Chereads / Aran & Erick / Chapter 6 - Datang berkunjung ke Hokkaido 2

Chapter 6 - Datang berkunjung ke Hokkaido 2

Sepulang sekolah, Aran menunggu jemputan nya datang di sebuah halte bis yang tidak terlalu jauh dari sekolah. Raut wajah nya sedang menunjukkan betapa berat nya waktu yang di laluinya seharian penuh bahkan di hari pertama dia sekolah disini. Belum lagi pikiran absurd akan ucapan kakak kelasnya, Hana, membuatnya bingung harus percaya atau tidak. Aran sangat mengenal gadis itu, memang dia terlihat kekanak-kanakan di usianya yang sekarang, tapi kalau di ingat-ingat Hana memang selalu meramal kejadian yang tidak pernah meleset dan selalu kejadian.

"Gadis itu memang tidak pernah berubah sedikitpun. Hah... hujan malah makin lebat, sepertinya jemputan ku terjebak macet makanya lama."Aran diselimuti kesunyian di dalam halte, sendirian dengan hawa dingin nya yang menyengat. Mengingat dirinya juga lupa untuk membawa sweater tebal membuat nya harus memeluk dirinya erat. Sesekali menggosok kedua telapak tangan nya agar suasana sedikit hangat.

"Aaahhh, kesal. Kenapa gue mesti sial tiap saat sih? Baru juga keluar dari gerbang sekolah udah di serang hujan. Cihh, basah semua ini."seseorang datang sambil mengomel, masuk ke dalam halte dan berdiri di sebelah Aran. 'suara melengking dan kasar itu, jangan-jangan Erick?' gumam Aran. Dia mengangkat sedikit kepala nya untuk memastikan apa dia tidak salah orang. Ternyata benar, yang berdiri di samping nya itu adalah Erick. Erick tidak menyadari keberadaan nya dan sibuk mengacak tas yang dia bawa. 'bukan nya tadi dia tidak membawa tas? Hem, apa peduliku tentang itu.'

"Heh? 'cebol'? Lah si 'cebol' beneran. Gue gak sadar lu duduk disitu saking 'CEBOL'nya tuh badan."Erick duduk di dekat Aran sambil terus mendorong badan nya yang besar itu hingga Aran harus susah payah menahan dirinya agar tidak terjatuh.

"Ehh ehhh.... jangan nempel-nempel, badan mu basah banget. Menjauh sana—brrrr... aku makin kedinginan sekarang."Aran bergeser jauh dari Erick. Kaki nya terus menendang betis yang di sebelahnya, berharap dia beranjak menjauh darinya segera. Erick mengeluarkan jaket hitam besar nya dari dalam tas yang belum tersentuh air hujan dan memakaikan nya kebadan Aran yang terus bergetar karena kedinginan. "Maafin gue. Pakai aja, itu belum basah kok."Erick duduk di bangku halte yang ada di seberang Aran. Dia membenamkan wajah nya ke dalam tas nya kemudian tertidur. "Kerasukan apa kamu, preman aneh?"kata-kata Aran tidak di jawab oleh lawan bicaranya. Aran merasa bahwa untuk hari ini tidak ada keributan yang menguras tenaga di cuaca dingin seperti sekarang.

'apa dia tertidur? Secepat itu?'pikir Aran terheran. Dia mendekati pemuda yang sudah tertidur di seberangnya. Sepertinya Aran penasaran dengan wajah nya yang semalam.' Apa lukanya sudah mengering?' 'Apa masih sakit jika ku sentuh?' Pertanyaan itu pun mulai menyerang pikiran Aran lagi.

Perlahan tangan Aran mengangkat sedikit wajah Erick yang terbenam dalam tas yang entah dari mana dia bisa ada padahal tadi pagi dia tidak membawa apapun ke sekolah. "Apa wajah mu masih sakit?"yang didengar Aran hanyalah hembusan nafas hangat yang keluar dari mulut nya. Luka itu sepertinya sudah mengering tadi pagi, mungkin saja karena hujan dia jadi basah lagi. Aran masih terus memandangi wajah Erick. Lalu muncul pertanyaan baru yang seharusnya tidak ada. 'kenapa dia bisa babak belur gitu ya malam itu? Tampang dan body nya aja sangar gini, masa bisa kalah?'

Larut dalam lamunan nya, Aran tidak sadar kalau dia sedang di tatap oleh pemuda yang ada di depan nya. "Hei, bolehkah gue nginap lagi dirumah lu?"itu yang dia katakan. Tampang nya jelas tidak mengatakan bahwa dia baik-baik saja dan Aran pun memahami nya begitu cepat. Aran hanya mengangguk. Dia memang tidak bisa menolak sesuatu yang berkaitan dengan permohonan.

Beberapa menit kemudian jemputan nya tiba dan berhenti tepat di depan halte bis tempat dirinya menunggu dengan Erick.

"Maaf saya terlambat tuan muda. Jalanan sangat macet dikarenakan kecelakaan—eh? Apa dia teman sekolah anda?"supir nya membukakan pintu mobil itu untuk Aran dan Erick. "Dia teman kelasku dan dia mau menginap di rumah hari ini." "Baiklah tuan muda."mobil pun melaju menembus hujan deras setelah mereka masuk ke dalam.

Hari ini si preman aneh kenapa ya? Tingkah nya aneh banget hari ini. Setelah mengganggu ku tiba-tiba saja dia menjadi seperti... tidak ingin pulang kerumahnya.

Sesampainya di rumah, hujan kebetulan sekali berhenti. Bagus lah, aku tidak merepotkan nya untuk memayungiku dan Erick sampai ke halaman rumah. Dan mungkin lebih baik aku tidak menanyainya alasan kenapa dia ingin menginap lagi setelah aku bentak tadi pagi.

"Terima kasih untuk hari ini pak. Hati-hati di jalan dan sampai jumpa besok pagi."Dia menunduk hormat dan masuk kembali kedalam mobil. Aku dan Erick pun masuk kedalam rumah tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulut kita berdua. Aku hanya ingin dia merasa baikan dulu untuk sementara waktu. Kalaupun dia ingin menceritakan nya, maka akan aku dengarkan.

Di dalam, Erick dengan langkah nya yang sedikit lunglai berjalan kearah sofa. Sial, aku malah makin khawatir sama manusia ini. Apa benar dia baik-baik saja? Aku tidak mau menjadi orang yang tidak peka. "Hei, jangan berdiri saja di situ. Gue jadi merasa gak enak karena tuan rumah hanya terdiam saja di depan pintu. Ada yang sedang lu tunggu kah?"aku menggeleng. Jujur saja, melihat mu di sini lagi membuat hati dan wajah ku tiba-tiba merasa panas. Aku berjalan mendekatinya dan duduk di sofa juga.

"Makasih udah ngijinin gue setelah apa yang gue lakukan dari pagi. Maukah kau... mengelus kepala gue di sini?"ehhhhhhhhh? Dia kenapa sih ya ampun. Tiba-tiba saja aku merasa di jebak dalam permainan perasaan milik preman aneh ini. Aku tanpa ragu mengikuti apa yang dia minta. Rambut pirang nya masih basah karena hujan, dan badan nya yang terlihat sangat jelas karena seragam nya yang sangat tipis. Aku juga bisa merasakan badan nya bergemetar, sepertinya tidak ingin melakukan nya jika aku menyuruh nya untuk mandi terlebih dahulu. Erick, saat ini terlihat seperti kakak ku yang sedang tidak berdaya, tertidur dalam kesedihan yang mendalam di pangkuan ku. Aku hanya bisa pasrah dan ikut tertidur di sofa, seperti saat awal aku membawanya kemari.

Awal....

Erick tidur di sini.

AIR LIUR? Aku lupa dia pernah ngiler di sini. Sial, dia bisa saja melakukan hal yang sama seperti tadi pagi. "Erick.. aku kedinginan dan mungkin sebaiknya kamu juga membersihkan dirimu. Kau penuh dengan keringat, nanti bisa masuk angin loh."dia mengangkat kepala nya dan melirik tajam kearahku.

"Sial, gue tau betul lu sedang mencari alasan. Lu takut gue ngiler di celana lu kan? CEBOL BAWEL, YAUDAH, YAUDAH GUE MANDI DULU. DI MANA KAMAR MANDINYA?. Pokoknya setelah gue mandi, lu mesti ngelus kepala gue sampe tertidur."preman ini beneran suka teriak sama orang ya, telinga ku sampe sakit mendengarnya. Dan lagi-lagi aku di panggil dengan sebutan itu. Sial, sial, dia bahkan memerintahku dengan wajah nya yang terlihat sangat memerah. Emang aku ibu mu? Lagian permintaan menjijikkan macam apa yang di inginkan preman sialan ini. Dia bahkan sangat kasar kali ini.

"Sial, kamu kalau marah-marah gak usah sampe merah tuh muka. Jijik tau. Lagian, apa maksud permintaan mu? Kamu sedang ingin merendahkanku ya?"Erick menghampiriku dan memelukku dengan erat. "Hanya hari ini saja. Hati gue sedang kacau. Gue tau ini memang menjijikkan, tapi setidaknya gue sudah memohon."apa-apaan perasaaan bersalah ini? Kenapa jadi aku yang terpojok? Kenapa kamu memeluk ku, lepaskan bodoh, kamu basah.

Aku mendorong badan nya yang besar itu. Dadaku terasa sesak bila berada lebih dekat lagi dengan nya. Jujur saja, aku malah merasa makin takut sekarang. Jantung ku tidak mau berhenti berdetak cepat yang membuatku tidak bisa berkata-kata. "Uh.. kamar mandi nya ada di sebelah dapur, bagian kiri. Pergi sana, sial, aku juga mau mengeringkan diriku di kamar."aku beranjak pergi kekamarku yang ada di lantai atas, meninggalkan Erick yang masih tertunduk dengan aura suram yang mengelilinginya. Hati-hati, Aran. Kamu jangan sampai terpengaruh lagi. Hari ini kamu sudah cukup melakukan hal memalukan dan melelahkan untuk dipikir menggunakan logika. Tinggalkan saja, setelah kamu balik mungkin dia sudah tertidur di sofa sendirian.

Mungkin gue terlalu berlebihan barusan. Mengingat kita sesama cowok, hal itu pasti membuatnya merasa terganggu. Lagian, kenapa gue merasa terpuruk hari ini? Gue tidak bisa pulang karena ayah sedang berkunjung. Untuk menyiksa ibu.

Dia hanya berkunjung ke rumah saat bisnis nya sedang tidak berjalan dengan baik dan dia ingin mengembalikan mood nya dengan menghajar ibu. Terkadang gue juga di hajar sama ayah yang haus harta itu, sampai akhirnya gue di suruh pergi sama ibu dan jangan kembali sampai iblis itu mendapatkan mood bagusnya kembali.

"Ibu... maafkan aku yang gak berguna ini. Aku... aku gak bisa melindungi mu karena lemah. Sial... aku rindu elusan mu, Ibu."gue malah terlarut dalam kesedihan lagi dan lagi, membuat gue makin pusing dan tidak bisa memejamkan mata. Mungkin bener apa yang dikatakan cebol barusan, gue harus mandi. Gue harap dia punya air panas.

"Meski bawel, si cebol itu terlihat seperti ibu. Bersinar dan memiliki tangan yang halus meski.... tangan ibu yang sebenarnya penuh dengan luka memar."gue merendam badan gue di bak yang berisi penuh air. Gue merasa gak enak sebenarnya, tapi gue juga sangat terpaksa kali ini. Terpaksa dalam segala hal yang gue sudah lakukan ke dia. Memeluk nya, itu bahkan suatu hal yang gak terpikirkan kepala gue. "Btw... Erick. Kamu jangan berlama-lama di dalam. Sudah mau malam. Ah.. ehm, aku taruh handuk dan baju gantinya di sini ya. Gak perlu merasa tidak enak, ini baju bekas kakak ku pas tinggal di sini dulu."suara itu, Aran sialan. Apa dia gak merasa terbebani kah. Padahal dia sebelumnya menjadi sangat takut.

"Gue gak ngerti, kebaikan lu itu.. membingungkan jiwa gue yang sedang di serang badai."pemuda kecil yang sangat halus ketika gue sentuh kulitnya, membawakan handuk seolah sudah melupakan kejadian itu dalam waktu singkat. Dia benar-benar membingungkan seperti labirin hati dan gue terjebak di dalam nya.

10 menit berlalu, gue sudah mengeringkan diri dan memakai baju yang di bawa Aran. Baju kaus putih polos yang sangat tipis, sampai nipple gue kayaknya keliatan jelas dan juga celana super pendek sehingga gue bisa merasa hembusan angin menjalar dari bawah ke atas. Sialan, apa bener kakaknya make baju kek gini di rumah? Dan kalau emang khawatir, kenapa ngasih nya baju fulgar gini?

"ARAN SIALAN, LU NIAT GAK SIH KASIH ANAK ORANG BAJU? BADAN GUE JADI TEREKSPOS BANGET INI."gue melihat Aran yang menggunakan apron, sedang memasak sesuatu di dapur. Dia menoleh kearah gue dan melihat gue dari atas sampai bawah. "Ni..nipple.."

"WOI SETAN!!!!!!!"

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!! Maafkan aku, tapi cuma ada baju yang itu di kamar kakak ku. Aku..aku gak tau... anu kalau kaus itu.. aku.. maafkan aku..."

"JANGAN GAGAP SAMBIL TERSIPU GITU ANJ****. INGAT GENDER, GENDER."dia terdiam dan menundukkan wajahnya yang terlihat sangat merah sampai ke daun telinga nya. Sialan tuan rumah ini. Dia masih normal gak sih? Gak mungkin lah cuma gara-gara gue peluk seseorang langsung jadi belok.

"Ja..jangan hanya berdiri di sana. Ayo makan bersama ku. Aku membuatkan sup daging sapi dan roti bakar. Aku yakin kamu belum makan tadi pagi karena kamu langsung pergi begitu aja."dia tersenyum dan menyajikan dua porsi makanan yang dia sebutkan baru-baru saja. Sialan, dia kesambet apa sih? "Woi, lu baik-baik aja kan? Lu aneh banget. Gue jadi merasa gak enak tau."dia hanya mengangguk sambil tersenyum lagi. Tangan nya mengelus kepala gue tepat di titik lemahnya. Sial, hentikan itu.

"Si..sialan. singkirin tangan lu. Lu nakutin gue aja. Selamat makan. Heh, lu juga makan sana atau gue embat porsi lu."lagi-lagi dia tersenyum aneh ke arah gue. Ya tuhan, buatlah gue tahan sama anak gendeng ini.

PING

Suara notif pesan dari hp nya Aran. Aran mengambil hp nya dan melihat isi pesan itu. Apa peduli gue dengan isi pesan nya. Lagipula sup buatan nya ini sangat enak, gue jadi pengen nambah tapi ntar Aran malah bertingkah aneh lagi.

"Aran, sekarang sudah jam berapa?"

"Jam 8 malam. Kamu sudah mau tidur ya?"

"Gak, gue cuma mau nanya doang, hp gue lowbet dari kemarin. Bentar pinjem casan ya."Aran mengangguk dan membereskan meja makan, menaruh semua piring dan peralatan lain di wastafel. Apa selama ini dia kesepian di rumah yang besar ini. Tapi gue kayaknya denger dia bilang ini baju kakak nya pas tinggal di sini dulu. "Sial, kenapa mesti...?!"Aran berteriak dengan matanya yang terbuka lebar saat melihat ponsel nya. Lu kenapa gendeng, habis dapat cerita horor kah?

"Lu kenapa, Ran?"

"Kakak ku..... mau datang ke sini. Sebentar, pukul 10:30 malam. Sekarang dia sudah ada di bandara, menunggu taksi."seketika raut wajahnya berubah tegang yang di penuhi keringat dingin. Dia juga terlihat pucat. Lagian, apa salah nya kalau kakak dia berkunjung? Apa karena ada gue di sini?

"Bisa gawat ini. Kakak ku sangat tidak suka orang asing. Sebenarnya ini rumah kakak ku. Tapi aku di suruh tinggal di sini sendirian karena dia sangat sibuk dengan tugas nya di luar negeri. Hana, lagi-lagi ramalan mu membuatku benar-benar panik kali ini."

Gue gak mengerti sama sekali apa yang dia katakan, tapu kayaknya itu emang bahaya banget deh kalau sampe kakak nya ngeliat gue di sini, tidur semalaman sampai pagi dengan adik kesayangannya. "Gue... bakal pulang, kalau emang bakal jadi repot urusan nya kalau kakak mu sudah sampai ke sini."Aran menarik tangan gue. Bisa gue rasakan kali ini dia benar-benar sedang terpojok. "Gak, kamu gak perlu pergi. Hem, kamu bisa sembunyi sebentar di kamarku sampai kakak ku pergi."

Gue mengangguk. Aran pun bergegas membawa gue ke kamarnya yang ada dilantai 2. Tapi.. kamar Aran... gue gak bisa ngebayangin apapun lagi. Hanya bisa memandangi punggung nya dari belakang. Parfum menyebalkan nya itu menyebar terkena hembusan angin. Kesan nya seperti waktu di sekitar kita sedang berhenti sejenak melihat kami berlari di tangga.

Kami pun tiba di sebuah ruang dengan pintu yang berwarna merah kecoklatan, terdapat tulisan nama Aran di depan nya. Aran membuka pintu kamar nya dan membawa gue masuk ke dalam. "Kalau kamu beneran lelah saat ini, tidur lah di ranjang ku. Tutupi semua badan mu dengan selimut. Kakak ku sebenarnya tidak pernah masuk ke kamar ku jadi gak perlu di pikirin dia bakal kesini. Aku tau kakak berkunjung cuma mau melihat ku, setelah itu dia pergi lagi ke apartemen nya. Dia ke Hokkaido tiap bulan April untuk mengambil bahan baku, lalu kemudian dia pergi lagi. Oke, Erick, jangan ngamok di sini."

Buset ini manusia bener-bener bawel. Gue di omongin panjang lebar gini sudah kayak ibu yang nganter anaknya ke kamar terus di kasih peraturan aneh. Gue gak tau mesti jawab apa dan hanya mengangguk. Setelah itu dia pergi dan mengunci pintunya dari luar. "Gue harap dia gak lupa sama janji nya barusan."gue meringkuk dalam balutan selimut tebal yang membuat suasana menjadi sangat sunyi.

Eh, gue lupa nanya jam berapa kakak nya datang.