Semakan malam keaneh mulai kembali terjadi, mataku seakan sangat berat dan mengantuk. Tidak lama setelah makan malam aku beranjak tidur di kasur. Lampu kamar telah dimatikan dan pintu terkunci.
"Tuan Muda tidak menghabiskan makanannya. Makanan ini masih terlihat utuh hanya 3 suapan." Gumam salah satu pelayan laki-laki, dia kelihatan sangat lapar hingga diam-diam mencicip makanan Rain. Satu suap-dua-tiga dia memakan dengan cepat "Wah belum pernah ku makan sneak ini!"
"HEY! Apa yang kau lakukan!" Tegur kepala pelayan "Kau memakan makanan Tuan Muda! Astaga! Emangnya kau pelayan baru disini!?"
"Ma-maaf aku khilaf, perutku sangat lapar… kepalaku…"
Belum selesai Kepala Pelayan berbicara, tiba-tiba dia terjatuh pingsan.
"Hey! Kau baik-baik saja? Dasar! apa dia pura-pura pingsan agar tidak dimarahi-Tolong antar dia ke kamarnya."
Belum lama dari makan malam, anak-anak lain berkumpul di kamarnya seperti biasa bermain sebelum pergi tidur. Semuanya masih normal hingga terdengar suara ledakan dari lantai bawah. Suara itu sangat keras hingga terasa bangunan maison ini bergetar.
"Apa itu?" Polin melirik keluar terlihat para penjaga berlarian ke arah sumber ledakan.
"Apa terjadi sesuatu?" Juan kelihatan khawatir sekaligus penasaran "Ayo kita melihat ke bawah!"
"Aku merasakan sesuatu yang tidak beres." Dio melangkah mundur, matanya memancarkan ketakutan yang mendalam.
Sesampai di bawah tidak terlihat satupun pelayan, suasana terasa sangat dingin. Area yang terkena ledakan berasal dari dapur belakang seketika terdengar suara teriak, seorang pelayan berlari dengan luka di tangan.
"TUAN! CEPAT PERGI!" Ucap Pelayan tersebut dengan sangat ketakutan, ia menunduk memegang bahu Polin dengan gemetar "CEPAT PERGI!"
"Apa yang terjadi-" Belum selesai Polin bertanya.
STRINGGGGG BRUK
Kepala pelayan itu tertebas, darah muncrat mengenai wajah Polin. Tangan pelayan itu masih memegang kaku pundak Polin lama-kelamaan terjatuh ke lantai dengan darah yang terus mengalir.
"AHHHHHH!" Juan dan Dio terjatuh ke lantai dengan sangat ketakutan memundurkan badan mereka.
"Kau…" Kepala yang terjatuh itu masih melihat Polin dengan penuh ketakutan, seketika seluruh baju dan wajahnya penuh darah.
Dari kejauhan terlihat seorang perempuan yang dia temui di perjalanan bersama Rain, wanita bangsawan Bizler rambut pirangnya yang sangat indah.
"Kita ketemu lagi Anak Bangsawan Penghianat Ziones. Bagaimana kabarmu?" Tanya wanita itu dengan tersenyum, Bagai seorang psikopat gila.
"Ka-kau!"
Dio menarik Polin menjauh dari wanita itu, dengan rasa was-was mereka menjaga jarak dengannya.
"Hey hey, mau kemana emangnya?" Pisau yang sama di mana ia membunuh kusir kuda "Kemari lah tanpa perlawanan kau akan aman."
"Kau kira kami akan mempercayainya? Dasar wanita tua!" Teriak Juan menodongkan senjatanya.
"Apa katamu bocah!"
"Kita harus pergi dari sini dan meminta pertolongan." Ucap Dio dengan sangat serius, namun Polin masih terdiam diri ketakutan "Polin? Kau baik-baik saja? POLIN!"
"Maaf aku-aku" Polin terlihat pucat, dia teringat kejadian sama persis dengan darah dimana-mana yang pernah ia alami bersama keluarganya "Dadaku terasa sesak."
"Tenang lah Polin." Ia menarik nafas mencoba menenangkan diri.
"Rain kita tidak bisa pergi meninggalkannya." Ucap Juan, melirik ke arah lantai atas "Sedang apa dia sampai tidak sadar sih!"
Dengan suasana yang sangat menegangkan mencoba mencari jalan keluar dari wanita psikopat.
"Aku akan menahan sebisaku! Kalian pergi dari sini!" Ucap Dio, tentu saja ditolak dengan yang lain "Mau gimana lagi? Kita tidak bisa diam saja disini!"
"KAU GILA!"
STRINGG BRUKK
Wanita itu melempar pisau kecil, beruntungnya mereka bisa menghindar. Dari mereka bertiga Dio lah yang memiliki sihir lebih besar dari yang lain.
"Cepat pergi! Jangan mensia-siakan pengorbanan ku! Pergi lah."
Mereka memutuskan untuk berpisah, Polin pergi ke atas untuk mencari Rain dan Andrian yang mungkin saja bisa membantunya sedangkan Juan berlari keluar mansion mencari pertolongan.
"Hitungan ketiga kita pencar!" Ucap Dio, Bersiap mengalihkan perhatian wanita tersebut "Satu-Dua-Tiga!"
TRINGGG BRUKK
Dio mengaktifkan sihir ledakan yang membuat asap tebal di ruangan.
"Wah Bocah kau pikir aku bisa kalah begitu saja?"
"Tentu tidak-tidak mungkin."
"Loh yang mana yang lain? Bodohnya kau mengorbankan dirimu untuk saudara kamu punya waktu kabur ya. Mereka tidak akan bisa pergi dengan mudah. Mansion ini akan dikelilingi oleh kobaran api."
Dio berulang kali menyerang, berulang kali juga wanita itu dapat menghindar dengan mudah. Bagikan permainan anak kecil.
"Cuman segini?" Ucapnya melihat Dio kelelahan "Ini hanya 5 menit… Sepertinya aku terlalu berekspektasi terlalu tinggi haha…"
Wanita itu berjalan mendekat Dio sendang memainkan pisaunya.
"Jangan mendekat…" Gumam pelan Dio kehabisan mana, berjalan mundur hingga tanpa dia sadari dinding berada di punggungnya "Sial!"
"Beruntung bagimu karena Tuanku ingin menangkapmu hidup-hidup." Ucapnya menodongkan pisau belati tepat di dadanya "Gacha."
Di saat persamaan Juan tertangkap bersimbahan darah. Pria dengan jubah tersebut kelihatan kesal.
"Stop bermain-mainnya! Cepat tangkap tikus satu lagi dan cari dokumennya!" Balas pria itu memukul kepala wanita itu dengan kesal.
"Iyah iyah, lagian di atas ada diakan."
"Polin ga akan kalah dengan mudah!" Teriak Dio.
"Benarkah? Luar biasa."
Dari ruangan yang cukup besar ini, seketika terasa sesak semua pelayan ditangkap dan diikat, para prajurit dan pelayan yang melawan terbunuh bergelimangan di lantai begitupun darah mereka.
Dio dan Juan diperlakukan sama seperti mereka diikat tertunduk di lantai. Tidak satu dari mereka yang berani melawan kedua orang tersebut.
"Cepat cari dokumennya! Lalu bakar mansion dan orang di dalamnya." Bentak Pria Jubah tersebut "Dimana Ellena! Apa dia sudah membunuhnya?"
"Aku akan mengecek dia di atas."
Pria ini kelihatan otoritas dia terlihat sering menghina para pelayan dan prajurit yang ditangkap. Genangan darah berimbangan di lantai bau anyir tercium.
Kamar Rain terasa sangat dingin, Polin memberanikan diri untuk masuk. Anehnya ruang kerja Rain tidak terkunci namun ruang kamar terkunci
"Rain… RAIN! RAIN!" Teriak Polin menggedor pintu kamar "RAIN!!!"
Semua pikir negatif terbayang di kepala Polin, ketakutan hal terburuk terjadi untuk kedua kalinya di rumah yang sama dengan kisah pembantaian.
"RAIN!!! KUMOHON!" Teriak Polin memukul, menendang berulang kali ke arah pintu berharap ada balasan dari dalam kamar, karena ruangan Rain diamankan cukup ketat dan kedap suara, hingga pintu kayu ini sangat sulit dihancurkan. Bagaikan senjata makan tuan.
Tringg Krikk
Suara kunci pintu terbuka, Polin terdiam sejenak bersamaan dengan darah yang mengalir dari balik pintu. Polin berjalan mundur bersiap untuk melawan seseorang dari kegelapan tersebut.
"Rain? Kau kah itu." Polin berusaha melihat kegelapan di dalam kamar, berharap Rain membalas namun keraguan masih memenuhi pikirannya "Cepat kita harus segera pergi dari sini! RAIN!"
Dari pantulan pencahayaan bulan terlihat wajah Rain yang penuh darah, matanya yang menatap Polin dengan tatapan kosong.
"Rain! Beruntungnya aku!" Ucapnya legah berlari menarik tangan Rain, di saat bersamaan tangan kiri Rain sedang memegang penggalan kepala yang penuh darah.
"AHHHH!" Teriak Polin mundur.
Mayat wanita itu tidak asing, Pelayan Farah terpenggal di tangan Rain.
"Si-siapa kau… Rain."
"Dasar wanita jalang, dia pantas mendapatkannya."