Sementara itu, sosok Lu Sheng yang dipikir tidak akan bisa kembali ke kehidupan ini oleh Lu Ning sedang berjalan-jalan santai di kota Huangyang sambil makan apel.
Setelah gadis itu berenang keluar dari tengah sungai tadi malam, ia menginap satu malam di sebuah gubuk kosong kecil. Gadis itu bahkan menghangatkan diri dengan api unggun.
Ia tidak keluar dari desa Liuyue hingga fajar.
Karena memiliki ingatan dari pemilik asli tubuh itu, maka ia pun tahu siapa yang membunuh Lu Sheng dan alasan insiden itu terjadi.
Lu Sheng atau pemilik asli tubuh itu mempunyai seorang adik tiri bernama Lu Ning dan ia ingin menggantikan posisinya untuk menikah dengan Magistrat itu. Oleh karena itu, ia pun bekerja sama dengan ibu tiri Lu Sheng, Mak Liu.
Lu Ning dan Mak Liu diam-diam masuk ke kamar Lu Sheng ketika ia sedang tidur. Keduanya menggunakan selimut untuk menutup hidung dan mulut gadis itu hingga meninggal, kemudian mereka pun membuang mayatnya ke sungai.
Untungnya, ia datang dengan cepat. Kalau tidak, badan itu pasti sudah hampir membusuk.
Ia meninggal karena keracunan gas saat makan mie di sebuah restoran. Ketika terbangun, ia sudah terendam di dalam air sungai dan berada di dalam tubuh orang lain, yaitu Lu Sheng. Akhirnya, ia baru sadar bahwa dirinya telah melintas ke dunia lain.
Ia yang telah berwujud sebagai Lu Sheng duduk di tepi sungai untuk waktu yang sangat lama. Pada saat dirinya mulai menerima kenyataan bahwa telah menjadi arwah, ia pun berjalan pergi menjauh dari sungai tersebut.
Untuk sementara waktu, ia tidak mau kembali ke desa Liuyue. Kalau ia kembali begitu saja, maka pemilik asli tubuh yang saat ini ia gunakan akan mati sia-sia.
Ia ingin Mak Liu dan Lu Ning menyerahkan diri dan mengambil inisiatif untuk mengakui dosa mereka. Hanya dengan cara itu, jiwa dari pemilik asli tubuh itu bisa beristirahat dengan tenang.
"Berapa harga bakpao ini?"
Lu Sheng berjalan melewati toko kecil yang menjual bakpao. Melihat bakpao yang berasap, ia pun mulai menelan ludahnya.
Dalam gelang ruang yang diberikan gurunya, selain sayur-sayuran dan buah-buahan, hanya ada ikan dan udang hidup.
Semalam ia sudah makan ikan bakar. Jadi kini saat mencium aroma daging, ia pun merasa sangat ingin memakannya.
Kalau tahu akan terjadi hal tak terduga seperti itu, seharusnya ia membeli lima ikat daging dan menyimpannya di gelang ruang saat pergi ke pasar bersama gurunya.
"Pengemis dari mana ini, cepat pergi!"
Melihat penampilannya yang lusuh, penjual bakpao pun mengusirnya. Ekspresi wajahnya penjual itu penuh dengan ketidaksabaran, ia bahkan melambaikan kedua tangannya seakan sedang mengusir nyamuk.
Lu Sheng tertegun. Ia menundukkan kepalanya, mulai memerhatikan dirinya sendiri, kemudian langsung terdiam.
Lu Sheng mengenakan pakaian yang sudah ditambal di sana-sini, sepatunya juga sudah hilang sebelah.
Dengan lamban, ia mengeluarkan sebuah cermin kecil dan melihatnya. Wajah kecilnya kotor, rambutnya berantakan seakan sudah tidak pernah keramas untuk beberapa tahun…
Beberapa saat kemudian, diam-diam ia menyimpan kembali cermin kecilnya dan melirik ke bakpao itu. Ia mendengus dan berjalan ke toko sebelahnya.
Toko sebelah juga menjual bakpao, tapi penjual itu tersebut tidak mengusirnya. Si penjual bahkan berinisiatif membungkus dua buah bakpao untuk Lu Sheng.
"Nona kecil, kamu pasti lapar ya? Ini untukmu."
"Terima kasih."
Lu Sheng membuang apel yang sudah dimakan bersih ke dalam keranjang bambu yang ia jadikan tong sampah. Dengan senyuman manis, ia menerima bakpao tersebut dengan kedua tangannya. Kemudian, ia mulai mencari-cari sesuatu dari dalam sakunya dan akhirnya mendapatkan empat keping koin. Ia pun dengan senang menyerahkan koin itu kepada penjual bakpao.
Untuk beberapa saat, penjual bakpao itu tertegun. Koin tersebut sudah ada di genggaman telapak tangannya.
Sesaat kemudian, penjual bakpao itu pun sadar dan dengan panik memanggil Lu Sheng, "Nona kecil, bakpao itu harganya cukup satu koin saja!"
"Benarkah?" Langkah kaki Lu Sheng yang sebelumnya sudah akan beranjak pergi pun mundur kembali.
Tetap dengan senyuman manis, ia menatap penjual bakpao itu sambil berkata, "Kalau begitu, tolong beri aku dua lagi."
"Siap!"
Penjual bakpao menyimpan koin itu baik-baik dan dengan senang hati membungkuskan dua buah bakpao lagi untuk Lu Sheng.
Ketika Lu Sheng akan berjalan pergi, ia mendengar penjual bakpao pertama tadi berbisik, "Zaman sekarang ini, bahkan pengemis saja bisa makan bakpao, dasar!"
Lu Sheng mengangkat alis matanya. Ia mengeluarkan sebuah kertas hu kuning dan mulai membacakan sesuatu di mulutnya. Orang-orang yang lewat pun memberikan tatapan aneh ke arah Lu Sheng, seperti sedang melihat orang bodoh.
Tidak lama kemudian, kertas hu kuning yang ada di tangannya itu pun terbakar sendiri. Namun, tidak ada yang memerhatikan adegan tersebut.
Setelah kertas hu kuning habis itu terbakar, Lu Sheng pun mengeluarkan senyuman jahat.
Gurunya selalu berkata, 'Setiap orang memiliki cara hidup mereka sendiri-sendiri, dan orang lain boleh tidak menyetujuinya, tetapi mereka tidak boleh tidak menghormatinya.'
Penjual bakpao yang pertama itu jelas-jelas adalah seseorang yang sering menindas orang lain yang lebih lemah darinya. Namun, ia pasti takut kepada yang lebih jahat dan hebat dari dirinya.
Setelah Lu Sheng pergi, toko bakpao pertama yang penjualnya jahat itu tidak mendapatkan satu pun pelanggan.
Sementara itu, toko bakpao kedua dagangannya sudah habis terjual dalam waktu lima belas menit saja.