Rachel menegakkan kedua bahunya, ia teringat kejadian semalam. Farrel bersikap begitu lembut kepadanya. Bahkan malam itu terasa sangat indah, belum pernah ia merasakan kenyamanan bersama seseorang. Kecuali keluarganya. Andai saja, Farrel bukan cowok berandal yang suka memainkan perasaan wanita. Pasti, Rachel akan membuka hati lebar-lebar untuk Farrel.
Tapi, hati ini juga sudah nyaman. Apakah ia tetap menahan untuk tidak membukanya? Rachel bingung sendiri. Dia gila, gadis itu menatap Farrel yang tengah duduk dan memiringkan ponselnya. Seperti biasa Farrel bermain game saat jam kosong. Rachel memutuskan untuk pergi ke toilet sendirian. Meski Iren menawarkan untuk menemaninya, Rachel menggeleng tegas.