut hitam lurus terurai, serta baju kaos putih dan celana Jeans biru yang tampak sangat cocok untuknya.
Entah terdengar atau tidak wanita itu pun melihat ke arahku, memberhentikan tawanya dan menggantinya dengan senyum manis miliknya, seketika duniaku berhenti saat itu juga, namun tidak dengan jantungku. Jantungku terus per pacu hebat setelah melihat senyum manis yang tercipta dari bibir indah wanita cantik itu. Rasanya waktu seakan berhenti saat ini juga, menikmati senyum manis wanita cantik itu membuatku lupa akan waktu.
Aku pun tidak tahu entah sejak kapan ia menghilang dari pandanganku, aku tersadar dari lamunanku bahwa aku telah terpesona olehnya. Entah kenapa aku sekarang hanya ingin berdoa, walaupun aku bukanlah seorang penganut yang taat, namun aku ingin yang di atas memperlancar rencanaku. Karena sebagai manusia kita hanya dapat merencanakan, namun takdir tetap yang di atas yang menentukan.
" Tuhan jika aku bertemu dengannya kembali, aku ingin kau merestui aku dengannya, dan menjadikannya orang yang menemani masa susah dan senangku kelak, amin." Kuusap kedua telapak tanganku ke wajahku sebagai tanda berakhir doaku kepada Tuhan.