Di belakang rumah Nenek, ada jurang kecil yang cukup curam, tetapi tak perlu khawatir, karena tepiannya terdapat pagar yang terlihat sekilas cukup kokoh meski dari kayu.
Aku dan nenek duduk di kursi panjang dan bersandar menikmati pemandangan kota di bawah jurang. Cahaya kuning dan merah menjadi paling dominan dari kota yang cukup besar itu.
Di sini layaknya dunia manusia, perbedaannya tidak terlalu jauh. Aku cukup takjup oleh pemandangan yang terlukis langsung di depan mata.
Di dunia siluman juga ada bangunan pencakar langit. Meski desainnya seperti era jaman dahulu. Masih tradisional, warnanya merah dan cokelat. Salju menutupi atap-atap bangunan beserta pohon sekitar. Terdapat juga jalan kecil seperti gang tetapi lebih rapi oleh tembok pendek.
Kata nenek, cahaya kuning dan merah itu, dari api roh sebagai penerangan satu-satunya di dunia ini. Jadi tidak ada listrik di sini. Api roh itu mengembang di udara, menyala di beberapa tempat.