Chereads / Terhimpit / Chapter 18 - Kenyataan Pahit

Chapter 18 - Kenyataan Pahit

Selain itu, ternyata uang yang harus di setor kan ke kantor bpr itu bohong belaka. Yang katanya supaya karier Kardiman tidak ada hambatan, biar dia tidak di keluarkan oleh Direktur.

Semua itu ternyata bohong belaka.

Semua itu hanya rekayasa untuk memperdaya Cempaka.

Sebenarnya tidak akan ada pemecatan atau kenaikan karier. Karena, Kardiman hanyalah sebagai pegawai honorer di kantor bpr itu.

Ternyata uang hasil pinjam dari saudaranya Cempaka itu tidak di setorkan sebagai jaminan kerja. Tetapi, uang itu di bagi TIGA!

Yaitu, satu bagian untuk Yati, untuk Kardiman dan satu bagian lagi untuk pak Buana! Temannya Kardiman yang sama-sama sebagai pegawai honorer di sana.

Sungguh tragis!

Di perdaya, di jual oleh kaka sendiri.

"Kamu harusnya jangan mau! Dasar! Tidak punya perasaan! Apa salahnya Cempaka kepadamu, hah? Sehingga kau perlakukan dia seperti itu!" Uwa Karmi begitu geramnya setelah mendengar semua pengakuan dari Kardiman.

"Sadar! Sadar! Semua perbuatan itu akan ada balasannya!" Bentak uwa Karmi.

"Aku ingin pulang! Kembalikan aku pada kedua orangtuaku, sekarang juga! Aku tidak mau kau perlakukan seperti ini! Kau jahat Kardimaaaaaaan! Kamu jahat!" Cempaka berteriak histeris.

Lalu dia menangis meratap.

Di sana dia hanya seorang diri, tak punya sanak saudara. Suami yang membawanya pindah ke daerah itu, ternyata yang telah merenggut semua yang dia miliki. Kardiman yang dia ikuti, ternyata dia yang berperan sebagai predatornya.

"Tenangkan dulu dirimu nak! Kalau mau pulang ke Bandung, sebaiknya besok pagi saja ya. Sekarang sudah malam, uwa khawatir ada apa-apa di jalannya"

Uwa Karmi memeluk Cempaka dan mencoba menenangkannya.

Cempaka terus menangis meratap di pelukan uwa Karmi. Menumpahkan segala kecewa yang baru saja dia terima dari orang yang di sebut sebagai suaminya itu. Wanita paruh baya itu saja yang peduli pada dirinya sa'at itu.

"Ma'afkan uwa, karena uwa tidak tahu menau tentang hal ini. Waktu itu Kalian datang malam-malam dengan begitu mendadak. Tak ada kabar kalau Kardiman telah menikah di Bandung, dan akan membawa pindah istrinya ke sini. Sekali lagi ma'afkan uwa" Lembut terdengar suaranya uwa Karmi.

"Ibu dan bapaknya Kardiman juga tidak mengetahui tentang hal ini. Yang mereka tahu Kardiman berangkat ke Bandung itu untuk menengok Sumini, istrinya. Makanya waktu itu Cempaka tidak di bawa pindah ke rumah Orangtuanya. Tapi, di bawa ke sini, ke rumah uwa," Uwa Karmi berhenti sejenak, dia menarik nafasnya dalam-dalam. Lalu, menghembuskannya dengan kasar.

"Uwa sangat kaget waktu itu, tengah malam tiba-tiba ada yang menggedor pintu rumah. Setelah di buka, banyak orang yang berdiri di teras depan rumah. Walau tak tahu apa-apa, uwa berpura-pura sudah menunggunya. Itu dadakan di suruh Kardiman. Ma'afkan uwa sekali lagi ma'afkan uwa" Ujarnya di iringi dengan air mata penyesalan.

Cempaka semakin terisak, terasa semakin dalam sembilu nan tipis itu menusuk ke dalam hatinya. Perih... Sungguh pedih terasa.

Kardiman sang predator, hatinya seperti yang tidak bergeming menyaksikan pemandangan yang mengharu biru itu.

Dia rebahkan tubuhnya di atas sofa yang berada di ruang tengah. Dia tidak peduli sedikitpun juga.

"Aku mau minta cerai sekarang juga! Aku tidak sudi punya suami seorang predator seperti kamu, aku jijik melihatnya" Cempaka berkata sewot.

"Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan kamu!" Ucapnya dengan senyuman sinis mencibir.

Sungguh perilaku yang tidak diinginkan oleh Cempaka.

"Plak!" Satu tamparan keras terdengar mendarat di pipinya Kardiman.

Nampak memerah bekas tamparan keras itu.

Dengan sangat kesal, uwa Karmi mendaratkan tamparannya di pipi kirinya Kardiman.

"Uwaaa!" Kardiman membentaknya sambil melotot tak suka.

"Apaa? Kamu di tampar sekali saja merasa tidak suka? Apalagi Cempaka..., berapa kali kau tampar hatinya, bathinnya, perasaannya, jiwanya, serta hartanya juga kau kuras. Apa dia tidak merasa sakit? Apa dia suka? Apa dia bahagia? Kau perlakukan seperti itu! Coba pikir, pakai otakmu itu" Bentak uwa Karmi lagi, dia balik memarahinya.

Kardiman diam tak menyahut, dia usap pipinya yang barusan kena tamparan keras uwa Karmi itu.

"Uwaa, aku harus bagaimana? Aku... Aku tidak mau kedua orangtuaku tahu akan hal ini. Aku tidak mau kedua orangtuaku sakit hati, aku tidak mau hatinya terluka dan kecewa mengetahui semua ini" Cempaka menangis lagi.

"Tuh dengar! Dengar Kardiman! Betapa beratnya dia harus menanggung beban derita jiwa yang telah kau torehkan padanya! Apa kamu tidak berpikir ke sana? Ingat! Kamu juga punya orangtua, punya ayah dan ibu. Pikirkan kalau posisi dia itu ada pada kamu!" Ujar uwa Karmi setengah teriak.

"Sabar ya sayang, kamu harus kuat! Kau

harus bisa menyembunyikannya untuk sementara waktu, usahakan kau harus

menyimpan rahasia ini, demi orangtuamu. Kasihan mereka" Lirih suara uwa Karmi berbisik di telinganya Cempaka.

"Terimakasih uwa, do'akan aku biar aku bisa menyimpan semua rahasia pahit ini, semoga aku diberi kekuatan lahir dan bathin oleh Allah SWT" Ujar Cempaka.

"Aku tak sanggup kalau orangtuaku tahu akan hal ini. Betapa menderitanya dan kecewa serta terlukanya mereka. Aku tak sanggup uwa... "Cempaka menangis lagi.

Kardiman melirik ke arah Cempaka dan uwa Karmi yang masih saling berpelukan, dia melirik dengan tatapan mata yang tajam, serta wajah yang keras. Sekeras sikapnya sebagai sang predator.

Mendapat tatapan seperti itu, emosi Cempaka mulai naik ke ubun-ubun.

Darahnya mulai mendidih seketika.

"Jangan kau tatap aku seperti itu bedebah! Aku jijik melihat wajahmu itu!"

Bentaknya sambil melepaskan pelukannya uwa Karmi.

Dengan emosi yang memuncak, dengan garangnya dia bangkit dari tempat duduknya. Lalu menatap tajam wajahnya Kardiman.

Cempaka pun melangkahkan kakinya mendekati Kardiman.

"Plak!... Plak!" Dua kali tamparan kerasnya Cempaka mendarat di pipinya Kardiman.

Dia sudah tidak bisa mengendalikan emosinya lagi.

"Kau biadad Kardimaaaaaaan!" Teriaknya histeris.

"Sampai kapanpun aku tak sudi kau perlakukan aku seperti ini! Aku tidak ridho lahir bathin dunia akhirat. Aku muak melihat mukamu! Dasar biadab!"

Cempaka mengamuk sejadi-jadinya.

Rambut Kardiman di jambak nya dengan kuat.

Kardiman yang dengan posisi duduk di jambak rambutnya oleh Cempaka yang berdiri di belakangnya. Kardiman nampak kesulitan untuk mengadakan perlawanan.

"Sudah neng, sudah sayang! Jangan kau terbawa emosi. Uwa yakin, besok atau lusa, Kardiman pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT"

Uwa Karmi mencoba melepaskan tangannya Cempaka dari rambutnya Kardiman.

"Kalau kau membalasnya, kau harus berhadapan dengan aku. Ingat itu! Sakit hatinya Cempaka dan keluarganya tidak sesakit jambakan nya barusan. Terlukanya hati dan perasaan Cempaka sekeluarga, tidaklah seimbang dengan tamparan yang baru saja kau terima. Rasa kecewanya Cempaka serta Keluarganya tidak pernah kau rasakan.

Ingat! Awas kalau kau berani membalasnya! Akan ku balas lagi melebihi tamparannya Cempaka tadi!"

Uwa Karmi mengingatkan Kardiman supaya tidak membalasnya.

"Heueuh! Gubrak!" Kardiman bangun dari tempat duduknya. Lalu menendang kaki meja, Kemudian dia beranjak ke belakang meninggalkan Cempaka dan uwa Karmi.

"Biarkan saja dia pergi! Di sini juga hanya membuat jengkel saja" Ujar uwa Karmi.

Dia mengikuti Kardiman, yang ternyata

masuk ke dalam kamar yang ada di samping ruang makan.

Uwa Karmi menoleh ke arah Cempaka,

dia tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya.

Dia acungkan juga jari jempolnya sambil berjalan kembali mendekati Cempaka.

"Pintunya akan uwa kunci dari luar, biar dia tidak bisa menyakitimu. Uwa takut dia membalasnya waktu kau lagi tidur."

Bisik uwa Karmi sambil tersenyum.

"Iya uwa, terimakasih uwa atas segala kebaikannya" Cempaka memeluknya.

"Sama-sama. Sekarang kau tidur, istirahat lah, lupakan sejenak masalah yang tadi, biar kau bangun segeran nanti. Pikirkan baik-baik semua yang tadi kau ucapkan. Apakah neng sudah sepenuh hati mau lepas dari Kardiman?" Tanya uwa Karmi akhirnya.

"Iya uwa, aku tidak mau menyakiti perasaan nya Sumini. Aku tidak mau jadi istrinya Kardiman lagi, aku mau cerai saja. Aku tidak mau punya suami jalannya seperti itu. Aku sakit hati! Aku kecewa! " Keluh Cempaka.

"Ya sudah, kalau begitu sekarang kau tidurlah! Biar tidak kesiangan, besok pagi-pagi Sebelum Kardiman bangun, kau pergilah ke Bandung. Nanti siangan

Uwa akan suruh dia untuk menyusul mu

ke Bandung. Sekarang tidurlah" Ujarnya.

"Uwa mau mengunci kamarnya sekarang?" Cempaka menatapnya.

"Iya," Uwa Karmi berjalan mendekati kamar yang di pakai oleh Kardiman. Lalu dia menguncinya dari luar.

Kami pun lalu masuk ke kamar kami masing-masing, dengan membawa setumpuk beban di hati.