Suasana desa tanpa asap polusi udara segar walau di siang terik, kereta bermuatan hasil panen sibuk berlalu lalang, baik bangsawan dan warga sibuk dengan urusan mereka. Aku merasa sedikit lelah di hari ini semalam tidurku tidak terlalu nyaman.
"Kemana dulu yah-lihat toko sihir!" Kata Polin menuju toko sihir yang terlihat cukup ramai oleh para petualang "Ayo kesana!"
"Kuy" Gumam Dio, tapi tidak untuk Juan terlihat kesal berada di sana.
Setumpuk buku di rak dinding, lampu tua kayu, berbagai macam pedang dari kecil hingga besar, setumpuk tongkat sihir. Toko ini terlihat lebih ramai dari toko-toko lain.
"Rain bukankah kau sangat handal dalam sihir? Kenapa tidak mencoba alat-alat sihir lainnya?" Tanya Polin menunjukan sebuah tongkat sihir.
"Tongkatnya seperti punya Harry Potter." Gumamku melihat tongkat ranting kayu yang sedikit aneh, pergi melihat sisi lain.
"Harry potter? Siapa dia? Apa sihirnya sangat hebat?"
Dari sekian banyak alat sihir disini tidak satupun ada yang menarik perhatian ku. Perjalanan selanjutnya kami mampir di sebuah toko kerajinan kayu, dari mulai pot, bingkai, panjangan hingga mainan kayu terpanjang di etalase toko.
"Selamat datang Tuan-Tuan." Sambut kakek tua pemilik toko "Apa yang sedang anda cari?"
"Kami hanya melihat-lihat, kalau saja ada barang yang menarik." Jawab Juan dengan polosnya.
"Silahkan Tuan haha.."
Debu tebal di beberapa benda panjangan terlihat sangat jarang dibersihkan. Sebuah bingkai foto yang menarik perhatianku, ukirannya tidak banyak, kacanya pun kelihatan cukup tua, namun foto yang terpanjang seakan tidak asing dengan ku. Foto seorang anak perempuan dengan gaun indah dan payung kuning di tangannya, dia tersenyum lembut.
"Selamat pagi Tuan, anda kelihatan tertarik dengan foto ini?" Ucapnya mengambil bingkai foto tersebut.
"Kau mengenalnya?"
"Tentu saja, Wanita ini putri saya." Keriput di wajahnya entah dia tersenyum bahagia atau sedih.
"Dia dimana sekarang?"
"Putri ku, dia salah satu korban perang. Saya selalu berharap dia akan pulang ketika melihat foto ini di etalase toko kami. Dimanapun dia berada saya harap Elle selalu bahagia."
Aku hanya terdiam mendengar ceritanya, jujur saja wajahnya sangat tidak asing bagiku entah bagaimana. Yang pasti perang yang dia maksud merupakan ketika terjadi pemberontakan di Desa Artur oleh Bangsawan Ziones.
"Ellena pasti akan selalu bahagia." Laki-laki tua itu melihat ku dengan perasaan campur aduk.
"Anda mengenal putri saya?" Tanyanya terkejut, dia memegang pundakku dengan amat keras "Anda mengenalinya?? Tolong katakan pada saya."
"A-aku."
"Dimana? Kapan?? Tolong beritahu saya!" Ucapnya penuh harapan padaku.
"…"
"Dimana Elle?"
"Saya tidak mengerti maksud anda."
"Bagaimana anda mengetahui nama putri saya?? ELLENA!"
"Tuan tolong lepaskan tangan anda dari Tuan Muda saya." Singkir Pengawal Andrian.
"Maafkan saya-saya hanya…" Laki-laki tua itu mundur dan kembali berjalan menjauh tersedu-sedu , wajahnya memancarkan kesedihan yang amat dalam.
"Ada apa Tuan?" Tanya Pengawal Andrian.
"Bukan apa-apa."
Kami kembali berkeliling mengunjungi beberapa toko lain, namun pikiranku masih memikirkan kejadian janggal di toko kerajinan kayu tersebut. Ellena, bagaimana aku bisa mengetahui namanya.
"Ellena?" Gumamku, menyendok es krim vanilla.
"Ada yang mengganggu pikiranmu Rain?" Tanya Polin melihatku.
"Buka apa-apa, sebentar lagi jam 3 sore, cepat habiskan dan langsung pulang."
Sebuah hotel cukup mewah di pedesaan, kedua detektif itu sibuk dengan berkas di meja mereka, sehari sebelumnya mereka mencoba membuat pertemuan dengan Duke Han namun ditolak beralasan jadwal kegiatan Duke cukup padat. Wajah kesal atas penolakan itu membuat mereka menentukan jalan kedua.
"Aku akan mencoba mengirim surat pertemuan lagi." Ucap Detektif Gren, surat bercap dan bersegel lilin.
"Bagaimana menerobos masuk? Ku yakin di antara semua orang di sekeliling Duke ada yang membenci kehadiran kita. Yah sehingga surat kita tidak sampai di tangannya"
"Kau gila?"
"Tidak ini bukan kegilaanku untuk pertama kalinya."
"Benar juga."
"Jadi kau setuju?"
Di malam yang sangat tenang ini, kedua detektif itu menerobos masuk dengan menyamar sebagai pegawai keamanan menuju kantor pusat pemerintah Desa Artur. Berpakaian lengkap khas penjaga lengkap dengan semua atribut, mengendap-endap masuk hingga ke ruang kantor Duke Han.
TOK TOK TOk
"SIAPA!" Seorang laki-laki tua bangsawan keadaan sigap mengakat senjata, maju kedepan melindungi Duke yang sedang duduk di kursi meja kerjanya.
"Hey tenang tenang, yah tolong turunkan senjata anda, oke terima kasih." Ucap Detektif Edwin menenangkan situasi "Oh anda Marquess Felix Andreas, memimpin di daerah Artur yah, Hmhm mohon maaf atas perkenal saya yang kurang sopan ini Tuan."
"Siapa kalian?!" Bentaknya.
"Tenang lah mereka orang ku." Ucap Duke Han dengan cepat mengetahui jika si penjaga itu merupakan kedua Detektif fenomenal itu.
"Maaf atas perkenalan yang kurang sopan ini Tuan Marquess, Saya Edwin Sherian detektif sewaan dari pusat Zafia dan ini rekan saya-"
"Gren Nordian, Salam Tuan Marquess Felix Andreas Zafia memberkati anda."
"Oh Saya sering beberapa kali mendengar kisah luar biasa anda Tuan-Tuan."
"Jadi ada gerangan apa kalian kemarin dengan penyamaran ini?" Tanya Duke Han bersandar di kursi kerja.
"Kemarin saya mengirim surat pertemuan namun saya diberitahu ketika anda sedang sibuk dan tidak ada waktu luang, saya yakin semua itu hanya tipuan belakang. Yah tepat sekali seseorang yang tidak menyukai keberadaan saya dibuang mentah mentah."
"Aku tidak menerima suratmu kemarin." Balas Duke Han.
"Nah kan apa saya katakan!" Detektif Edwin dengan bangganya membuktikan hipotensi dengan tepat "Karena di surat sana saya menulis mengenai perihal asumsi korupsi di bangsawan desa Artur hahaha..."
"Anda tau siapa yang terikat korupsi?" Tanya Marquess heran, melirik Detektif dengan sinis.
"Itu hanya kode belakang Tuan, tapi jika anda ingin mengetahuinya cukup beri saya berkas pengeluaran, pemasukan dan juga rekapan setiap dana." Dia dengan berkata dengan membanggakan istingkanya.
"Benarkah?"
"Informasi ini seharga koin emas jika Tuan Marquess tertarik."
"Sudah cukup jadi apa yang ingin kamu katakan Edwin."
"Kemarin saya baru saja bertemu dengan Tuan Muda, dia bercerita mengenai pahlawan Yuki Raymond. Benar sekali saya sedikit ngpush nya maaf akan itu-tapi yang ingin saya katakan adalah jika kita tidak menyimpan kemungkinan terburuk semua akan terlambat. Jadi mohon maaf sebelumnya atas kelancangan saya kuharap Duke tidak perlu menanggung semuanya sendirian, again."
Duke Han diam menanggapi dan terlihat jelas jika Marquess situ tidak menahu menangani ini semua, membeku terkejut.
"Rain yang mengatakannya?"
"Iyah Duke."
"Mohon maaf menyela pembicaran, tapi saya sama sekali tidak memahami maksud anda Tuan, bisa tolong jelaskan apakah ada keadaan yang mendesak?" Tanya Marquess terlihat serius.
"Saya sendiri yang akan menjelaskan kericuhan ini." Ucapnya, Duke.
"Silakan saya punya waktu luang hingga subuh."
Besoknya merupakan hari terakhir kami menginap di sini, namun tidak sama sekali aku bisa bertemu langsung dengan Terian mungkin ini merupakan jalan yang terbaik untuk kami berdua. Seharian aku hanya berdiam diri mengisi ulang daya pikiranku, seperti biasa anak-anak lain sibuk mengganggu memenuhi kamar ku, hingga aku sudah terbiasa dengan semua keributan yang terjadi.
"Apa kau mau bermain Uno Rain?"
"Yah aku punya waktu ruang hingga malam tiba."
Jarum jam menunjukkan pukul 4 pagi aku terbangun lebih awal baru saja aku mendengar kereta kuda Duke Han tiba.
"Selarut ini?" Gumamku, ketika mengetahui Duke Han baru pulang dari pekerjaannya.
Aku bisa mendengar jelas langkah kaki Duke berjalan menaiki tangga, beberapa saat dia berhenti di depan pintu kamarku, masuk mengecek keadaan ku tentu saja mendengarnya aku pura-pura kembali tidur.
Dia mengecek keadaanku dan kembali keluar kamar, entah apa yang sedang dia pikirkan.