Hari demi hari di lalui Salafa dengan senyuman, lebih tepat nya senyuman yang ia paksa kan. Karena saat itu ia juga tengah memikir kan kekasih nya yaitu Iska, yang harus ia tinggal kan.
"Kais, aku merindukan mu" Salafa menghela nafas nya dengan kasar. Apa boleh buat dia harus bekerja di perusahaan Papa nya untuk mengetahui siapa orang yang sudah membuat Papa nya bangkrut hingga rugi milyaran dan membuat sang Mama menyuruh nya jauh jauh ke sini dan harus meninggal kan kekasih yang ia sangat cintai itu.
"Siapa orang yang berani berani nya menyabotase perusahaan Papa? Apa ia orang kepercaya an Papa? Haisss aku pengen ini semua selesai dalam waktu cepat, aku ingin melihat kekasih ku itu Ya Tuhan." keluh kesah Salafa pada diri nya sendiri.